Merawat lingkungan jika dikaji dalam perspektif hadis menarik untuk dibahas, yakni mengkaji panduan yang jelas dari Rasulullah Saw tentang bagaimana umat manusia seharusnya memperlakukan alam dan lingkungannya. Hadis-hadis ini menggarisbawahi tanggung jawab moral dan spiritual umat Islam untuk menjaga kelestarian lingkungan demi kesejahteraan generasi sekarang dan yang akan datang.
Manusia hidup tidak terlepas dari yang namanya lingkungan, sebab hubungan sentral antara manusia dengan lingkungan yang tidak bisa dilepaskan. Sebelumnya, kita mengaminkan bahwa manusia mempunyai beberapa hubungan atau keterkaitan dalam kehidupan, yakni:
Pertama, hubungan manusia dengan Tuhan. Dalam Islam sendiri hubungan manusia dengan Tuhan disebut dengan hablum minallah. Hubungan ini tentu mengatur hubungan kita dengan Allah Swt dalam hal ibadah seperti shalat, berdoa, bertawakal, dan lain-lain
Kedua, hubungan manusia dengan manusia itu sendiri, hablum minannas, yakni istilah dalam Islam untuk mendefinisikan hubungan ini. Sebuah hubungan antar manusia dengan manusia lainnya, mencakup ruang dimensi religius dan sosial, yang ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan manusia yaitu bersosial atau bermasyarakat dengan baik antar sesama dan pada akhirnya membentuk manusia yang beriman dan ber-akhlak al-karimah.
Ketiga, inilah yang akan dibahas, yakni hubungan antar manusia dengan lingkungan atau alam yang kita tempati saat ini. Suatu hubungan yang membentuk bagaimana cara yang merawat lingkungan dengan benar dan baik, juga merawatnya, itu semua ditujukan untuk kebaikan manusia sendiri. Sebab, dengan merusak atau tidak menjaga lingkungan dengan baik akan berimbas buruk kepada kehidupan manusia sendiri.
Perspektif Hadis dalam Merawat Lingkungan
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ ، حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ ، أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ ، عَنْ جَابِرٍ ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَى أُمِّ مُبَشِّرٍ الْأَنْصَارِيَّةِ فِي نَخْلٍ لَهَا، فَقَالَ لَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” مَنْ غَرَسَ هَذَا النَّخْلَ ؟ أَمُسْلِمٌ، أَمْ كَافِرٌ ؟ ” فَقَالَتْ : بَلْ مُسْلِمٌ. فَقَالَ : ” لَا يَغْرِسُ مُسْلِمٌ غَرْسًا، وَلَا يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ، وَلَا دَابَّةٌ، وَلَا شَيْءٌ إِلَّا كَانَتْ لَهُ صَدَقَةٌ”
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah mengabarkan kepada kami Laits. (Dalam jalur lain disebutkan) telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rumh telah mengabarkan kepada kami Laits dari Ibnu Zubair dari Jabir, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menemui Ummu Mubasyir al-Anshariyah di kebun kurma miliknya, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya: ‘Siapakah yang menanam pohon kurma ini? Apakah ia seorang muslim atau kafir?’ Dia menjawab, ‘Seorang muslim’ Beliau bersabda: ‘Tidaklah seorang muslim yang menanam pohon atau menanam tanaman, lalu tanaman tersebut dimakan oleh manusia, binatang melata atau sesuatu yang lain kecuali hal itu bernilai sedekah untuknya’”. (HR Muslim)
Hadis di atas memiliki makna tersirat yang menarik untuk dibahas dan diambil hikmahnya. Sebab, dari hadist tersebut Rasulullah Saw mengapresiasi umatnya yang menanam pohon dan memberinya kabar bahwa jikalau seorang muslim menanam tumbuhan yang tumbuhan itu nantinya bisa dimakan oleh manusia, maka apa yang ia tanam akan bernilai sedekah baginya, dan sedekah itu yang akan menjadi ladang pahala bagi si penanam. Selain itu, hadis ini juga memberi tahu kita agar memperhatikan, merawat, dan menjaga lingkungan yang kita tempati. Manusia pun tidak boleh seenaknya dalam menggunakan atau merusaknya. Justru, sekali lagi kita harus merawatnya dengan sebaik-sebaiknya.
Ada isyarat lain dari hadis ini, yakni agar kita terus menghidupkan lingkugan dengan cara bercocok tanam. Dewasa ini mungkin bisa diimplementasikan ke dalam reboisasi (penghijauan), yang itu bisa menghasilkan oksigen yang diperlukan untuk manusia. Dengan upaya itu juga bisa bertujuan untuk resapan air, sehingga tidak menyebabkan banjir.
Tentu, masih banyak upaya lagi yang bisa dilakukan. Ada sebuah kabar baik bagi kita selaku umat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sebab pada hadis di atas kita diberi tahu bahwa setiap pohon yang kita tanam lalu pohon itu dimakan oleh manusia lain itu akan bernilai sedekah, bahkan jika hewan sekalipun yang memakannya. Wallahu alam.
Penulis: Vigar Ramadhan Dano Muhamad Daeng, mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Pesantren Tebuireng.
Editor: Ikhsan Nur Ramadhan
Baca Juga: Bank Sampah Tebuireng, Teladan Kebersihan di Pesantren