Pembakaran Al-Qur’an menurut fikih diperbolehkan dalam keadaan tertentu. Ulama fikih dalam merumuskan produk hukum tersebut berkaca pada peristiwa sejarah yaitu ketika era Khalifah Usman bin Affan RA.
Dahulu Khalifah Usman bin Affan pernah mengumpulkan mushaf-mushaf Al-Qur’an yang ada di luar kota Madinah lalu membakarnya.
Alasan dibakarnya semua mushaf kecuali satu mushaf yang bertuliskan Rasm Usmani dikarenakan banyak perbedaan penulisan mushaf Al-Qur’an pada saat itu.
Sehingga menyebabkan banyak perdebatan antar satu kelompok dengan kelompok lain, tak jarang terjadi pertengkaran karena semua menganggap penulisan mushafnya paling benar.
Oleh sebab itu, agar tidak timbul masalah lebih besar, Khalifah Usman berinisiatif membakar semua mushaf Al-Qur’an dan menyisahkan satu mushaf untuk dijadikan patokan utama penulisan mushaf Al-Qur’an.
Dari kejadian di atas para ulama fikih akhirnya merumuskan bahwa pembakaran Al-Qur’an menurut fikih dibolehkan, dengan syarat memiliki tujuan yang baik seperti meredakan konflik.
Seperti contoh dalam hukum fikih ketika mushaf itu terkena air kemudian menyebabkan tulisan tersebut tidak bisa dibaca lagi yang akhirnya membuat mushaf ini terlantar dan tidak dibaca.
Berkaca dari peristiwa Khalifah Usman, para ulama fikih memperbolehkan membakar mushaf selagi memang memiliki tujuan-tujuan yang baik.
Baca Juga: Bolehkah Mencium Al-Qur’an?
Namun, jika membakar mushaf tersebut tidak memiliki tujuan yang baik atau hanya untuk main-main saja, bahkan untuk melecehkan simbol agama maka tidak di perbolehkan.
Seperti aksi demonstrasi di Kota Stockholm pada Sabtu (21/1/2023) lalu yang sempat menjadi perbincangan hangat di dunia Internasional pasalnya aksi ini diwarnai dengan pembakaran mushaf kitab suci Al-Qur’an.
Aksi tersebut dipimpin Rasmus Paludan, seorang politisi anti-imigran dan juga pemimpin partai Stram kurs (garis keras) sayap kanan Denmark.
Ia melakukan aksi gila dengan membakar mushaf Al-Qur’an di dekat kantor Kedutaan Turki di Stockholm saat aksi demonstrasi berlangsung.
Aksinya ini bermotifkan untuk mengekspresikan kebebasan berpendapat (freedom of spech), tetapi aksi Rasmus ini sangat jauh dari motif yang ia utarakan. Justru tindakan yang ia lakukan mengarah ke penistaan simbol-simbol agama.
Perbedaan Pendapat dalam Hukum Membakar Mushaf Al-Qur’an
Imam Zarkasyi berpendapat bahwa hukum membakar mushaf itu makruh, seperti ketika membakar Al-Qur’an lalu sisa bakarannya dicampurkan ke air dan meminumnya dengan niat untuk tabarukan, mengharap berkah. Ulama lain mengatakan bahwa membakar mushaf itu haram.
Namun, dalam perbedaan dua pendapat hukum membakar mushaf di atas, keduanya memiliki titik temu yaitu sepakat bahwa jika membakar mushaf itu bermotif main-main atau bahkan melecehkan simbol agama maka tidak diperbolehkan secara mutlak.
Oleh: Badar Alam Najib