tebuireng.co – Polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bagi pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kini masih terus bergulir. Terbaru, desakan untuk Jokowi turun tangan mengatasi KPK kembali menggema.
Tes ini menjadi syarat alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), sesuai amanat Undang-undang Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK.
Di balik isu TKW ini bergulir kabar bahwa di KPK ada kelompok radikal. Sehingga harus ada revisi aturan terkait KPK. Selain itu, pertanyaan yang diajukan saat TWK juga menimbulkan kontroversi.
Salah satu pertanyaan TRW yaitu mempertentangkan antara Al-Qur’an dan pancasila. Hal ini menarik perhatian Putri kedua Gus Dur yang bernama Zannuba Ariffah Chafsoh, atau yang biasa dikenal dengan nama Yenny Wahid.
Bagi Yenny, sangat tidak bijak sekali ada pihak yang menari di atas isu radikal untuk kepentingan golongan politik tertentu. Baginya, pertanyaan pilih Al-Qur’an dan pancasila adalah salah.
“Seseorang yang mempertanyakan mau pilih pancasila atau pilih Al-Qur’an. Yang jelas tidak sama. Pertanyaanya saja sudah salah. Apalagi mau jawab,” jelasnya di instagramnya @yennywahid, Senin (21/9/21).
Bagi Yenny, Al-Qur’an dan pancasila adalah dua hal yang saling beriringan dan satu tarikan nafas. Nilai-nilai yang ada di pancasila tidak bertentangan dengan Al-Qur’an.
[Tweet “Yenny Wahid soroti pelemahan KPK”]
“Jadi niali-nilai pancasila ada dalam ayat-ayat Al-Quran, jelas dalam hal ini tidak bertentangan. Sikap mudah menghakimi tidak benar,” tegas Direktur Wahid Foundation ini.
Ia berpikir KPK harus fokus pada upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi sehingga kesejahteraan terwujud di negeri ini,
“Soal tes kan biasa, ada yang lulus ada yang tidak, tentu harus ada alasan yang jelas mengapa lulus dan mengapa tidak. Lembaga sepenting KPK yang memiliki tugas dan kewenangan yang luas dan strategis harus didukung demi kepentingan bangsa, dalam upaya memberantas praktik korupsi di negeri ini ” imbuh Yenny wahid
Senada dengan Yenny, Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Nadirsyah Hosen juga mengingatkan dalam melihat bab radikalismen harus jernih dan tanpa motif politik. Sehingga tidak dijadikan senjata untuk menyerang lawan politik.
Ia juga mengapresiasi sikap putri Gus Dur, Yenny Wahid yang berani meminta seseorang tidak mengecap radikal pada santri yang menutup kuping saat mendengarkan musik saat mengantri vaksin. Ini tidak tepat, apalagi dilabeli kampungan dan lain sebagainya.
“Jangan menari-nari di atas isu radikalisme untuk kepentingan politik, kita tidak setuju dengan politisasi agama dan ayat Al-Quran itu jelas. Namun, jangan juga menyasar lembaga lain seperti KPK dan lainnya dengan isu radikal. Yang tidak jelas diradikalkan. Akhirnya ada polarisasi kadrun dan cebong,” tandas Gus Nadir.