tebuireng.co – Nikah massal dan perjodohan ala KH Moch Djamaluddin Ahmad menarik karena salah satu keistimewaan tokoh asal Pesantren Bahrul Ulum ini. Kiai Djamal adalah ahli dalam menjodohkan, baik santrinya sendiri (termasuk alumni), jama’ah, bahkan orang lain sekalipun.
Keahlian Kiai Djamaluddin tentang hal ini sudah sangat masyhur, tak terhitung lagi berapa pasang pengantin hasil campur tangannya. Saya tahu sendiri betapa banyak orang tua yang “nitip foto dan profil anaknya” agar dicarikan pasangan, bahkan dari kalangan tokoh masyarakat pun juga banyak.
Kiai Djamal menyimpan rapi “dokumen” tersebut dalam sebuah kotak. Alasan Kiai Djamal mencarikan jodoh untuk santri dan masyarakat umum yaitu:
“Lapo to kok tak golek-golekno, mergo aku iku khawatir, arek saiki lek dolek bojo cuma delok ayune, gak delok agomone, nasab e, akhlak e. Rabi cuma nuruti nafsu. Trus sok koyok opo anak e?”.
(Kenapa saya carikan cari-carikan pasangan, sebab saya itu hawatir, anak sekarang mencari istri hanya mempertimbangkan kecantikannya, tidak melihat agamanya, nasabnya dan akhlaknya. Nikah hanya menuruti hawa nafsu. Besok anaknya kayak apa?)
Saya tidak bisa berkata-kata saat mendengar dawuh ini. Hati Abah Kiai Djamal ini terbuat dari apa, betapa besar kasih sayangnya pada santri dan jama’ahnya, sampai ikut memikirkan masa depan mereka, seakan-akan mereka anak kandung Kiai Djamaluddin sendiri.
Apakah Abah Kiai Djamaluddin Ahmad memaksakan kehendak? Harus mau, harus nurut?
Berdasar pengalaman saya dan sebagian teman, ternyata Kiai Djamaluddin sangat demokratis. Ia menawarkan seorang gadis, menjelaskan detail pendidikan, usia, latar belakang keluarga, sampai kriteria calon menantu yang diidam-idamkan oleh orang tuanya.
Jika yang ditawarkan mengiyakan, maka Kiai Djamal akan menjadwalkan pertemuan keluarga yang ditawarkan dan keluarga si gadis, bertemu di Ndalem Kiai Djamaluddin.
Hasil pertemuan keluarga inilah nanti yang membuahkan keputusan, iya atau tidaknya. Posisi Kiai Djamaluddin, sebagai fasilitator dan mengarahkan. Tentu tidak semua sama prosesnya, karena urusan satu ini memang gampang-gampang susah.
Taat kiai dalam urusan pasangan hidup ini sungguh berat, betapa banyak santri (alumni) atau jama’ah yang terlihat sangat taat, tapi akan “menawar” bahkan “menolak” saat dicarikan pasangan, dan saya termasuk salah satunya.
Saya ingat benar saat menjelang Rojabiyyah, Kiai Djamaluddin di depan Ndalem Al-Muhibbin, saya matur Kiai Djamal, meminta istikhoroh seorang gadis pilihan hati saya, sambil tersenyum Kiai Djamal bertanya nama lengkap saya dan gadis tersebut.
Kiai Djamal lalu menghitung menggunakan rumus:
سُرُوْرٌ وَحُزْنٌ وَاجْتِمَاعٌ وَفُرْقَةٌ * وَيُسْرٌ وَعُسْرٌ ثُمَّ سَقْمٌ وَعَافِيَة
“Ketemune 8, ‘afiyah, insyaAlloh apik”.
Betapa leganya hati ini, melihat Kiai Djamal tersenyum. Tidak ada guratan marah sama sekali di wajahnya, saya yang tertunduk malu semalu-malunya karena selalu berkelit saat ditawari calon oleh Kiai Djamaluddin.
Tidak ada kata dari Kiai Djamaluddin “Pantes tak tawani moh, tibak e wes duwe” atau yang lainnya, senyum, ya hanya senyum, senyum seorang kiai yang punya hati seluas samudra melihat tingkah santrinya yang tidak taat pada arahannya.
Beberapa tahun diamanati menjadi panitia Rojabiyyah, saya jadi tahu berbagai model santri (alumni) ataupun jama’ah saat ditawari calon oleh Abah Kiai Djamaluddin, ada yang langsung mau, ada yang berkelit, mencari sendiri kemudian sowan minta istikhoroh.
Ada yang ketika sudah dapat calon, sowan minta Kiai Djamaluddin yang mengakadi. Ada yang sowan sendiri, ada yang sowan langsung membawa orang tua, dan berbagai model lainnya.
Tidak hanya mencarikan jodoh, KH M Djamaluddin juga menyediakan nikah massal untuk santri dan masyarakat umum setiap tahunnya.
Prosesi nikah massal jadi salah satu agenda penting dalam peringatan Rojabiyyah di Bumi Damai Al-Muhibbin Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.
Acara ini terkesan unik, sebab dilaksanakan satu paket dengan “Tahlil Akbar” dan “Pangajian Umum”. Jumlahnya pun tidak tanggung-tanggung, 44 pasang pengantin!
Sebenarnya masih ada saja yang mendaftar untuk ikut, tapi apa daya, pangggung sepanjang 30 meter, tak bisa lagi menampung lebih dari 44 pasang pengantin.
Inilah yang menjadikan pangguh acara Rojabiyyah terasa hidup, sebab dihiasi dengan 44 pengantin (88 orang). Nikah massal dalam Rojabiyyah hanya perayaaan atau resepsi saja, bukan mengesahkan pasangan yang dulu nikah sirri agar punya buku nikah, sebagaimana acara nikah massal di beberapa tempat lain.
Karenanya, pasangan pengantin yang ingin ikut nikah massal Rojabiyyah harus meyerahkan fotocopy surat nikah, sebagai bukti bahwa mereka sudah sah menjadi pasangan suami istri.
Hal yang paling ditunggu oleh hadirin dalam nikah massal adalah arak-arakan pengantin yang mirip carnaval. Dimulai dari Ndalem sebelah utara miliki Abah Kiai Moch Djamaluddin Ahmad (saat ini menjadi Ndalem KH Dr Abdul Kholik Hasan).
Setelah prosesi pemberangkatan, peserta pengantin massal berjalan ke depan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Bahrul Ulum, kemudian naik kereta kelinci (pernah juga pakai Becak, 44 becak!) menuju ke panggung utama, yakni Bumi Damai Al-Muhibbin.
Sesampainya di gang masuk pondok, satu persatu pasangan pangantin turun, berbaris rapi berdasarkan nomor urut yang telah ditentukan oleh panitia. Selanjutnya, diiringi tim hadrah, mereka berjalan pelan menuju lokasi sungkem, di depan Ndalem Al-Muhibbin.
Sungkeman, inilah momentum yang paling syahdu, sesuai urutan dan komando pembawa acara, setiap pasang pengantin maju bersimpuh di hadapan Romo Kiai Moch Djamaluddin Achmad (pengantin putra) dan Bu Nyai (pengantin putri), yang didampingi semua putra-putri dan menantu.
Bersimpuh di hadapan murobbi, mencium tangan yang penuh berkah, menenggelamkan wajah di dipangkuannya. Di saat yang sama, sang murobbi merapal doa-doa kebaikan sambil memegang pundak pengantin putra dengan tangan kirinya.
Sungguh nikmat yang tiada tara, serasa Kiai Djamal memperlakukan para pengantin seperti anak kandungnya. Duhai, andai tidak ada antrian panjang di belakang, dan tidak dibatasi waktu oleh panitia, saya yakin semua pasangan ingin berlama-lama menenggelamkan wajah di pangkuan murobbi dan mencium sepuasnya tangan mulia itu.
Selesai sungkem, peserta nikah massal diarak naik ke Panggung. 44 Pasang pengantin duduk rapi menjadi dua sap, sungguh pemandangan yang indah. Panggung Rojabiyyah benar-benar unik dan terasa hidup, sebab diisi oleh 44 pasang pengantin (88 orang).
Setelah semua pasang pengantin duduk di panggung, acara pengajian umum dimulai. Diawali dengan pembukaan, pembacaan ayat suci Al-Qur’an, tahlil akbar, kemudian ceramah pengantin oleh Romo Kiai Chusaini Ilyas, Mojokerto dan ditutup dengan do’a oleh para masyayikh yang hadir.
Menerima nasehat dari Kiai Sepuh, mendapat do’a dari para masyayikh yang diamini oleh 20 ribuan hadirin, sungguh nikmat yang luar biasa.
Penulis: Miftahul Ulum