tebuireng.co– Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan yang khas dan unik dengan corak keagamaan. Khususnya di Indonesia, yang memiliki banyak macam pesantren dan beberapa lembaga pendidikan yang ada di dalamnya. Semisal PAUD, TK, MTS-SMP, MA-SMA, dan juga Perguruan Tinggi.
Ciri khas tersebut bisa dilihat dari dua hal. Pertama, pesantren dijalankan secara otonom. Kedua, pesantren tidak dijalankan karena materialisme. Mungkin, atas dua hal ini pesantren memiliki kedekatan dengan masyarakat.
Selain itu, metode belajar yang ada di pesantren sangat berbeda dengan pembelajaran di sekolah umum. Bahkan, tidak jarang orang beranggapan pesantren itu tempat orang yang berkeinginan menjadi ustadz ataupun kiai. Padahal, anggapan itu tidak sepenuhnya benar.
Saat ini, masyarakat Indonesia mulai menyadari pentingnya pendidikan guna mencapai masa depan sesuai yang diinginkan. Tidak heran jika dewasa ini, mayoritas orang tua berlomba menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi dan berkualitas. Seperti halnya ketika penerimaan mahasiswa baru, mereka berjuang supaya diterima di perguruan tinggi yang diharapkan.
Namun, tidak semua orang berasumsi sama, apalagi masyarakat awam. Mereka memilih pesantren untuk meningkatkan keilmuannya. Meskipun mayoritas orang beranggapan, menuntut ilmu di pesantren itu kolot dan hanya mempelajari ilmu agama. Tetapi, itu hanya berlaku pada masyarakat yang kurang mengetahui sistem pendidikan yang diterapkan di pesantren. Sistem pembelajaran di pesantren justru lebih berkualitas daripada lembaga pendidikan yang fokus pada ilmu umum.
Perguruan tinggi pesantren yang berada di ruang lingkup ormas agama Islam, seperti Muhammadiyah dan NU. Yang mana perguruan tinggi pesantren ini masih mempertahankan gaya kepesantrenan di dalamnya mempelajari tentang keagamaan.
Namun, seiring berkembangnya zaman perguruan tinggi yang berada di bawah naungan pesantren tidak hanya mempelajari keagamaan melainkan pelajaran umum juga mejadi mata kuliah. Ini semua untuk meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia khususnya para mahasiswa, yang bermukim di pesantren.
Dalam skala nasional, pesantren mempunyai modal besar untuk menjadi agen perubahan (agen of change) di Indonesia dalam keunggulan pembinaan moral. Modal yang penting, karena moralitas menjadi persoalan serius di negeri ini. Dan tidak banyak lembaga pendidikan yang mampu mengatasinya.
Selain itu, perguruan tinggi Islam sudah mengembangkan metode perkuliahan yang berbeda dengan perguruan tinggi umum. Semisal mata kuliah yang diajarkan di perguruan tinggi umum lebih memantapkan pada ilmu bantu (umum), sehingga terkesan ilmu agama hanya sebagai selingan. Sebaliknya, perguruan tinggi Islam coba menyeimbangkan (balance) antara materi agama dan bantu.
Pesantren sebagai institusi pendidikan tradisional menjadi wadah untuk memahami ilmu syariah. Harapan masyarakat terhadap peran pesantren sangat tinggi, guna menjaga praktik Islam yang masih sejalan dengan aturan pemerintah. Sebagai lembaga keagamaan yang dipercaya rakyat, harapan itu menjadi suatu tanggung jawab pesantren dalam menerapkan nilai-nilai keislaman yang maslahah untuk ideologi agama masyarakat dan menjaga nilai ideologis kebangsaan.
Lemahnya pembentukan dan pendidikan moral di sekolah dan perguruan tinggi, disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya disebabkan karena tidak adanya keseimbangan antara asupan agama dan pengetahuan umum dalam kurikulum pendidikan.
Di perguruan tinggi umum, untuk mencapai sarjana S1 hanya dibekali dengan beberapa pengetahuan keagamaan, itupun sudah termasuk dari beberapa ilmu agama. Dengan perbandingan seperti itu sulit bagi perguruan tinggi untuk menularkan moral dan kepribadian yang baik sebagaimana yang diamanatkan dalam GBNH (manusia pembangunan yang beriman, bertakwa dan berilmu pengetahuan)
Nilai-nilai keikhlasan di pesantren berbanding terbalik dengan perguruan tinggi yang banyak bergeser ke arah materialistik. Dalam pandangan mereka (pesantren), belajar-mengajar bukan semata demi mengejar prestasi duniawi, tetapi salah satu dari realisasi ibadah dan aktualisasi diri menggapai ridla Ilahi. Inilah keunggulan pembinaan moral yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan non-pesantren.
Di sisi lain kehidupan pesantren juga mengajarkan tentang kemandirian hidup. Mereka digembleng untuk mengerjakan dan menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi tanpa merepotkan banyak orang. Selain itu, santri juga didukung oleh lingkungan yang interaktif untuk mendukung perkembangan mentalnya.
Dengan kondisi dan model yang demikian, ternyata pesantren mampu membentuk santrinya dengan kepribadian yang komprehensif. Sesuatu yang tidak mudah dijumpai dalam lembaga Pendidikan non-pesantren, maka akhir-akhir ini tidak sedikit lembaga pendidikan tinggi melirik dan mencoba model pendidikan pesantren ke dalam sistem pendidikannya. Dengan harapan perguruan tinggi tersebut tidak hanya mampu membekali sarjananya dengan iptek yang unggul tetapi sekaligus moralitas yang tangguh. Sehingga perilaku penyimpangan dapat diminimalisir. Bukan karena ada pengawasan melainkan adanya kesadaran moral.
Oleh: Durin Riliyanti, mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang Jurusan PGSD
Baca juga: Bandongan dan Sorogan Tak Lekang oleh Laman