tebuireng.co- Seringkali saya mendapatkan pertanyaan, bagaimana agar komunikasi dengan siapapun bisa berjalan lancar dan efektif. Orang yang bertanya itu beranggapan bahwa, saya termasuk orang yang mudah melakukan komunikasi dengan banyak orang, sekalipun yang bersangkutan belum saya kenal sebelumnya. Anggapan positif seperti itu, bagi saya sendiri tidak pernah merasakannya. Sesekali, kesulitan masih saya alami. Sekalipun demikian, saya masih dianggap mampu membangun komunikasi secara efektif yang dimaksudkan itu.
Setelah saya renungkan, penilaian positif tersebut mungkin ada benarnya. Satu contoh kecil, selama memimpin STAIN hingga menjadi UIN Malang selama 16 tahun, saya telah melewati tujuh menteri agama. Yaitu, mulai dari dr. Tarmidzi Taher (alm), Prof. Qurais Syihab, Prof. A.Malik Fadjar, Prof. Tholkhah Hasan, Prof. Said Aqil al Munawar, Dr. Maftuh Bauni, dan terakhir Dr. Suryadharma Ali. Semua menteri agama yang berganti hingga tujuh kali tersebut, semuanya saya mengenalnya dengan baik, dan saya sangat akrab dengan semuanya itu.
Dalam berkomunikasi dengan para menteri agama yang berbeda-beda itu, saya tidak pernah merasa ada kesulitan. Setiap ada persoalan atau rencana pengembangan kampus, saya selalu menghadap langsung ke kantornya dan selalu diterima dengan baik. Demikian pula tatkala harus berkomunikasi dengan para pejabat lain, seperti Sekretaris Jendral, Direktur Jendral, Direktur dan lain-lain. Selama ini, saya rasakan tidak ada sesuatu yang sulit. Rupanya hal yang mudah ini tidak selalu dirasakan oleh setiap orang, termasuk oleh sementara pimpinan perguruan tinggi yang lain.
Melihat kelebihan itulah, saya seringkali mendapatkan pertanyaan sebagaimana disebutkan di muka. Pada setiap akan ketemu pada orang, saya selalu membangun suara batin yang positif. Orang yang akan saya temui, termasuk para menteri dan atau pejabat-pejabat penting di kementetian agama itu, selalu saya bayangkan sebagai orang yang menyukai kepada setiap orang, gembira, suka membantu untuk menyelesaikan masalah, tidak membedakan kepada siapapun, dan akan menerima saya dengan baik. Ketika akan bertemu siapa saja, saya tidak pernah membayangkan hal-hal yang sebaliknya, yaitu yang bersifat negatif.
Baca juga: Kemuliaan Seorang Penggembala Kambing
Selain itu, saya juga tidak pernah terlalu melihat latar belakang orang yang akan saya ajak berkomunikasi. Hal yang biasa terjadi, perbedaan organisasi keagamaan, afiliasi partai politik, ethnis, dan lain-lain, melahirkan jarak yang berakibat menganggu komunikasi. Latar belakang semacam itu tidak pernah saya perhitungkan. Saya berusaha tidak memperhatikan sekat-sekat kultural, kepercayaan, dan primordial seperti itu. Saya selalu berusaha bisa berkomunikasi dengan sispapun. Selain itu, saya juga berkeyakinan bahwa sekat-sekat itu akan hilang dengan sendirinya tatkala masing-masing berhasil membangun kepentingan bersama yang lebih besar, luas, dan mendasar.
Banyak orang tatkala akan berkomunikasi membuat kesalahan, sekalipun kesalahan itu semula kecil dan sederhana, yaitu misalnya membangun suasana batin yang justru menghambat terjadinya komunikasi yang efektif. Mereka menginventarisasi hal-hal yang bersifat negatif dari orang yang akan diajak berkomunikasi, misalnya bahwa yang bersangkutan dibayangkan sebagai orang yang sibuk, tidak mudah diajak komunikasi, membeda-bedakan orang, tidak mudah diajak bicara, sombong, angkuh dan seterusnya. Gambaran negatif itu, sekalipun belum tentu benar, secara psikologis akan berpengaruh terhadap komunikasi yang akan dibangun itu. Akibatnya, komunikasi tidak akan terjadi dan atau menjadi tidak lancar dan efektif.
Dalam bahasa Islam, kita harus selalu membangun sikap khusnudhan atau anggapan positif kepada setiap orang, dan apalagi orang yang akan diajak berkomunikasi. Namun demikian, memang ada hal-hal yang seharusnya diperhatikan tatkala akan membangun komunikasi denga orang lain Misalnya, harus pandai menyesuaikan diri dengan orang yang akan diajak berkomunikasi, mampu membuat suasana menjadi menarik dan menyenangkan, tidak hanya mengedepankan kepentingan dirinya sendiri melainkan juga kepentingan orang yang diajak berkomunikasi itu, dan seterusnya. Berbekalkan suara batin yang positif dan hati terbuka maka kiranya komunikasi akan menjadi lancar. Wallahu a’lam.
Baca juga:Â Ketika Agama Menyelesaikan Masalah