“Saya kasih ijazah biar meskipun bodoh tapi tetep mendapat ridha Allah.” Begitulah yang disampaikan Gus Baha dalam salah satu ceramahnya. Seorang kiai yang sangat terkenal sebagai manusia Al Quran, selain karena beliau hafal al-Quran, juga ahli dalam bidang tafsir. Kiai asal Sarang ini memiliki nama lengkap KH Bahauddin Nur Salim (akrab dipanggil Gus Baha). Beliau adalah salah satu santri kesayangan almarhum ulama kharismatik KH Maemoen Zubair (Mbah Moen).
Gus Baha menghatamkan Al Quran sejak kecil di bawah asuhan ayahnya. Menginjak usia remaja, Gus Baha mondok dan berkhidmat kepada Mbah Moen di Pesantren Al-Anwar Karangmangu, Sarang, Rembang (sekitar 10 km arah timur dari Narukan). Di Al Anwar beliau sangat menonjol dalam fan-fan ilmu syariat seperti fikih, Hadis, dan tafsir.
Hal ini terbukti dari beberapa amanat prestisius keilmiahan yang diemban oleh beliau selama mondok di Al Anwar. Seperti Rois Fathul Mu’in dan Ketua Ma’arif di jajaran kepengurusan Al Anwar. Saat mondok di Al Anwar ini pula beliau mengkhatamkan hafalan Shohih Muslim lengkap dengan matan, perawi, dan sanadnya. Selain itu beliau juga mengkhatamkan hafalan kitab Fathul Mu’in dan kitab-kitab gramatika Arab seperti ‘Imrithi dan Alfiyah Ibnu Malik.
Dalam salah satu ceramahnya, dengan gaya khas beliau, ngaji sambil guyon namun tetap berkualitas, beliau menyampaikan bahwa surat Al Ikhlas meskipun pendek mampu mengungguli semua surat, karena dalam surat tersebut membahas sifat-sifat Allah Ta’ala.
“Agama ini harus mudah, saya suka menangis membaca Al ikhlas berkali-kali, karena dengan membaca itu saja saya sudah dicintai Allah,” tutur beliau.
Kemudian beliau menceritakan tentang seorang sahabat ketika melakukan shalat tarawih selalu membaca surat Al Ikhlas, bukan hanya di rakaat kedua, tapi di setiap rakaatnya.
Singkat cerita salah satu sahabat yang menjadi makmum jengkel kemudian mengadu kepada Rasul Saw, bahwa ada seorang sahabat yang menjadi imam shalat tapi selalu baca qulhu, lalu Rasul bertanya langsung kepada si imam.
“Ya Fulan, kenapa engkau terus membaca surat Al ikhlas dalam setiap shalatmu?”
Kemudian si Fulan menjawab, “liannaha sifaturrohman, sebab dalam surat Al Ikhlas membahas tentang sifat-sifat Allah.”
Sejak saat itu juga, Nabi mendapat wahyu dari Allah untuk menyampaikan pada Fulan itu, bahwa Allah mencintainya karena ia sering memuji-muji Allah.
Sidak ada ilmu seberkah zaman Nabi. Orang bodoh saja berkah. Sampai-sampai Nabi pernah menyampaikan, “Aktsaru ahli jannah, al-bulhu.” Kebanyakan penduduk surga adalah orang bodoh.
Suatu ketika Nabi pernah menjelaskan tentang kiamat. Para sahabat tidak meikirkan hal itu, padahal sahabat adalah orang-orang pintar. Justru yang memikirkan hal itu adalah orang-orang desa, lalu mereka bertanya kepada Rasul.
“Ya Rasul, kenapa Engkau terus bercerita tentang hari kiamat tapi tidak pernah mmenyebutkan tanggalnya? Lalu kapan?”
Awalnya Nabi Saw tidak menjawab, dan meneruskan ceritanya. Di sela-sela itu para sahabat mencoba menganalisis perihal kenapa Nabi tidak menjawab. Bisa jadi karena Nabi tidak mendengar pertanyaan orang desa itu. Bisa jadi Nabi mendengarnya tapi tidak menyukai pertanyaan itu dan memilih tidak menjawab. Tapi karena orang desa terus bertanya “kapan?” akhirnya Nabi menjawab, “Kamu kok tanya kiamat kapan, memang kamu punya persiapan apa?”
Lalu penduduk desa menjawab “Ibadah shalat saya biasa, puasa juga biasa, semua yang wajib-wajib saya lakukan, tidak nambah yang aneh-aneh. Tapi saya mencintai engkau wahai Rasulullah.”
Lalu nabi menjawab, “Al-mar’u ma’a man ahabba, seseorang akan bersama dengan orang yang ia cintai.” Inilah yang Gus Baha maksudkan tentang ijazah bagaimana meskipun orang itu bodoh tapi tetap mendapatkan ridha Allah, yaitu dengan mencintai Nabi.
“Sebab menjadi orang pintar itu ribet, toh orang bodoh nantinya juga akan tetap masuk surga. Pengumuman kedua orang-orang yang akan masuk surga adalah orang-orang yang cinta Nabi,” jelas Gus Baha.
Orang desa itu penuh berkah, syafaat-syafaat Nabi itu gara-gara orang desa. Suatu ketika ada orang desa bertanya kepada Nabi Saw tentang siapakah yang akan menghisab kita ketika mati? Lalu Nabi menjawab, “Allah.” Kemudian orang itu pulang dengan penuh bahagia dan tersenyum sepanjang jalan, hingga kemudian ditanya lagi oleh Nabi. “Kenapa kamu senyum-senyum saat pulang?” Lalu orang tersebut menjawab, “Alhamdulillah kalau memang yang menghisab Allah. Sebab selama ini hubungan saya dengan Allah baik-baik saja.” Kemudian Nabi diam dan menjawab, “Kamu pintar wahai Fulan.” (FikriLatifatul-Red)
Sangat bermanfaat