Tebuireng.co – Putri kedua Gus Dur yang bernama Zannuba Ariffah Chafsoh, atau yang biasa dikenal dengan nama Yenny Wahid meminta semua pihak tidak terjebak pada polarisasi pemisahan antara agama dan negara dalam bab musik.
Pernyataan ini disampaikan Yenny setelah melihat banyaknya pihak yang menari di atas isu haramnya musik. Ada yang mengharamkan musik, sampai lagu kebangsaan Indonesia Raya juga diharamkan.
Di sisi lain, ada juga pihak yang menggunakan musik untuk melabeli orang lain sebagai radikal. Sehingga berdampak pada perpecahan yang semakin serius. Seharusnya dalam menghakimi sesuatu berdasarkan data dan kualisifikasi tertentu. Bukan karena suka dan tidak suka saja.
Pendapat ini disampaikannya lewat akun instagram pribadinya yaitu @yennywahid, Senin (20/9)
“Terkait musik, jangan mudah menghakimi orang radikal dan harus pakai data. Dibilang norak dan kampunagan itu tidak pas. Karena labeling itu berdampak pada yang dituduh. Jika berkaitan dengan negara maka kita tegas. Untuk urusan pribadi jangan dipaksakan. Sebagai bangsa kita harus memberikan ruang toleransi untuk perbedaan,” katanya.
Yenny Wahid lalu menjelaskan, bab musik masuk dalam ranah pribadi kehidupan masing-masing individu. Setiap orang punya hak mendengarkan atau tidak sebuah musik. Terpenting dalam hal ini tidak ada pemaksaan atas keyakinan.
Terkait adanya ada kelompok agama yang mengharamkan musik, hal ini bukan hanya ada di Islam saja. Agama selain Islam juga memiliki sekte yang berpendapat lagu kebangsaan itu haram.
Namun, wanita kelahiran Jombang ini sangat menyayangkan pendapat tentang musik mulai masuk pada ranah politik. Narasi yang dibangun bukan lagi ranah privasi. Mulai masuk pada wilayah menyanyikan lagu kebangsaan adalah haram. Bagian dari thoghut.
“Terkait mengharamkan lagu kebangsaan dan hormat bendera, ternyata bukan hanya ada di Islam saja. Di sekte agama selain Islam dalam kontek Indonesia. Ini sebenarnya bukan karena agamanya. Namun, ada keinginan atau sikap seseorang yang ingin memisahkan antara pandangan agama dan negara,” imbuhnya.
Bagi Yenny, lagu kebangsaan dan negara tidak perlu dipertentangkan dengan Islam. Baginya soal bendera dan lagu kebangsaan salah bila ditabrakan dengan Islam. Dalam Islam sebenarnya perbedaan sudah jadi hal biasa, tidak perlu dipertentangkan, ada mazhab-mazhab yang berbeda dalam melihat sebuah kasus.
Sehingga Yenny Wahid meminta umat Islam tidak mudah mengharamkan sesuatu jika hanya dianggap tidak ada dalam agama.
“Padahal tidak perlu mempertentangkan keduanya. Karena bisa berjalan beriringan. Sama seperti seseorang yang mempertanyakan mau pilih pancasila atau pilih Al-Qur’an. Yang jelas tidak sama. Pertanyaanya saja sudah salah. Apalagi mau jawab. Jadi niali-nilai pancasila ada dalam ayat-ayat Al-Quran, jelas dalam hal ini tidak bertentangan. Sikap ini mudah mengharamkan,” tegasnya.
Yenny Wahid juga menjelaskan, di era dakwah Wali Songo, terkhusus Sunan Kalijaga menjadikan musik dan seni sebagai media dakwah ke masyarakat Jawa. Berkat model dakwah tersebut, banyak masyarakat jadi lebih paham tentang ajaran Islam.
“Saya tidak bisa membayang jika pada era Wali Songo yang sedang dominan adalah pengharaman musik maka sunan Kalijaga tidak bisa berdakwah dengan menggunakan budaya dan seni. Kita berhutang ke Sunan Kalijaga yang sudah menurunkan ilmunya kepada kita dan ulama modern yang menuntun kita dalam beragama,” tandasnya.