Sehari sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 terjadi peristiwa ‘penculikan’ terhadap Ir. Soekarno (Bung Karno) dan Drs. Mohammad Hatta (Bung Hatta) ke Rengasdengklok. Peristiwa itu menjadi salah satu momen penting dalam perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia.
Peristiwa Rangasdengklok merupakan puncak dari perbedaan pendapat antara golongan muda yang menginginkan proklamasi kemerdekaan segera diumumkan dengan golongan tua yang menginginkan proklamasi dilaksanakan dengan hati-hati dan tidak tergesa-gesa.
Sebelumnya, tiga tokoh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, dan Radjiman Wediodiningrat pergi ke Dalat, Vietnam pada tanggal 12 Agustus 1945 untuk menemui pemimpin tertinggi militer Dai Nippon, Marsekal Hisaichi Terauchi.
Pertemuan tersebut memperoleh kesepakatan bahwa pemerintah Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Namun, pemerintah Jepang baru akan memberikan kemerdekaan pada tanggal 24 Agustus 1945 dengan alasan pihak Indonesia butuh mempersiapkan kemerdekaan dengan matang.
Tanggal 14 Agustus 1945, Soekarno beserta rombongan tiba di tanah air. Para petinggi Jepang dan anggota PPKI di Jakarta menyambut kedatangan mereka. Hasil kesepakatan tersebut memberikan harapan bagi bangsa Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan dengan cara damai dan peralihan kekuasaan bisa berjalan dengan lancar. Kemerdekaan Indonesia pun akan mudah memperoleh pengakuan dari negara lain. Tetapi, pada hari itu juga, terdengar kabar bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.
Seketika itu, situasi di dalam negeri segera berubah. Keinginan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan semakin menggelora di tengah bangsa Indonesia. Sehingga memunculkan dua golongan yang saling berbeda pendapat antara golongan muda dengan golongan tua soal pelaksanaan proklamasi.
Soekarno dan Hatta sebagai pemuka dari golongan tua lebih memperhitungkan sisi politiknya. Menurut mereka proklamasi kemerdekaan suatu bangsa membutuhkan tahapan yang terorganisir dengan rapi dan hati-hati. Sehingga dipandang Indonesia masih perlu melakukan kerjasama dengan pemerintah Jepang agar tidak mengorbankan banyak jiwa.
Kemudian mereka bermaksud membahas pelaksanaan proklamasi dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Hal tersebut dilakukan agar pelaksanaan proklamasi sesuai dengan prosedur dan ketentuan Jepang.
Segera golongan muda menolak keras prosedur yang terkesan tunduk pada ketentuan Jepang tersebut. Mereka dimotori Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana. Mereka beranggapan PPKI adalah buatan Jepang, sedangkan mereka menginginkan proklamasi kemerdekaan Indonesia tanpa melibatkan pemerintah Jepang sama sekali.
Pada Rabu, 15 Agustus 1945, sekitar pukul 22.00 WIB, diadakan pertemuan antara golongan muda dan golongan tua di kediaman Ir. Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur No 56, Jakarta. Dalam pertemuan itu, golongan muda tetap bersikeras mengusulkan proklamasi kemerdekaan harus segera dilakukan, jika perlu saat itu juga. Mereka bahkan menjamin siap melawan tentara Jepang apabila terjadi pertumpahan darah. Namun,Soekarno ketika itu berpandangan kekuatan para pejuang Indonesia belum cukup mampu melawan kekuatan tentara Jepang.
Setelah berunding lama mengenai pelaksanaan proklamasi kemerdekaan, akhirnya menghasilkan keputusan yang ternyata tidak sesuai dengan keinginan golongan muda. Mohammad Hatta menilai bahwa keinginan golongan muda tersebut kurang perhitungan dan dapat menimbulkan banyak korban jiwa. Tak terima dengan keputusan itu, golongan muda kemudian ‘menculik’ Soekarno dan Hatta, pada Kamis 16 Agustus 1945 sekitar pukul 04.00 WIB.
Aksi tersebut membuat marah dan mengecewakan kedua proklamator. Namun keduanya terpaksa mengikuti keinginan para pemuda untuk menghindari adanya keributan. Mereka membawa keduanya ke Rengasdengklok sebuah kota kecil di dekat Karawang. Lokasi itu dipilih karena letaknya terpencil sehingga memudahkan mereka memantau pergerakan tentara Jepang jika menuju tempat itu.
Baca juga : Saat Jepang Sadar Pengaruh Kuat KH. Hasyim Asy’ari
Di Rengasdengklok itulah, para pemuda lagi-lagi mendesak keduanya untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun, keduanya tidak mau mengikuti kemauan mereka begitu saja. Keduanya tetap berpegang teguh pada perhitungan dan rencana mereka sendiri.
Di Rengasdengklok, siang itu terjadi perdebatan panas.
“Revolusi berada di tangan kami sekarang dan kami memerintahkan Bung, kalau Bung tidak memulai revolusi malam ini, lalu….,” desak para pemuda.
“Lalu apa?,” Jawab Soekarno lantang sambil beranjak dari kursinya dengan kemarahan yang menyala-nyala. Semua terkejut, tidak seorang pun yang bergerak atau berbicara.
Setelah suasana tenang kembali, Soekarno duduk dan mulai berbicara dengan suara rendah, “Yang paling penting di dalam peperangan dan revolusi adalah saat yang tepat. Di Saigon, saya sudah merencanakan seluruh pekerjaan ini untuk dijalankan tanggal 17 (Agustus).”
“Mengapa justru diambil tanggal 17, mengapa tidak sekarang saja, atau tanggal 16?,” tanya Sukarni.
“Saya seorang yang percaya pada mistik. Saya tidak dapat menerangkan dengan pertimbangan akal, mengapa tanggal 17 lebih memberi harapan kepadaku. Akan tetapi saya merasakan di dalam kalbuku, bahwa itu adalah saat yang baik. Angka 17 adalah angka suci. Pertama-tama kita sedang berada dalam bulan suci Ramadhan, waktu kita semua berpuasa, ini berarti saat yang paling suci bagi kita. Tanggal 17 besok hari Jumat, hari Jumat itu Jumat legi, Jumat yang berbahagia, Jumat suci. Al-Quran diturunkan tanggal 17, orang Islam sembahyang 17 rakaat, oleh karena itu kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia,” terang Soekarno.
Demikianlah antara lain dialog antara Soekarno dengan para pemuda di Rengasdengklok, sejumlah alasan disampaikan oleh sang proklamator soal pemilihan 17 Agustus 1945. Sementara di Jakarta terjadi kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Ahmad Soebardjo dengan golongan muda yang diwakili Wikana. Saat itu keduanya sepakat proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan di Jakarta.
Berdasarkan kesepakatan itu, Soekarno dan Mohammad Hatta kemudian dijemput Ahmad Soebardjo untuk kembali ke Jakarta. Saat itu, Ahmad Soebardjo menjelaskan kepada golongan muda yang berada di Rengasdengklok bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dilaksanakan pada 17 Agustus 1945 paling lambat pukul 12.00 WIB.
Pada akhirnya, golongan muda merelakan kedua proklamator itu untuk kembali ke Jakarta. Keduanya segera ikut mempersiapkan segala hal mengenai proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sehingga, tepat pada hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno didampingi Mohammad Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.