tebuireng.co – Menyambut Ramadhan dengan hati gembira adalah perintah dari agama Islam. Semerbak hawa ramadhan mulai menyeruak tercium, pertanda bulan yang penuh keberkahan ini akan segera tiba. Bak seorang permaisuri yang ditunggu kedatangannya banyak sekali orang yang bersiap diri untuk menyambutnya.
Di Indonesia sendiri, terdapat beberapa tradisi yang cukup unik dalam menyambut bulan Ramadhan, seperti tradisi Megengan di Jawa Timur, tradisi Nyadran di Jawa Tengah, Pacu Jalur di Riau, Suru Maca di Sulawesi dan sebagainya.
Pada dasarnya, esensi dari berbagai macam tradisi penyambutan bulan Ramadhan ini adalah melakukan kegiatan-kegiatan positif dengan penuh sukacita sebab datangnya bulan Ramadhan.
Dalam sebuah riwayat disebutkan cara Rasulullah menyambut Ramadhan dengan hati gembira dan memperbanyak puasa, tidak pernah nabi berpuasa lebih banyak daripada bulan sya’ban selain bulan Ramadhan:
لم يكن النبي صلى الله عليه وسلم يصوم شهرا أكثر من شعبان – البخاري
Hal ini dilakukan oleh Nabi Muhammad dalam rangka mempersiapkan diri untuk menyambut bulan Ramadhan.
Bahkan Imam Ma’li bin Al-Fadhl juaga mengatakan bahwa para salafus shalih selalu berdo’a 6 bulan sebelum Ramadhan agar bisa berjumpa dengan bulan yang mulia ini dan 6 bulan setelahnya berdo’a agar segala amal ibadah pada bulan itu diterima.
Di sisi lain, Rasulullah ketika bulan Ramadhan tiba, juga sering memberi kabar gembira kepada para sahabat:
أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ، فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
“Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi, Allah telah mewajibkan padamu berpuasa di bulan itu. Dalam bulan itu dibukalah pintu-pintu langit, dan ditutuplah pintu-pintu neraka, dan syaitan-syaitan dibelenggu. Pada bulan itu terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Siapa yang tidak memperoleh kebajikan di malam itu, maka ia tidak memperoleh kebajikan apapun.” (HR: al-Nasa`i: 2079 dan Ahmad: 863).
Dalam redaksi lain disebutkan:
” إِذَا كَانَ رَمَضَانُ ؛ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ، وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ “وفي رواية ” إِذَا دَخَلَ رَمَضَانُ “. بِمِثْلِهِ
“Jika masuk pada bulan ramadhan maka pintu-pintu rahmat dibuka oleh Allah, pintu pintu neraka ditutup dengan rapatnya, dan para syetan dibelenggu”. (H.R: muslim: 2079).
Hadis-hadis ini memberikan informasi bahwa Rasulullah memberikan kabar gembira kepada para sahabat setiap kali akan memasuki bulan ramadhan.
Sebagai seorang muslim, kabar gembira ini merupakan anugerah dari Allah sehingga perlu disambut dengan riang dan gembira sebagaimana yang termaktub dalam firman Allah:
قُلْ بِفَضْلِ اللّٰهِ وَبِرَحْمَتِهٖ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوْاۗ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya itu, hendaklah mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.”
Ayat di atas bersifat umum, rahmat Allah dalam bentuk apapun dianjurkan untuk disambut dengan penuh sukacita, begitupun dengan cara merepresentasikan rasa gembira atau suka cita, Allah tidak membatasi, selagi tidak melanggar aturan syari’at maka tradisi tradisi penyambutan bulan ramadhan yang terjadi di berbagai macam daerah itu dapat dibenarkan secara syara’. Sebagaimana yang disebutkan dalam kaidah fiqih:
أن العادة محكمة ما لم تخالف الشرع
Adat dapat dijadikan sebagai pijakan dasar hukum selagi tidak bertentangan dengan syara’.
Oleh: A Shiddiqur Rozaq