Modus ACT menilap dana umat cukup unik, ACT memotong hampir separo dari bantuan tersebut. Hal ini dikeluhkan oleh banyak masyarakat.
Menurut data dari Majalah Tempo, kejadian pemotongan dana bantuan umat oleh ACT terjadi pada kasus komunitas Surau Sydney Australia. Saat itu perwakilan komunitas mempersoalkan pemotongan donasi pembangunan oleh ACT atau Aksi Cepat Tanggap dari dana Rp 3,018 miliar yang terkumpul, ACT memberikan Rp 2,311 miliar. Artinya, ada potongan sekitar 23 persen dari total donasi.
Menurut Meilanie, warga Indonesia yang tinggal di Sydney dan keluarga Meilanie salah satu pendiri Surau Sydney Australia. Kasus itu bermula pada April 2020 ketika pengurus Surau Sydney Australia mengajukan permohonan penggalangan donasi kepada Aksi Cepat Tanggap.
Rencananya surau akan didirikan di kawasan Bankstown, pinggiran barat daya Sydney, di Negara Bagian New South Wales. Pihak ACT lantas bekerja sama dengan pengelola platform Kitabisa.com untuk mengkampanyekan donasi tersebut.
ACT membuat poster iklan donasi berisi foto sejumlah orang yang menunaikan salat di lapangan terbuka. Tertulis di poster yang disertai penggalan hadis itu: “Sedekah Jariyah: Dirikan Surau Pertama di Sydney”.
Selain dipajang di situs Kitabisa, ajakan donasi itu diiklankan di Facebook. Dalam waktu delapan bulan, hampir 39 ribu donasi yang terkumpul mencapai Rp. 3 miliar.
“Pemotongan donasi ini terlalu besar,” ujar Meilanie
Sementara itu, Ikhsan Zakir, 60 tahun, pendiri Surau Sydney Australia juga mempersoalkan isi kampanye yang ia nilai berlebihan dan tidak sesuai dengan fakta.
“Bohong jika dikatakan ini adalah pembangunan surau pertama di Sydney. Saat ini ada lebih dari 160 tempat ibadah Islam di Sydney,” ucapnya. Jumlah itu tak termasuk yang belum mendapat izin dari pemerintah setempat.
“Ini sudah seperti tengkulak. Semestinya, jika mengacu pada aturan syariat Islam, pemotongan donasi keagamaan tidak boleh lebih dari 12,5 persen,” kata Ikhsan Zakir
Kejadian penipuan untuk penggalangan dan juga terjadi di Dusun Tapan, Desa Kepuhrejo, Kecamatan Takeran, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, donasi pembangunan musala Al-Ikhlas terpotong hampir separuh.
Menurut Suradi, 55 tahun, warga Dusun Tapan bercita-cita mendirikan musala sejak 2021. Mereka pelan-pelan bergotong-royong mewujudkan mimpi tersebut. Pada saat yang sama, Gilang Yusron Ramadhani, putra Sutomo, salah satu pemberi tanah wakaf untuk pembangunan musala, mengajukan permintaan pengumpulan donasi ke ACT Cabang Madiun.
Tim ACT lantas membuat kampanye penggalangan donasi. Mereka membuat poster berisi seruan donasi pada awal Maret tahun lalu yang dipasang di situs Kitabisa.
Awalnya tertulis di situ dana yang terkumpul akan digunakan untuk membangun masjid pertama di Kepuhrejo. Poster itu pun disebarkan melalui sejumlah media sosial.
Beberapa hari kemudian, Gilang terkejut karena banyak orang yang menghubungi dia dan mempertanyakan isi kampanye donasi tersebut. Sebabnya, saat itu sudah ada tiga masjid di Kepuhrejo.
Rp 100 juta, dana yang terkumpul hanya Rp 17,702 juta. Suradi mengatakan ACT hanya menyalurkan duit Rp 9 juta. “Diberikan dua kali. Pertama Rp 6 juta, selanjutnya Rp 3 juta,” kata Suradi.
Akun media sosial milik Gilang juga banjir hujatan. “Saya masih syok hingga sekarang,” ujarnya.
Marketing Communication ACT Madiun Celiana Dian berkilah ada kesalahan pengetikan konten kampanye. “Seharusnya masjid pertama di RT 6, Dusun Tapan, Desa
Kepuhrejo,” ucapnya.
Kini konten itu telah diubah. Mengenai donasi yang dipotong hampir separuh, Celiana berdalih itu untuk biaya operasional ACT. “Juga untuk biaya iklan oleh Kitabisa,”tandasnya.
Begitulah modus ACT menilap dana, menarik?