Sosok KH. Dr. Miftahurrohim Syarkun MA merupakan salah satu tokoh yang punya jasa dan kontribusi besar bagi berdirinya PCINU Malaysia. Setelah berhasil memujudkan kebesaran NU di negeri Jiran, Malaysia kemudian hari ia balik ke Tebuireng. Beliau secara ikhlas dan tulus memenuhi panggilan Gus Sholah yang sedang berjuang membesarkan Pesantren Tebuireng. Di Pesantren Tebuireng beliau menjadi pengajar di Universitas Hasyim Asy’ari dan mendudukji jabatan Warek III, serta menangani Pusat Kajian Hasyim Asy’ari Tebuireng, lembaga yang didirikan Gus Sholah.
Pak Miftah Syarkun merupakan seorang santri sejati. Beliau sangat patuh dan hormat kepada Kiainya. Beliau tinggalkan karirnya di negeri Jiran, Malaysia yang sungguh merupakan pencapaian yang luar biasa di usianya yang masih muda. Gajinya mengajar dan segala fasilitas yang diberikan kepadanya selama di Malaysia jelas jauh berbeda dibandingkan di Indonesia, Jombang, Tebuireng. Konon, segala apa yang didapat di Malaysia juga pernah tidak dinikmati sendiri. Beliau sangat loman kepada teman-temannya dan kader-kader muda NU. Beliau benar-benar menjadi tempat berlindung dan pelayan bagi kader muda nahdliyin khususnya.
Gus Sholah merupakan salah seorang kiai yang berhasil menjadikan alasan terkuat bagi pak Miftah untuk kembali ke Tebuireng. Untuk mengembangkan Tebuireng Gus Sholah memang membutuhkan intelektual muda seperti pak Miftah. Tidak ada yang meragukan akan intelektualitas dan kealiman Pak Miftah. Selain hafal al-Qur’an, menguasai Fikih dan Ushul Fikih juga pengalaman perjuangannya di lapangan. Tak kalah penting adalah sikap keikhlasannya untuk ikut membersamai perjuangan bersama kiainya untuk membesarkan almamaternya.
Pak Miftah merupakan ulama muda kelahiran 11 Juni 1965. Beliau merupakan putra keenam dari sembilan bersaudara dari pasangan M. Syarkun dan Askoning. Masa kecil Pak Miftah dihabiskan di desa Nelayan Kecil, Paloh, Paciran, Lamongan, Indonesia.
Pendidikan dasarnya ditempuh di Madrasah Islamiyyah Ibtidayiyah Paloh, Paciran, Lamongan(1980). Selanjutnya melanjutkan pendidikannya di Madrasah Tarbiyatul Wathon, Campurjo, Panceng, Gresik(1983). Setelah tamat melanjutkan di Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi’iyah Tebuireng 1986 lanjut menghafalkan Al Qur’an 30 Juz di Madrasatul Qur’an Tebuireng(1988).
Gelar sarjananya diraih di Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng, Jombang (1944). Melanjutkan studinya di Program Studi S2 Jurusan Syariah di National University Of Malaysia(2001). Kemudian melanjutkan S3, beliau mengambil Studi Post Doktoral Pusat Kajian Pengurusan Pembangunan Islam (ISDEV) Universiti Sains, Malaysia, (2009). Tahun belakangan ini beliau juga sedang mempersiapkan diri untuk meraih gelar Profesor.
Pak Miftah juga seorang Hafidz. Pada tahun 1989 mengikuti lomba Musabaqah Hifdzi Al-Qur’an Wa Tafsir Al-Qur’an di Provinsi Jawa Timur dan meraih peringkat dua. Berada di posisi kedua nampaknya belum membuatnya puas. Selanjutnya ia mencoba lagi pada Musabaqah Hifdzi Al-Qur’an Wa Tafsir Al-Qur’an di Palembang tahun 1983 namun tetap ia menduduki peringkat kedua. Barulah saat ajang yang sama di Provinsi Batam, Kepulauan Riau tahun 1996 beliau berhasil naik di peringkat pertama.
Pak Miftah secara keilmuan menonjol di bidang fikih dan Ushul Fikih. Beliau juga sangat gandrung dengan sosok Imam Hanafi. Di Pascasarjana Universitas Hasyim Asy’ari beliau mengampu mata kuliah Filsafat Hukum Keluarga Islam dan Ushul Fiqh. Selain sibuk mengajar beliau juga aktif dalam berbagai kegiatan ilmiah. Meski demikian, beliau sebenarnya juga menguasai ilmu tafsir dan tasawuf. Beliau juga mengajar kitab Ihya Ulumiddin di kalangan para mahasiswa.
Menurut Kiai Miftah, tasawuf bukanlah satu ilmu yang bisa dipelajari melalui buku atau pembacaan seperti kebanyakan ilmu, tetapi ia lebih dapat didalami dan dialami melalui pengalaman rasa. Penghayatan rasa hanya dapat didapatkan melalui latihan pendidikan kerohanian secara sungguh-sungguh tersusun dan berkelanjutan. Jiwa manusia menjadi bersih dan dengan kemurnian hati inilah dapat menyingkapkan hijab antara dirinya dengan Tuhan.
Salah satu kata mutiara Imam Al Ghazali yang beliau jadikan pegangan adalah, “Manusia seluruhnya rusak kecuali yang alim. Orang yang alim akan rusak kecuali yang beramal dengan ilmunya. Orang yang beramal akan rusak kecuali yang ikhlas. Dan orang yang ikhlas itu di atas bahaya besar.”
Pak Miftah dengan segala kelebihan dan kekurangannya memang dikelilingi banyak anak muda. Tak sedikit yang mengidolakannya. Ide dan gagasannya melimpah. Bacaan beliau sangat luas. Selain raja membaca juga rajin menulis. Pak Miftah sangat menyukai anak-anak muda yang kritis, dan mau diajak maju. Bahkan, tak jarang mengajak anak muda untuk menemaninya makan dan bersilaturahim dengan para tokoh terkemuka.
Oleh, Ahmad Faozan, Pustaka Tebuireng