tebuireng.co – Musik yang digemari Gus Dur adalah musik klasik. Banyak yang tidak tahu bahwa Gus Dur adalah penggemar berat musik klasik. Menurut Hasyim Wahid (Adik bungsu Gus Dur) kakaknya itu sangat menyukai Beethoven dan Mozart.
Gus Dur menyimpan dan mengoleksi banyak kaset dan CD musik klasik, wayang dan musik-musik yang lain baik Barat maupun Indonesia. Gus Dur pernah meminta Twilite Orchestra & Chorus pimpinan Addie MS membawakan lagu Symphony No 9 karya Ludwig van Beethoven.
“Gus Dur selalu marah jika kehilangan dua maha karya (Magnum Opus) musik klasik kegemarannya, simfoni nomor 9 Beethoven dan simfoni nomor 4 Mozart,” ujar Hasyim Wahid dalam buku Gus Dur Ku, Gus Dur Anda & Gus Dur Kita.
Pada tahun 2003 Gus Dur pernah diwawancarai oleh Radio Inggris, BBC World Service. Ketika ditanya lagu apa yang menjadi favoritnya, Gus Dur spontan menjawab lagu Me And Bobby McGee. Wow!
Si wartawan langsung terkejut dan bertanya apakah Gus Dur tahu profil penyanyi lagu tersebut dan makna dari lagu itu? Gus Dur ternyata mengetahui profil penyayi lagu favoritnya itu yang tak lain adalah Janis Joplin yang tewas karena overdosis
Sementara lirik lagu itu menceritakan tentang seorang perempuan hippies yang mengikuti perjalanan bersama seorang masinis selama 3 hari melintasi Amerika dan melakukan hubungan tanpa pernikahan
Musik yang digemari Gus Dur lainnya adalah sebuah lagu tarling berjudul Remang Remang yang dinyanyikan oleh Diana Sastra. Tarling adalah musik yang populer di wilayah pantura terutama Jawa Barat, Indramayu dan Cirebon.
Nama tarling diidentikkan dengan instrumen itar (gitar) dan suling (seruling) dan istilah yen wis mlatar gage eling (andai banyak berdosa segera bertaubat). Gus Dur mendengar lagu ini pertama kali di radio dalam sebuah perjalanan, ketika lagu itu belum selesai sudah dipotong iklan oleh penyiarnya.
Lalu Gus Dur menyuruh ajudannya untuk menelpon radio tersebut dan memintanya untuk memutar ulang lagu Remang Remang kembali. Lagu ini bercerita tentang para perempuan yang karena faktor tertentu harus rela berkerja di dunia malam
“Cerita dari kedua lirik lagu tersebut jelas melanggar ajaran agama, tapi bagi saya yang penting nadanya enak,” ujar Gus Dur.
Selain musik-musik klasik Barat, Gus Dur juga menyukai lagu-lagu Ummi Kaltsum, penyanyi legendaris dari Mesir yang dijuluki “Kaukab al-Syarq” (Bintang Timur). Banyak lagunya yang bagus dan indah.
Ketika belajar di Kairo Gus Dur (dan Gus Mus) sering mendengarkan alunan merdu Ummi Kaltsum ini. Di sana ada stasiun radio yang khusus memutar lagu-lagunya sepanjang hari, sejak wafatnya sampai hari ini.
Beberapa lagunya yang sering disebut adalah “Amal Hayati” (harapan hidupku), “Al-Athlal”, (puing-puing), “Wulidal Huda” (kelahiran Sang Cahaya), dan “Rabi’ah al-‘Adawiyah”, sang sufi agung perempuan, dan lain-lain. Lagu “Amal Hayati”, bercerita tentang mabuk cinta kekasih.
Salah satu liriknya mengatakan: “Cintamu, duhai kekasih, memenuhi relung jiwaku dan pikiranku”. “Al-Athalal”, bicara tentang kenangan masa lalu yang indah. “Wulidal Huda”, karya Ahmad Syauqi, penyair Arab terkemuka, menceritakan tentang kelahiran Nabi Muhammad.
Sementara lagu “Rabi’ah al-‘Adawiyah” bercerita tentang puisi-puisi cinta Rabi’ah kepada Tuhan. Perempuan ini adalah ikon mistisisme cinta.
Gus Dur menyukai musik, menikmati nadanya tanpa terganggu oleh latar belakang penyanyi dan makna dari lirik lagu tersebut yang ia juga tahu kalau cerita dalam lagu tersebut terkadang tidak sejalan dengan agama.
Menurut Wakil Bendahara PKB Bambang Susanto yang menemani Gus Dur sejak pagi, hari itu (30/12/2009), Presiden keempat RI itu memang terlihat sangat kritis.
Sekitar pukul 11.00 WIB, Gus Dur akhirnya dibawa tim dokter ke ruang penanganan khusus setelah sebelumnya mengalami kesakitan.
Di ruang khusus, dirinya hanya bisa memantau Gus Dur yang sedang ditangani tim dokter dari televisi yang disediakan pihak RSCM.
“Kita tidak bisa masuk saat Gus Dur ditangani tim dokter. Kita cuma bisa mantau dari TV yang ada di luar ruangan. TV itu nyiarin kondisi Gus Dur yang sedang ditangani tim dokter,” ujar Bambang saat berbincang dengan redaksi merdeka.com Rabu (4/12) malam.
Kegemaran Gus Dur terhadap Beethoven dan Mozart ternyata dia bawa hingga akhir hayat. Di saat kritis pun Gus Dur tetap diperdengarkan maha karya keduanya.
Sebelum meninggal dunia, Gus Dur sempat mengalami kritis. Namun, di saat kritis itu Gus Dur yang memang penyuka musik klasik masih minta diputarkan musik karya Beethoven.
Sekitar pukul 15.00 WIB, salah seorang dokter meminta keluarga untuk membawakan CD musik Beethoven. Gus Dur saat itu sudah bisa bicara dan minta musik kesayangannya diputar. Karena sudah bisa minta lagu, Bambang mengira Gus Dur berhasil melewati masa kritisnya.
Namun, dugaannya meleset, pendiri PKB itu akhirnya mengembuskan napas terakhirnya sekitar pukul 18.45 WIB. Gus Dur meninggal dunia sesaat setelah Presiden SBY menjenguknya.
“Terus tidak berapa lama ada yang mengambil dan langsung didengerin ke Gus Dur. Dari layar TV itu keliatan, Gus Dur lagi dengerin musik dengan headset. Jadi, dikasih headset buat dengerin musik,” ujar Bambang sambil menunjukkan foto Gus Dur yg sedang berbaring & mendengarkan musik itu.
Sungguh hasrat Gus Dur kepada musik klasik dengan iringan simpfoni gubahan para maestro musik klasik dunia tersebut sangatlah tidak umum bagi para ulama. Banyak ulama fiqh yang justru mengharamkan nyanyian dan tarian.
Alat-alat yang digunakan mengiringi nyanyian juga mereka haramkan. Nyanyian dan tari-tarian adalah tradisi orang-orang kafir, Yahudi dan Nasrani. Fatwa-fatwa mereka menyebutkan bahwa mendengarkan musik dan menikmatinya adalah suatu kemaksiatan, suatu dosa besar (min al-Kaba-ir).
“Al-Sima’ Fisq wa al-Taladzdzudz biha Kufr” (mendengarkan musik merupakan perilaku buruk dan menikmatinya adalah kekufuran). Berbeda dengan mereka, Imam Al-Ghazali, sang sufi terbesar, justru memberi apresiasi demikian tinggi atasnya. Dia menyampaikan kata-kata indah seperti ini :
مَنْ لَمْ يُحَرِّكْهُ الرَّبِيْعُ وَأَزْهَارُهُ، وَالْعُودُ وَأَوْتَارُهَ، فَهُوَ فَاسِدُ الْمِزَاجِ، لَيْسَ لَهُ عَلاَجٌ
“Orang yang jiwanya tak tergerak oleh semilir angin, bunga-bunga, dan suara seruling musim semi, adalah dia yang kehilangan jiwanya yang sulit terobati”. (Ihya Ulum Al-Din, II/275).