Cepatnya perkembangan teknologi hari ini telah mengantarkan kita pada keadaan yang awal mulanya dipandang mustahil terjadi dalam kehidupan manusia. Teknologi hari ini sifatnya dominan robotik yang didesain mampu melakukan pekerjaan manusia baik berupa pekerjaan fisik maupun pikiran. Dalam ranah pikiran, seperti menghitung, analisis data, bahkan analisis strategi dan pemecahan suatu permasalahan juga tidak luput dari dampak kecanggihan yang ia janjikan. Ini kemudian kita sebut dengan kecerdasan buatan atau Artificial Intelgence (AI).
AI menawarkan kecepatan dan kepraktisan dalam pekerjaan yang melibatkannya. Seperti dalam proses identifikasi informasi, melalui AI bisa didapatkan informasi yang diinginkan hanya dalam hitungan detik.
Penulis pernah merasakan fasilitas AI di ChatGPT yang diakses melalui openai.com. Penulis meminta agar dibuatkan sebuah proposal kegiatan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Dalam hitungan detik, proposal kegiatan yang diminta sudah jadi dan tersusun rapi sebagaimana lumrahnya proposal pada umumnya. Setelah itu, penulis memberi perintah tambahan agar dibuatkan anggaran dana kegiatan keagamaan tersebut dengan jumlah peserta seratus orang. Tidak sampai sepuluh detik, anggaran dana lengkap dengan rinciannya per-item AI berikan kepada penulis. Tidak ketinggalan, di bawah anggaran dana yang ditawarkan juga disertai dengan peringatan bahwa semuanya itu hanya perkiraan dan masih butuh penyesuaian dengan kondisi lapangan. Hebat bukan?
Menghadapi kemajuan ini, hendaknya kita bersyukur bisa menikmatinya. Menurut Dr. KH. Musta’in Syafi’e, Artificial Intelgence merupakan anugerah besar Tuhan untuk manusia hari ini. Karena dengan itu, urusan manusia hampir di semua lini kehidupannya bisa mudah dan lancar. Mensyukuri hadirnya AI bisa dengan bentuk menyikapinya secara bijaksana. AI harus dipandang sebagai salah satu alat pembantu manusia. Meminjam istilahnya Dr. Anang Firdaus, AI merupakan instrument yang dikendalikan, bukan instruktur yang mengendalikan (Majalah Tebuireng: 87).
Dengan segala fasilitas yang menggiurkan tadi, kita dituntut untuk menyikapinya dengan dewasa dan rasional. Hal ini semata-mata untuk menjaga eksistensi manusia itu sendiri. Terkadang, dua fungsi utama yang telah disebutkan di atas melahirkan disfungsi AI dalam kehidupan manusia. Contoh sederhana dari ini misalnya seperti mahasiswa yang menggunakan kecanggihan AI untuk menulis makalah atau tugas kuliah lainnya. Dalam satu waktu, ia menyelesaikan tugasnya dengan waktu yang singkat dan kerja yang ringkas. Akan tetapi, dalam saat yang bersamaan dia kehilangan dayaguna otaknya untuk berpikir.
Berkenaan dengan cara menyikapi realita ini, KH. Abdul Hakim Mahfudz pengasuh Pesantren Tebuireng berpandangan bahwa yang lebih mendesak untuk kita lakukan adalah bagaimana mengatasi ancaman yang bisa disebabkan oleh hadirnya AI. Ancaman paling nyata dari hadirnya Artificial Intelgence adalah tergantikannya peran manusia dalam melakukan sesuatu di banyak sektor kehidupan.
Dalam dunia kerja, melansir harian Kompas edisi Jum’at 15 September 2023, disebutkan sedikitnya ada sepuluh pekerjaan di ruang publik yang terancam hilang karena kehadiran AI dalam kurun waktu lima tahun ke depan.
Maka dari itu, yang perlu digencarkan adalah edukasi tentang bagaimana menjadikan AI sebagai alat untuk membantu pekerjaan, bukan alat untuk menyelesaikan pekerjaan masing-masing individu secara mutlak. Selain itu, perlu disadari juga bahwa apa yang AI berikan merupakan sesuatu yang pernah AI terima dari pihak tertentu yang mengendalikannya. Di samping itu, data yang kita dapatkan dari AI tidak berangkat dari pengaplikasian keilmuan tertentu, melainkan dari data dan kata kunci yang sering atau sengaja ditanamkan di laman yang diakses. Sehingga, peluang adanya misinformasi, keamanan dari hacker, dan bias informasi masih sangat rentan terjadi.
Benar apa yang dikatakan Dr. ‘Ubaydi Hasbillah bahwa apa yang kita terima dari kecerdasan buatan perlu diolah lagi melibatkan kecerdasan natural-ilahiyah, yaitu keilmuan-akal dan kebijaksanaan-hati.
Baca juga: Kemajuan Teknologi adalah Kemunduran “Kualitas” Generasi?