Perlukah kita untuk detoks digital? Terutama saat ini kita sedang hidup di era yang serba digital, seolah-olah tidak dapat dipisahkan. Namun, nampaknya detoks digital ini tetap diperlukan guna mengontrol kebiasaan, bahkan untuk kesehatan mental.
Perlu diketahui, pada 2022 Indonesia menduduki peringkat teratas durasi screen time terlama di dunia, yakni selama 5,7 jam per hari. Hal ini dirilis oleh Data.ai dalam publikasi yang bertajuk “State of Mobile 2023”.
Durasi penggunaan internet oleh masyarakat Indonesia juga meningkat tajam, terutama saat masa pandemi beberapa waktu lalu. Pada 2022 mengalami kenaikan sebanyak 5, 56% dibandingkan dengan tahun 2021, dimana rata-rata masyarakat Indonesia saat itu menggunakan internet selama 5,4 jam per hari.
Beberapa alasan masyarakat Indonesia mengapa tidak bisa lepas dari gadget-nya, data dari Tempo.co menyebutkan bahwa sudah kecanduan, tidak ingin bosan, ingin terlihat sibuk, ingin mendapatkan perhatian, dan semua yang dibutuhkan tersedia di gadget masing-masing. Selain untuk bekerja, hal ini lah merupakan alasan yang masuk akal apabila masyarakat Indonesia betah berlama-lama berselancar di internet.
“Penggunaan teknologi yang berlebihan dapat menyita waktu dari aktivitas seperti tidur, olahraga, dan bersosialisasi, yang semuanya penting untuk kesejahteraan,” kata Carol Vidal, MD, PhD, MPH, seorang asisten profesor Psychiatry and Behavioral Sciences di The Johns Hopkins University School of Medicine. Dari sini bisa ditarik kesimpulan bahwa detoks digital diperlukan guna kesejahteraan dalam hal kesehatan hingga di kehidupan sosial.
Situs Hellosehat.com pernah merilis artikel bahwa terdapat suatu studi di Amerika Serikat yang menunjukkan bahwa orang yang jarang menggunakan media sosial memiliki risiko depresi lebih sedikit daripada yang lebih intens dalam menggunakannya. Studi lainnya, para peneliti di Swedia menemukan bahwa ketergantungan terhadap penggunaan teknologi di kalangan dewasa muda dikaitkan dengan masalah seperti tidur, gejala depresi, dan peningkatan tingkat stres.
Hampir setiap waktu kita tidak bisa lepas dari digital (gadget). Bahkan, ajakan untuk mengobrol di warung kopi pun terkadang realisasinya sibuk dengan gadget masing-masing. Ada juga yang meramaikannya dengan mabar (main bareng) game online. Lagi-lagi tidak bisa lepas dari gadget.
Dalam lingkup keluarga pun terkadang masih kurang momen untuk bersosialisasi satu sama lain. Ada yang asyik sendiri, ada pula yang benar-benar sibuk dengan pekerjaannya yang memerlukan peralatan digital.
Manfaat Detoks Digital
Detoks digital bukan berarti sepenuhnya meninggalkan peralatan digital, tapi lebih ke arah mengontrol kebiasaan dan penggunaannya. Dalam suatu bacaan, Gen Z di Amerika Serikat saat ini sedang tren untuk memilih hp jadul ketimbang yang canggih. Salah satu alasannya adalah untuk mengurangi kecanduan terhadap gadget dan lebih memperbanyak interaksi sosial.
Di Indonesia, di lingkup pesantren nampaknya juga sudah lama membiasakan perilaku detoks digital ini. Pasalnya, penggunaan gadget seperti hp pribadi di pesantren sangat dibatasi. Bahkan diregulasi. Salah satu alasannya adalah agar para santri bisa lebih fokus dalam belajar dan menghindari kejadian yang tidak diinginkan.
Dalam lingkup keluarga pun detoks digital juga bermanfaat. Keluarga dapat bersosialisasi satu sama lain, bahkan dapat memanfaatkannya dengan “diskusi di meja makan” guna pembicaraan intens dalam keluarga. Family time dapat lebih bermanfaat.
Detoks digital di era yang serba digital ini nampaknya perlu dilakukan. Bukan untuk meninggalkan seluruh peralatan digital, tapi hanya pada kontrol terhadap penggunaannya saja. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan dalam hal kesehatan dan kehidupan sosial.
Baca Juga: Kemajuan Teknologi adalah Kemunduran “Kualitas” Generasi?