tebuireng.co – Pernyataan Megawati tentang ibu-ibu pengajian menuai kontroversi. Pandangan itu diungkapkan saat Megawati menjadi pembicara pada acara Seminar Nasional Pancasila, Kamis (16/2/2023).
Dalam video yang diunggah oleh akun youtube Tribun, Megawati menanyakan mengapa budaya ibu-ibu pada saat ini sering melakukan pengajian, sehingga nasib anak tidak diperhatikan.
“Saya ngeliat ibu-ibu tuh ya, maaf ya sekarang kan kayanya budayanya tuh, maaf beribu maaf jangan lagi nanti saya dibuli. Kenapa senang banget ngikut pengajian ya? Maaf beribu maaf. Saya sampai mikir gitu, ini pengajian ini sampai kapan ya? Anaknya mau diapain,” jelasnya.
Menurut Megawati, pernyataannya itu bukan bermaksud melarang ibu-ibu ikut pengajian. Namun, perlu juga memperhatikan kondisi anak-anaknya.
“Boleh, bukan berarti tidak boleh, saya juga pernah pengajian kok,” katanya.
Menurut tokoh agama Mamang M Haerudin (Aa), sosok yang bernama lengkap Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri tidak begitu mempunyai kemampuan public speaking yang bagus.
“Ia sudah kena bully untuk yang ke sekian kalinya. Kali ini ia menyentil ibu-ibu pengajian, dengan dalih bahwa sering ke pengajian merupakan salah satu penyebab menelantarkan anak,” imbuhnya.
Aa mengatakan, pernyataan Megawati tersebut bila dianalisa tidak murni salah. Fakta di lapangan bahwa ibu-ibu Muslimah di Indonesia memang over dosis pengajian.
Bayangkan dalam seminggu saja, ada ibu-ibu yang setiap hari ikut pengajian. Dengan berbagai macam motif dan alasan tentunya. Itu dalam konteks pengajian di satu desa, belum lagi kalau lingkupnya Kecamatan, Kabupaten dan seterusnya.
“Bahkan ibu-ibu Muslimah ini sering rela bepergian jauh hanya untuk ikut pengajian. Pernyataan Megawati ada benarnya. Apalagi jika pengajian semakin ke sini semakin menyeruak tetapi malah semakin jauh dari subtansi dakwah,” tegasnya.
Bagi Aa, hukum awalnya mengikuti pengajian itu baik, bernilai ibadah, mengantarkan seseorang untuk lebih dekat dengan Allah dan seterusnya, tetapi kalau realitasnya seperti yang terjadi di Indonesia memang faktanya kebangetan.
Pengajian yang kehilangan orientasi utamanya, pengajian yang justru sekadar seremonial dan hampir tidak ada korelasinya dengan transformasi sosial.
Prinsipnya dalam segala hal adalah proporsional. Jadi pengajian kalau over dosis juga sebaiknya tidak dilakukan lagi. Tidak boleh berlebihan dan apalagi kalau sampai mendegradasi dari niat awal.
Ketika pengajian dijadikan gaya hidup, berpotensi hedonis yang jauh dari kebutuhan ukhrawi.
“Dalam istilah Megawati tetap harus ada manajemen rumah tangga yang baik agar segala sisi kehidupan rumah tangga masing-masing kita tidak timpang. Bagaimana hak dan kewajiban berjalan beriringan,” ujar Aa.
Bagi Aa, termasuk pengajian yang over dosis adalah pengajian yang menghabiskan dana umat ratusan sampai miliaran rupiah. Pengajian yang rupanya sekadar kumpul-kumpul banyak orang dan di saat yang sama tidak ada korelasinya terhadap tranformasi sosial.
“Saya pikir, pengajian itu tetap penting, seperti saya di desa sendiri punya pengajian rutin dua minggu sekali, jadi sebulan cuma dua kali pengajian. Dua kali dalam sebulan pun konsep pengajiannya didesain secara agak berbeda,” ungkapnya.
Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Cholil Nafis turut merespons dengan memafkan Megawati yang sudah minta maaf sebelumnya.
“Saya maafkan. Namun, tak ada ceritanya ibu-ibu rajin ngaji itu jadi bodoh dan tidak kreatif. Ngaji itu melatih hati dan mengkaji melatih pikir. Keduanya banyak yang bisa memadukan sekaligus. Soal tak senang ngaji tak apalah, tapi tak usah usil dengan ibu-ibu yang rajin ngaji sampai kapan pun,” tandasnya.