tebuireng.co – Nikah kontrak atas dasar kebutuhan nafsu birahi, pekerjaan, atau alasan lain boleh kah? Ternyata nikah kontrak atau yang disebut dengan nikah mut’ah pernah diperbolehkan pada masa awal perkembangan Islam.
Uniknya, hadis yang membolehkan dan melarang nikah mut’ah tercantum di Sahih Muslim. Dua hadis ini jadi kajian banyak ulama dalam memandang nikah mut’ah.
Pada masa nikah mut’ah dibolehkan, agama Islam masih dalam masa transisi, masa peralihan dari zaman Jahiliah. Hadis Nabi Muhammad lewat riwayat Muslim (2493) yang menjelaskan tentang adanya hukum kebolehan nikah mut’ah sebagai berikut:
“Apakah sebaiknya kita mengebiri kemaluan kita?” Rasulullah melarang kami berbuat demikian, dan memberikan keringanan pada kami untuk menikahi perempuan sampai pada batas waktu tertentu dengan mas kawin pakaian. Kemudian Abdullah bin Mas’ud membaca ayat, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Ma`idah; 87).
Ketika itu, Nabi Muhammad Saw membolehkan nikah mut’ah dengan alasan pemenuhan nafsu birahi umat Islam yang berperang jauh dari istri dan budaknya, dikhawatirkan tidak dapat terpenuhi.
Apabila itu terjadi, semangat mereka untuk berperang melawan kaum kafir akan berkurang dan bisa mengakibatkan kekalahan bagi pihak umat Islam. Maka nikah mut’ahpun menjadi solusinya.
Baca Juga: Ijazah Agar Segera Punya Rumah
Kemudian hukum tersebut telah dihapus (nasakh) oleh hadis riwayat Muslim tentang pelarangan nikah mut’ah. Sebagaimana sabda Rasulullah:
“Ketahuilah, bahwa (nikah mut’ah) adalah haram mulai hari ini sampai hari kiamat, siapa yang telah memberi sesuatu kepada perempuan yang dinikahinya secara mut’ah, janganlah mengambilnya kembali.” (HR. Muslim: 2509)
Nikah mut’ah merupakan jenis perkawinan kontrak atau perkawinan perjanjian peninggalan tradisi masyarakat jahiliyah. Sekalipun pernah diperbolehkan pada zaman Rasulullah tapi hukum tersebut sudah dihapuskan menjadi haram.

Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) berfatwa, tentang nikah mut’ah Nomor Kep-B- 679/MUI/XI/1997, menyatakan bahwa nikah mut’ah haram hukumnya, sebagai berikut:
1. Nikah mut`ah hukumnya adalah haram.
2. Pelaku nikah mut`ah harus dihadapkan ke pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan bila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan pembetulan sebagaimana mestinya.
Dengan argumentasi di atas, tujuan apapun nikah mut’ah atau nikah kontrak sama sekali tidak diperbolehkan bahkan diharamkan.
Wallohu a’lam bishshowab
Oleh: Asti Maharni