Salah satu pesantren di Cilacap yang sampai sekarang masih menyisipkan nilai kesenian dalam mengaji adalah Pesantren Cigaru atau tepatnya Pondok Pesantren Pembangunan Miftahul huda. Pesantren ini lebih dikenal dengan sebutan Pesantren Cigaru karena letaknya di Dusun Cigaru, Desa Cibeunying, Majenang, Cilacap.
Berawal dari tahun 1910, seorang santri kelana bernama Abdul Madjid atas perintah Karmanom -lurah Cibeunying waktu itu, beliau mendirikan masjid yang sekarang dinamai Masjid Karmal Madjid (gabungan dari nama Karmanom dan Abdul Madjid) dan sebuah pesantren yang kelak akan diteruskan oleh menantunya, KH Sufyan Tsauri.
Hingga tahun 1920, Pesantren Cigaru sudah masyhur di masyarakat dan telah memiliki ribuan santri. Oleh karena masa perintisan sejak masa pra-kemerdekaan, santri dan masayikh Pesantren Cigaru kerap kali ikut beperang melawan Belanda. Bahkan ketika KH Sufyan Tsauri sedang sakit, beliau tetap ikut berperang meski harus ditandu santri-santrinya. Masa perkembangannya, Pesantren Cigaru pernah kehilangan para santri karena KH Sufyan Tsauri wafat sedang pemimpin baru belum ada.
Mengingat sudah lamanya Pesantren Cigaru berdiri, sudah banyak perubahan dari awal pendirian. Segi fisik, misal Masjid Karmal Madjid yang dulu sangat sederhana sekarang sudah dua lantai dengan arsitektur yang menawan. Atau dari kelengkapan lembaga pendidikan formal. Dulu sebatas MI dan MTs sekarang di bawah Yayasan KH Sufyan Tsauri sudah lengkap dari RA sampai perguruan tinggi. Menariknya, semakin bertambahnya usia pesantren, semakin menunjukkan eksistensinya menjaga kesenian yang sejak dulu sudah ada dan bahkan sekarang terus menggeliat dinamis mengikuti zaman. Kesenian yang dari dulu disisipkan adalah salah satunya kebiasaan KH Munaji Abdul Qohar yang mengawali ngaji bandongannya dengan tembang-tembang Jawa. Beliau melantunkan lalu menjelaskan maknanya secara gamblang kepada para santri sehingga para santri tidak kehilangan budaya Jawanya meskipun mengaji agama.
Sifat beliau yang menyukai seni rupanya menurun pada putranya, Gus Faishol Mufid atau sering disapa Gus Faisal Kamandobat (Gus Icol) yang semakin getol memasukkan nilai seni dalam pesantren. Menurutnya, nilainilai kesenian dan budaya perlu dimasukkan ke dalam pesantren untuk membentuk santri yang beragama dan berbudaya. Hasil dari pemikiran ini nampaknya sudah direalisasikan, beberapa di antaranya adalah pelaksanaan Pekan Budaya Cigaru Sedina Dadi Wayang yang sudah diselenggarakan secara rutin dua tahun sekali.
Acaranya meliputi pertunjukan wayang kontemporer, seminar pelatihan menulis, seminar pelatihan membatik, dan bedah buku. Selain itu, para santri diajak untuk mengenal budaya dengan cara pawai mengenakan pakaian tradisional seperti busana wayang yang dibuat sendiri yang tentunya membangun kreativitas. Bahkan tempo dulu, Gus Icol bersama para santri dan siswa di Majenang dibantu dengan rekan-rekannya berhasil membuat karya pertunjukan wayang kontemporer yang ditampilkan di Negeri Kincir Angin/Belanda dengan cerita yang diambil dari kehidupan para santri.
Pencapaian lainnya adalah terbitnya satu buku yang berisi karya tulis para santri meliputi puisi, cerpen, dan esai serta rilisnya situs Cigaru.id yang isinya tulisan para santri. Pada akhirnya, sekarang Gus Icol sekarang sedang membangun pesantren di Karang Gedang, Salebu, Majenang yang nantinya dijadikan pondok budaya setelah sebelumnya menyelesaikan rumah sekaligus menjadi sanggar yang dinamai Sanggar Matur Nuwun.
Jadi, para santri yang mondok di Pesantren Cigaru, selain mendapat ilmu agama dan ilmu formal mereka juga mendapatkan ilmu seni dan budaya di mana di dalamnya terdapat warisan nusantara dan adab yang luhur. Untuk bisa lebih mengenal pesantren ini bisa dilihat di akun media sosial:
Instagram: @santricigaru
Wallahu a’lam bis sowab.
Oleh: Rindi Andriansah (Santri Putri Selatan Ponpes Cigaru)