tebuireng.co– Media Islam sebagai wadah dakwah Islam perlu mendapatkan perhatian yang serius sebab hampir tiap hari kita dibanjiri beragam informasi yang sedikit banyak ikut memprihatinkan, menjebak, dan membingungkan. Mulai dari infotainment yang dipenuhi gosip (untuk tidak dikatakan fitnah), tayangan-tayangan mistis, maupun sinetron-sinetron dan FTV yang cenderung “Jakarta-Bali Sentris” dengan buaian magis dan gaya hidup yang hedonis. Belum lagi iklan yang berhasil memompa psychological-consciousness untuk menjadi lebih konsumtif, hingga berita-berita yang sarat dengan kepentingan politis yang mampu menjungkir-balikkan emotional state masyarakat.
Menurut Dedy Jamaluddin Malik dalam Etika Komunikasi (2001), media mempunyai efek yang sangat ampuh untuk merubah perilaku masyarakat karena mudah membangun atau menyubversi imajinasi khalayak, sehingga proses imitasi dan belajar sosial khalayak lebih efektif. Dalam konteks ini, peran media dengan tanggung jawab sosialnya patut dipertanyakan ketika banyak ditemukan efek negatif dari berita, iklan, film serta berbagai program yang dikeluarkan. Berbagai kritik dari KPI, AJI, PWI, IJTI, dan lainnya sudah diteriakkan. Sebagian ada yang dituruti, namun sebagian besar lainnya hanya menjadi nada-nada sumbang yang berlalu begitu saja.
Banyak media yang tidak lagi memperhatikan nilai-nilai etika dan moral hanya untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya dengan membanjirnya iklan serta rating yang semakin tinggi. Maka, ketika kita teringat akan spirit tentang moral, etika, pembangunan mental, penyadaran sosial-religius serta kaitannya dengan peran media dan penyiaran, ruang imajinasi kita akan terisi dengan ingatan tentang media Islam sebagai salah satu jenis media, yang sampai sejauh ini harus diakui belum memberikan peran dan pengaruh yang cukup signifikan terutama jika dibandingkan dengan media lainnya yang tak berlebel.
Kemudian, bagaimana sebenarnya pengertian media Islam? Apakah media yang dimiliki oleh orang Islam? Ataukah media yang berisi content Islam dan dikelola secara Islami? Pertanyaan ini penting untuk dijawab sebagai acuan dan pengetahuan dasar sehingga bisa mengembangkan pembahasan dalam spektrum yang lebih luas termasuk bagaimana nasib dan masa depan media Islam di tengah carut-marut media informasi di negara ini?
Media Islam saat ini berada pada satu situasi yang sulit. Satu sisi, media Islam harus menyadari ekspektasi masyarakat yang sangat tinggi akan munculnya media yang lebih sehat dan “lurus”, paling tidak sebagai penyeimbang dan upaya counter attack terhadap isu, pemberitaan, serta fitnah yang merugikan umat Islam, dan pada sisi yang lain harus realistis memandang tantangan yang tidak mudah ditaklukkan.
Beberapa media Islam yang ada saat ini dengan berbagai jenisnya baik elektronik, cetak, maupun audio-visual masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan media lainnya. Meski mangsa pasar yang sudah jelas, namun media Islam terlihat kurang mampu membaca geliat pasar yang setiap saat berkembang dan dinamis.
Tidak aneh ketika banyak media Islam yang akhirnya gulung tikar dan tergerus oleh ganasnya pasar. Pada kasus tertentu, bukan saja karena modal yang kurang, tapi desain, tampilan, dan programnya yang kurang diminati sehingga tidak menarik perhatian, meski isinya sangat bermanfaat. Bahkan ketika modal sudah mencukupi, beberapa media Islam tak jua mampu menarik hati masyarakat, dan pada akhirnya tenggelam. Jika kondisi seperti ini terus terjadi, tak banyak yang bisa kita harapkan dari media Islam.
Paling tidak, ada beberapa tantangan besar yang dihadapi media Islam saat ini yaitu persoalan dana, manajerial (SDM), dan tentu saja ideologi. Kesulitan pendanaan yang menimpa media Islam menjadi alasan ketidakmampuan untuk bersaing dengan media lainnya.
Sumber daya manusia yang minim dan clash antara ideologi versus keinginan pasar yang tidak bisa mencair semakin memperparah kondisi yang kompleks ini. Sehingga jika meramal media Islam dari kacamata ekspektasi dan tantangan ini, sepertinya masih jauh panggang dari apinya.
Tentu saja, asumsi ini bukan berarti ungkapan pesimisme, karena pada saat yang bersamaan geliat kebangkitan media Islam juga bermunculan. Para stakeholder yang berkepentingan untuk memajukan media Islam mulai mempunyai good will dan political will untuk membangkitkan potensi yang ada melalui berbagai program yang prospektif.
Diselenggarakannya kembali Konferensi Media Islam International yang melahirkan beberapa rekomendasi penting terhadap perkembangan media Islam dunia, secara umumnya, harus ditanggapi positif sebagai upaya membangkitkan kembali semangat perjuangan melalui media Islam. Dengan syarat, diaplikasikan dan dijalankan sebagaimana kesepakatan.
Konferensi Media Islam Internasional saat ini sudah tiga kali diselenggarakan. Meski belum menghasilkan langkah konkrit dan konsep yang implementatif tapi keberadaan konferensi tersebut, dengan segala kekurangan dan kritikannya, adalah moment penting untuk sedikit demi sedikit menghadapi tantangan berat sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Jika sudut pandang yang diambil dari kacamata seperti ini, maka ada harapan besar terhadap kebangkitan dan kejayaan media Islam di masa yang akan datang.
Sehingga, dalam konteks ini masa depan media Islam akan semakin prospek ketika melihat perkembangan dan tren yang terjadi beberapa waktu terakhir ini. Hal ini terjadi karena adanya pemberontakan, sikap kritis, serta kejenuhan yang dihadapi masyarakat ketika media informasi yang ada tak mampu memberikan ketenangan, tambahan pengetahuan, informasi yang unik dan penting, serta tidak mampu menyajikan pemberitaan yang berimbang dan adil. Untuk mencapai semua itu diperlukan usaha yang keras. Menurut Alamsyah, semua itu terjadi karena secara terus menerus dan konsisten dilakukan pendidikan terhadap masyarkat.
Begitu pula dengan hadirnya media Islam. Sosialisasi dan upaya memberikan pendidikan akan pentingnya mencari dan mempergunakan media secara benar dan bijak menjadi sebuah keniscayaan. Karena pada akhirnya, setiap orang ingin kembali pada konsep dan cara hidup yang benar yang sesuai dengan etika, moral, dan agama setelah jenuh dengan carut marut informasi yang tak berkesudahan.
Media Islam harus mulai tegas untuk memilah dan memilih mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak. Jangan karena alasan fee iklan yang besar, media Islam tergugah untuk memasangnya meskipun melanggar ketentuan dalam Islam. Media Islam akan mengalami perkembangan ketika menjaga konsistensi terhadap ajaran agama, dan pada saat yang bersamaan bisa beradaptasi dan fleksibel terhadap perkembangan pasar serta kemasan-kemasan program yang menarik masyarakat dengan tanpa melupakan tujuan dakwah.
Oleh, Mustafa Afif, Alumni Pondok Pesantren Bata-bata dan UIN Jakarta
Baca juga: Kitab Kuning di Era Digital