Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa bersejarah dan spektakuler baik di kalangan muslim ataupun non muslim. Terbukti dengan banyaknya akademisi non muslim yang mengkaji peristiwa itu dengan paradigma saintifik, namun pembahasan kita kali ini bukan fokus pada hal tersebut.
Menurut riwayat yang masyhur peristiwa itu terjadi pada tanggal 27 Rajab, kurang lebih satu tahun sebelum Rasulullah Hijrah ke Madinah. Perjalanan di malam itu memang selalu diselingi dengan ibadah shalat, setiap kali Nabi bersinggah di suatu tempat, beliau pasti melakukan shalat. Ketika beliau di Madinah, Bukit Thursina, Betlehm hingga Masjidil Aqsha. Di sidratil muntaha (langit tertinggi), Nabi bertemu secara langsung dengan Allah dan di situ pula Nabi mendapat perintah shalat. Tak ada satupun perintah ibadah yang diterima Nabi di tempat tertinggi tersebut selain shalat.
Dalam Islam sendiri posisi shalat memiliki posisi yang begitu penting bahkan Nabi mengatakan shalat sebagai tiang agama, sebagai sebuah tiang penyangga, shalat memang terbukti mampu menjamin kekokohan nilai-nilai spiritual keagamaan, bahkan sosial kemasyarakatan. Menurut Al-Jabiri, shalat selain memiliki misi spiritual-teologis juga memiliki misi moral-sosiologis sekaligus.
Dalam hal ini, misi spiritual shalat adalah membimbing manusia memasuki alam kesadaran bahwa ia hanyalah makhluk lemah. Sedangkan misi sosial adalah bagaimana mengajarkan manusia tentang nilai-nilai adiluhur demi menjadi manusia seutuhnya. Manusia yang berkepribadian utama, berakhlakul karimah, serta memahami setiap hak dan kewajiban dalam hidup berkomunitas.
Oleh Karena itu, Alexis Carrel menyatakan: “Apabila pengabdian, shalat, dan doa yang tulus kepada Sang Maha Pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, maka hal itu berarti kita telah menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat rersebut.” Dan, untuk diingat, Alexis Carrel bukan orang yang memiliki latar belakang pendidikan agama. la adalah dokter yang telah dua kali menerima hadiah Nobel atas hasil penelitiannya terhadap jantung burung gereja serta pencangkokannya.
Apa yang dinyatakan ilmuwan ini sejalan dengan penegasan al-Quran yang ditemukan dalam pengantar uraiannya tentang peristiwa Isra’ dalam surat an-Nahl ayat 26. Di situ digambarkan pembangkangan satu kelompok masyarakat terhadap petunjuk Tuhan dan nasib mereka menurut ayat tersebut: Allah menghancurkan bangunan-bangunan mereka dari fondasinya, lalu atap bangunan itu menimpa mereka dari atas; dan datanglah siksaan kepada mereka dari arah yang tidak mereka duga (QS. an-Nahl (16): 26).
Potensi perpecahan komunitas bermasyarakat di Indonesia akibat polarisasi pilihan politik akhir-akhir ini sangatlah rentan sekali, ditambah dengan massifnya persebaran berita di laman media sosial yang tak jarang menjatuhkan satu dan yang lain. Oleh karenanya sebagai negara dengan umat Islam terbesar di dunia rasanya perlu kembali untuk merefleksikan kado pesan damai yang dibawakan Rasulullah ini, akankah krisis perpecahan akibat polarisasi pilihan politik ini beriringan dengan minornya kualitas shalat yang kita lakukan ? Happy milad ibadah shalat. Wallahu A’lam
Oleh: Achmad Shidiqur Razaq