Setiap generasi tentunya memiliki perbedaan dan ciri khas masing-masing. Tak terkecuali dalam hal mengakses informasi. Perbedaan di sini mengarah ke bagaimana mereka mengakses hingga mencerna informasi.
Tentunya, generasi Baby Boomers (1946-1964), generasi X (1965-1980), dan generasi Milenial (1981-1996) atau bahkan generasi-generasi sebelumnya memiliki perbedaan tersendiri dibandingkan dengan generasi Z (1997-2012) atau Alpha (2013-2025). Salah satu alasan pastinya ialah karena dua generasi terakhir saat ini (generasi Z dan Alpha) lahir dan hidup di era kecanggihan teknologi. Dengan canggihnya teknologi, dalam mengaskes informasi pun semakin mudah dibandingkan dengan generasi-generasi sebelum mereka.
Hal ini masuk akal. Google, salah satu perusahaan search engine terbesar di dunia saja baru “lahir” pada tahun 1998. Masuk akal apabila generasi Milenial dan generasi-generasi selanjutnya akan banyak mengakses dan mudah beradaptasi karena mereka sudah “hidup berdampingan”. Beda dengan generasi-generasi sebelum Milenial, mereka akan perlu waktu untuk beradaptasi dengan hal baru ini. Seolah-olah masa transisi.
Jika menarik kesimpulan dari berdirinya Google ini, maka berapa jumlah keseluruhan penggunanya hingga saat ini? Tentunya banyak, terutama di Indonesia. Bahkan lintas generasi. Menurut data dari We Are Social menyebutkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia pada Januari 2023 mencapai 212,9 juta pengguna. Sekitar 77% dari populasi penduduk Indonesia.
Dalam mengakses informasi, tentunya setiap generasi memiliki caranya masing-masing. Misalnya, generasi X akan mengakses informasi terkini melalui koran, buku di perpustakaan atau bahkan televisi. Meskipun hal ini tidak menutup kemungkinan mereka untuk mengakses berbagai search engine di era ini. Berbeda dengan generasi Milenial akhir, atau bahkan generasi-generasi selanjutnya, mereka sejak awal sudah memiliki akses yang lebih mudah dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya.
Perbedaan dalam mengakses informasi ini juga tidak bisa dipukul rata dalam konteks kecerdasan dan sisi kritis di setiap generasinya. Tentunya, mereka memiliki kecerdasan masing-masing. Misalnya, generasi akhir ini akan mudah dan cepat dalam mengakses informasi. Hal ini lah yang menjadi suatu kecerdasan tersendiri.
Apabila dilihat dari screen time-nya, menurut data ICT Watch yang juga diambil dari sumber Data.ai yang berjudul “State of Mobile 2023”, Indonesia menduduki negara tertinggi sedunia dengan durasi screen time terlama, yakni 5,6 jam/hari. Namun, screen time di sini apabila diperluas, hal ini mencakup durasi kebutuhan pekerjaan, sekolah, bersosialisasi, terutama dalam hal mengakses informasi. Dengan memiliki “rekor” durasi screen time terlama di dunia, apakah mayoritas masyarakat Indonesia memanfaatkannya dalam hal yang berguna dan bermanfaat? Tentunya kembali lagi ke masing-masing individu mengenai bagaimana memanfaatkannya.
Salah satu platform media sosial yang paling banyak “penikmatnya” saat ini, yakni TikTok juga menjadi salah satu referensi dalam hal menyajikan informasi. Bahkan, menurut DataIndonesia.id yang berdasarkan survei Jakpat -survei yang dilakukan terhadap 1.329 responden dari generasi Z secara bulanan sepanjang tahun 2022 dengan tingkat toleransi margin of error survei sebesar 3%- generasi Z juga cenderung suka mengakses informasi melalui TikTok. Data ini menyebutkan bahwa sebanyak 24% dari generasi Z lebih suka menggunakan TikTok dalam mengakses informasi.
Disebutkan juga, bahwa 40% generasi Z lebih memilih untuk mengakses informasi di TikTok dibanding Google. Hal ini karena TikTok dirasa memilih fitur yang lebih memudahkan. Namun, juga timbul kekhawatiran tersendiri karena TikTok hanya menyajikan konten yang singkat, meskipun padat. Dengan ini, maka tetap perlu untuk tetap mengecek ulang keutuhan dan kebenaran informasi tersebut. Dari sini bisa disimpulkan juga bahwa tren mencari informasi kini bergeser ke TikTok, meski tidak secara keseluruhan.
Meskipun generasi-generasi sebelumnya tidak lahir “berdampingan” dengan hadirnya kecanggihan teknologi, mereka memiliki keunggulan tersendiri dalam mengakses informasi. Bahkan lebih kritis. Di sinilah perlunya generasi-generasi sebelumnya untuk turut “melek teknologi” guna mendampingi dan mengarahkan para generasi-generasi selanjutnya. Terutama orang tua terhadap anaknya.
Dengan adanya timbal balik ini, diharapkan masyakat akan mudah, bahkan kritis dalam mengakses informasi. Tentunya, dalam menghadapi perkembangan zaman yang “serba cepat” ini.
Baca Juga: Kemajuan Teknologi adalah Kemunduran “Kualitas” Generasi?