Humor berlaku bagi manusia normal, untuk menghibur karena hiburan merupakan kebutuhan mutlak bagi manusia untuk ketahanan diri dalam proses pertahanan hidupnya (Widjaja, 1993). Dengan demikian, keberadaan humor sebagai sarana hiburan sangat penting.
Humor dapat tampil mantap sebagai penyegar pikiran dan sekaligus sebagai penyejuk batin, dan penyalur uneg-uneg (Pramono, 1983). Humor dapat juga memberikan suatu wawasan yang arif sambil tampil menghibur. Humor dapat pula menyampaikan siratan menyindir atau suatu kritikan yang bernuansa tawa. Humor juga sebagai sarana persuasi untuk mempermudah masuknya informasi atau pesan yang ingin di sampaikan sebagai sesuatu yang serius dan formal (Gauter, 1988).
Dengan mengerti dan menyadari hal-hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa humor memiliki suatu potensi penting.
Humor dapat dijadikan bahan untuk dikaji sebagai semacam ilmu. Semakin kritis suatu masyarakat, semakin tinggi pula permintaan mereka akan humor (Hassan, 1981). Dimensi keseriusan humor tampak pada penekanan syarat intelektual bagi pelaku atau penikmatnya (Manser, 1989).
Sejarah Humor
Humor mungkin sudah ada sejak manusia mengenal bahasa, atau bahkan lebih tua. Humor sebagai salah satu sumber rasa gembira, mungkin, sudah menyatu dengan kelahiran manusia. Jenis humor menurut Arwah Setiawan (1988) dapat dibedakan menurut kriterium bentuk ekspresi. Sebagai bentuk ekspresi dalam kehidupan kita.
Humor terbagi menjadi tiga jenis yakni ;
- humor personal, yaitu kecenderungan tertawa pada diri kita, misalnya bila kita melihat sebatang pohon yang bentuknya mirip orang sedang buang air besar;
- humor dalam pergaulan, misalnya senda gurau di antara teman, kelucuan yang terselip dalam pidato atau ceramah di depan umum;
- humor dalam kesenian, atau seni humor.
Jaya Suprana mengatakan bahwa dalam situasi yang tidak tepat, humor bukan sesuatu yang lucu. Bahkan humor belum tentu menyebabkan orang tertawa, misalnya humor seks. Bagi sebagian orang yang puritan, humor jenis itu mereka anggap tabu dan kampungan sehingga tidak lucu dan tidak menyebabkan tertawa bagi mereka. Humor menjadi kurang ajar bila menggunakan kondisi fisik orang sebagai objek. Humor yang baik adalah humor yang bisa membawa atau menuju kepada kebaikan.
Beberapa fungsi humor yang sejak dulu sudah dikenal masyarakat kita antara lain, fungsi pembijaksanaan orang dan penyegaran, yang membuat orang mampu memusatkan perhatian untuk waktu yang lama. Fungsi itu dapat kita amati di dalam pertunjukan wayang, di mana punakawan muncul untuk menyegarkan suasana. Humor punakawan biasanya mendidik serta membijaksanakan orang (Hendarto, 1990).
Dari keterangan tersebut, dapatlah dijelaskan bahwa penyaluran ketegangan lewat humor sangat positif karena membawa kesejahteraan jiwa. Jika semua perasaan tidak puas dan ketegangan yang dialami tidak disalurkan, akan membawa bencana, tidak hanya bagi yang memendam, tetapi juga untuk orang lain atau masyarakat sekitarnya.
Humor dapat ditemukan hampir di semua lapisan masyarakat. Doyin (2006) menjelaskan bahwa berdasarkan penelitiannya humor dapat diklasifikasikan berdasarkan segmentasinya. Ada humor untuk kalangan mahasiswa, pesantren, pasangan suami istri, pejabat, dan sebagainya.
Humor adalah Hiburan
Kini humor bertebaran melalui media sosial baik dalam bentuk tulisan, visual, audio visual. Namun sangat disayangkan, residu politik yang berujung pada pertikaian, membuat orang melontarkan humor secara berlebihan seperti humor yang merendahkan orang lain. Di sisi lain, respon terhadap humor juga terkadang berlebihan. Ada orang yang sengaja salah dalam memahami humor agar yang menyampaikan humor tersebut bisa dilaporkan ke polisi dengan alasan melakukan penghinaan.
Di kalangan Nahdliyin, humor masih menjadi ciri khas. Para penceramah pun dituntut untuk mampu membuat humor agar bisa menghibur. Bahkan, Gus Baha sering sekali melontarkan humor saat pengajian. Sama halnya dengan Gus Dur, Gus Mus, Gus Muwafiq dan kiai-kiai lain. Mereka, selain mendalami ilmu agama dengan baik juga mampu menyampaikan humor sebagai hiburan bagi pendengar.
Memang ada beberapa orang yang sengaja merendahkan orang lain dengan cara mengejek yang mengandung unsur humor sehingga orang atau lembaga yang diejek menjadi bahan olok-olokan dan dihina sehingga meruntuhkan legitimasi, mempermalukan dan boleh jadi menghancurkan karir seseorang. Humor yang bertujuan demikian tidak diperbolehkan, bahkan harus dihindari karena sudah keluar dari rel humor. Bukan hiburan lagi yang dicari melainkan kepuasan batin untuk menghina lawan.
Darurat Humor
Humor hendaknya dilakukan di waktu yang tepat dan bisa disaksikan oleh orang yang tepat. Adanya UU ITE bisajadi malapetaka bagi pelontar humor sebab bagi orang yang tak suka, humor yang seharusnya bisa jadi kritik dan bahan introspeksi bisa dianggap sebagai hinaan.
Tempo hari, ada orang yang diperiksa oleh polisi karena ada orang yang melontarkan humor Gus Dur mengenai polisi yang jujur. Humor yang disampaikan Gus Dur sebetulnya bertujuan agar pendengar, khususnya polisi mau interospeksi diri. Orang sekelas Gus Dur tak mungkin hanya bercanda. Sudah pasti ada maksud tersembunyi yang tak disampaikan secara verbal.
Bayangkan saja, Gus Dur bilang hanya ada tiga polisi jujur yakni Patung Polisi, Polisi tidur dan Jenderal Hoegeng. Jika hanya ada tiga orang saja, lalu bagaimana dengan polisi lain? Apakah selainnya tidak jujur?
Jika saja candaan yang mengandung kritik dianggap menghina, berapa banyak orang yang bisa ditangkap? Sementara yang dikritik tak melakukan muhasabah. Singkatnya, orang harus bijak dan bersikap dewasa dalam menghadapi humor. Tidak gampang marah apalagi sampai melaporkan ke polisi.
Akhir kata, tak semua orang pandai menyampaikan humor dan tak semua humor murni untuk menghibur. Oleh karenanya, perlu menata niat sebelum berkata-kata. Dalam hal ini perlu kiranya untuk meneladani ulama-ulama yang pandai melontarkan humor tanpa harus merendahkan orang lain. Bahkan oleh para ulama, humor dijadikan sebagai sarana untuk bersyukur kepada Allah karena bisa menimbulkan tawa. Meskipun harus menertawakan diri sendiri.
Oleh : Rizal Mubit
*Penulis buku, Pengajar di Institut Keislaman Faqih Manyar Gresik, dan peneliti di Farabi Institute.