tebuireng.co – Mewarisi Gus Dur dalam bidang membaca adalah hal yang sangat realitis bagi pecinta Gus Dur. Membaca buku atau tulisan secara mendalam jadi hal langka di era kemajuan teknologi. Semua ingin instan dan cepat selesai.
Sebelum itu, ketika bicara tentang ‘membaca’ kita tidak bisa melupakan Gus Dur. Seorang yang bisa dijadikan contoh dalam bab membaca. Bahasa lain, mewarisi Gus Dur dalam bidang membaca.
Di era teknologi dan informasi, gadget memang mengalihkan pandangan. Semua tertuju kepada handphone dan semua memilikinya.
Dari anak kecil sampai orang dewasa. Persoalannya, sudah siap atau belum kita mengendalikannya atau justru kita yang dikendalikannya.
Perilaku gemar membaca sudah tidak menjadi pemandangan umum, jika tidak mau dikatakan jarang. Generasi muda lebih suka membaca tulisan pendek dan ringkas lewat gadget-nya.
Generasi muda lebih nyaman berpetualang di media sosial. Fokus intensif scroll bawah-atas, tekan dan tambah tab plus new link. Serta buka tutup aplikasi medsos. Itulah corak khas yang terlihat saat ini.
KH Abdurrahman Wahid adalah sosok intelektual muslim yang sangat produktif dalam membaca. Gus Dur membaca apa saja, semua jenis buku baik berbahasa Indonesia hingga buku berbahasa asing ia lahap.
Kebiasaan Gus Dur yang hobi membaca ini tentunya sedikit banyak dipengaruhi oleh Ayahnya, KH Wahid Hasyim, yang juga sangat hobi membaca.
Di Pondok Pesantren Krapyak, kegemaran Gus Dur membaca buku atau kitab semakin menjadi-jadi. Bahkan ketika datang ke pesantren, Gus Dur selalu membawa buku atau kitab untuk dibaca.
Kadang Gus Dur membaca sambil berbaring dan meletakkan buku di atas dadanya sementara kedua matanya terpejam. Kebiasaan Gus Dur membaca sambil tiduran ini kemudian menyebabkan matanya terganggu di kemudian hari.
Kegandrungan Gus Dur terhadap buku juga diceritakan oleh Greg Barton dalam bukunya yang berjudul Gusdur: The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid.
Diceritakan Greg Barton dalam bukunya tersebut, Gus Dur sejak masih kecil telah memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Hal ini menjadikan Gus Dur akhirnya gemar belajar dan membaca buku.
Alhasil, wawasannya kian luas, meliputi berbagai bidang kehidupan. Apalagi ayahnya selalu memberinya buku bacaan agar Gus Dur tidak kekurangan bahan bacaan.
Sejak usia muda, Gus Dur memang sudah hobi membaca. Buku berbagai jenis tak luput dari pandangan mata Gus Dur. Bahkan di usia muda, dunia filsafat pun tak lepas sebagai bacaan Gus Dur.
“Sebagai seorang remaja, ia mulai bergulat dengan tulisan-tulisan Plato dan Aristoteles. Serta pemikir-pemikir penting dari cendekiawan Islam abad pertengahan,” tulis Greg Barton.
Tidak hanya itu, Gus Dur juga sangat produktif dalam menulis berbagai bidang kehidupan. Banyak sekali buah pemikiran Gus Dur yang bisa menjadi rujukan bagi kita, baik berupa artikel di media massa atau yang sudah berbentuk buku.
Dikisahkan, kegemaran Gus Dur dalam membaca berlanjut saat ia menimba ilmu di Kairo. Semasa belajar di Ibu Kota Mesir tersebutlah Gus Dur gemar ke perpustakaan.
Tidak hanya di perpustakaan, berbagai tempat lain, entah di sekeliling rumah atau di tempat menunggu bus, Gus Dur masih menyempatkan waktu untuk membaca.
Bahkan bila tidak ada buku, maka potongan surat kabar atau sebuah majalah tua dapat memuaskan dahaganya akan bacaan.
Singkatnya, Gus Dur dan buku adalah dua hal yang tidak bisa dilepaskan. Jika diibaratkan, antara Gus Dur dan buku seperti dua orang sepasang kekasih yang terikat satu sama lain.
Oleh: Erik