Kesalehan lingkungan menjadi pembahasan yang penting. Melihat banyaknya kerusakan alam dan bencana yang terjadi tidak lepas dari kelalaian manusia dalam menjaga lingkungan. Perluasan syiar mengenai kesalehan lingkungan penting untuk dilakukan, utamanya oleh para tokoh agama yang memiliki pengaruh besar di masyarakat.
Seperti diketahui bahwa pemahaman mengenai kesalehan lingkungan tidak kalah penting untuk disampaikan dan dipraktikkan disamping kesalehan-kesalehan lainnya. Terutama dalam menangani krisis lingkungan global. Earth.org dalam salah satu artikelnya yang berjudul 15 Biggest Environmental Problems of 2024 membahas seputar permasalah lingkungan yang paling krisis.
Artikel terbitan Earth.org ini membahas krisis lingkungan diantaranya seperti pemanasan global, sampah makanan, tergusurnya keanekaragaman hayati, polusi, hingga deforestasi. Dengan adanya ini, para tokoh agama yang memiliki pengaruh besar di masyarakat harus mensyiarkan tentang bahaya yang mengancam akibat manusia mengabaikan persoalan lingkungan.
Menarik apabila kita membaca ulang tulisan Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof Dr KH Nasaruddin Umar, bertajuk “Abrahamic Religions” dan Kerusakan Alam yang terbit di Harian Kompas beberapa waktu lalu. Ia mengkritik atas kritik tulisan Karen Armstrong tentang paham monoteisme yang diperkenalkan oleh agama Abrahamik (Yahudi, Kristen, dan Islam) lebih berpotensi besar dalam merusak alam dan lingkungan hidup.
Dalam hal ini, Prof Nasar menukil salah satu dalil tentang “misi suci” manusia sebagai khalifah fil ardl (pemimpin di permukaan bumi) apabila bantahannya mengenai pendapat Karen Armstrong ditinjau dari sisi teologis, terdapat sebuah ayat:
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةًۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
Artinya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.’ Mereka berkata, ‘Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?’ Dia berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’” (QS. Al-Baqarah: 30)
Dari dalil di atas dapat disimpulkan bahwa manusia diciptakan mengemban misi sebagai khalifah fil ardl tidak hanya sebatas pemimpin saja, tetapi juga sebagai aktor penggerak dalam hal melestarikan lingkungan (bumi) agar tidak cepat rusak dan dapat diwariskan ke generasi-generasi selanjutnya.
Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftachul Akhyar, turut menjelaskan makna khalifah fil ardl dalam acara halal bihalal PBNU tahun 2023 yang juga dipublikasikan oleh NU Online.
Kiai Miftach menjelaskan bahwa makna khalifah fil ardl adalah imratul ardl (memakmurkan bumi), i’tha-u kulli dzi haqqin (memberikan hak kepada mereka yang punya hak), dan al-ubudiyah lillah. Dari sini juga dapat disimpulkan bahwa memakmurkan bumi—dengan menjaga lingkungan—merupakan salah satu tugas penting bagi manusia sebagai khalifah fil ardl.
Dalam konteks kesalehan lingkungan sebagai khalifah fil ardl, dari pendapat Kiai Miftach ini berada di poin pertama, yakni imratul ardl (memakmurkan bumi).
Mensyiarkan kesalehan lingkungan dalam bentuk lain juga sudah dimulai sejak lama oleh para ulama, salah satunya dicontohkan langsung oleh pendiri Pesantren Tebuireng dan Nahdlatul Ulama, Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari. Selain ulama dan pahlawan nasional, Kiai Hasyim juga merupakan seorang petani.
Ternyata, dalam hal bertani, Kiai Hasyim bukan hanya sekadar meningkatkan perekonomian saja, tetapi juga sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan. Beliau sudah sadar akan pentingnya penghijauan di muka bumi, meskipun berada di skala lokal.
Dilansir dari laman EOS Data Analytics, disebutkan beberapa manfaat pertanian (penghijauan) dalam keberlanjutan alam. Dalam data ini disebutkan manfaatnya seperti regenerasi alami yang dapat digunakan sebagai penyerapan karbon, meminimalkan potensi perubahan iklim, menjaga keanekaragaman hayati, mengurangi erosi dan meningkatkan kualitas tanah, hingga meningkatkan kualitas air dan udara.
Dalam salah satu terbitan majalah Soeara Moeslim, No. 2, 19 Muharam 1363 H (14 Januari 1944 M) Kiai Hasyim juga menganggap pertanian sebagai kerangka luas dalam pengaturan kehidupan. Beliau juga mengutip beberapa dalil bagaimana pertanian sangat berpengaruh dalam Islam, salah satunya adalah: “Dari sahabat Jabir Ra, Rasulullah Saw bersabda, ‘Tiada seorang muslim yang menanam pohon atau tumbuhan lalu dimakan oleh seseorang, hewan ternak, atau apapun itu, melainkan ia akan bernilai sedekah bagi penanamnya.’” (HR Muslim).
Oleh karena itu Kiai Hasyim juga menganggap bahwa bertani juga memberi manfaat dan membuka ladang sedekah yang luas. Bahkan kalau bisa semua makhluk turut mendapatkan manfaatnya.
Dari pembahasan di atas ini dapat disimpulkan bahwa tokoh agama sangat berperan penting dalam menyuarakan dan menjadi teladan dalam laku kesalehan lingkungan guna menjaga alam demi kebaikan juga kebermanfaatan seluruh umat.
Dengan hal ini pembenaran bahwa manusia mengemban peran khalifah fil ardl sungguh sentris dan vital. Juga sangat tepat tentang apa yang dilakukan Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari yang turut mencontohkan langsung pentingnya melestarikan dan memanfaatkan lingkungan dengan sebaik-baiknya.
Penulis: Ikhsan Nur Ramadhan, Tim Edukasi dan Penyuluh Pengelolaan Sampah di Bank Sampah Tebuireng.
Editor: Thowiroh
Baca juga: Sekilas tentang Kebersihan menurut Islam