Ngaji pasaran merupakan tradisi ngaji kitab di Pesantren Tebuireng yang dilakukan setiap bulan Ramadan. Tradisi ini dilakukan dengan mengkaji berbagai macam kitab hingga khatam dan memberikan kebebasan kepada para santri untuk memilih kitab yang ingin dipelajari sesuai minatnya masing-masing.
Biasanya, pesantren akan menyediakan berbagai pilihan kitab dengan para pengajar (qori’) yang sesuai dengan bidang keilmuannya. Ngaji pasaran ini berlangsung selama lima waktu setiap selesai shalat fardu dan wajib diikuti oleh seluruh santri.
Diantara kitab-kitab yang dikaji juga termasuk kitab karya Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari seperti kitab At-Tanbihatul Wajibat Li Man Yasna’ Al-Maulid Bil Munkarot, Adabul Aim wal Mutaalim, At-Tibyan Fin Nahyi An-Muqothoatil Arham dan beberapa lainnya.
Menariknya, di Ramadan tahun ini, juga dikaji kitab Majmu’ Rosail yang dikaji oleh setiap masing-masing pembina kamar setiap selesai shalat maghrib. Kitab ini merupakan kumpulan khutbah fatwa Hadratussyaikh.
Sebelum memulai pengajian Majmu’, para pembina dan pengurus santri juga mendapatkan ijazah sambung sanad langsung dari KH Abdul Hakim Mahfudz.
Di tahun ini, Pesantren Tebuireng juga menyelenggarakan pengajian kitab Shahih Bukhari yang sudah menjadi tradisi yang melekat di Pesantren Tebuireng sejak zaman Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari.
Dalam kitabnya yang berjudul Fadhilah wa Syaraf Ahl al-Hadith dijelaskan bahwa diantara keutamaan Shahih Bukhari sebagaimana perkataan Imam Adz-Dzahabi dalam Tarikhul Islam yang dikutip oleh Hadratussyaikh:
لو رحل الشخص لسماعه من ألف فَرْسخ لَمَا ضاعت رحلتهُ
Artinya: “Seandainya seseorang menempuh perjalanan 1000 farsakh untuk mendengarkannya (Shahih Bukhori), maka perjalanannya tidak akan sia-sia.”
Pengajian ini dibuka untuk umum dan dilakukan secara daring maupun luring. Baik santri ataupun masyarakat sekitar diperbolehkan mengikuti pengajian tersebut.
Tradisi pengajian Shahih Bukhari ini terus dilestarikan di setiap generasi untuk menjaga keaslian sanad yang bersambung hingga Rasulullah Saw melalui Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari.
Hal ini juga menjadi simbol atau ciri khas Hadratussyaikh yang dikenal sebagai ulama yang ahli di bidang ilmu hadis.
Di Pondok Putri Pesantren Tebuireng, tradisi ngaji di bulan Ramadan ini memiliki sedikit perbedaan. Santri putri hanya diwajibkan ngaji empat kali dalam sehari setiap selesai shalat fardu, kecuali maghrib.
Hal ini karena waktu maghrib yang cukup singkat dan lebih kondusif untuk digunakan sebagai waktu tadarus Al-Qur’an bersama di masjid.
Ngaji pasaran di Pesantren Tebuireng bukan hanya sekadar rutinitas tahunan, tetapi menjadi bagian dari upaya mempertahankan tradisi keilmuan Islam yang telah diwariskan oleh para ulama terdahulu.
Melalui pengajian kitab-kitab klasik dan hadis, para santri serta masyarakat luas dapat terus memperdalam pemahaman agama dan menghidupkan semangat keilmuan di bulan Ramadan.
Penulis: Thowiroh
Editor: Ikhsan Nur Ramadan
Baca juga: Memperbanyak Mengaji, Cara Menyambut Ramadan Ala Gus Baha