tebuireng.co – Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menjelaskan jika sejak dahulu sudah banyak orang-orang yang menjual agama demi kepentingan ekonomi. Orang saleh meluruskan tujuan ini dengan membuat garis besar “menyembah Allah”.
“Dulu kurban itu dipakai ajang tokoh-tokoh Quraisy untuk mendapatkan daging yang bagus diatasnamakan ka’bah. Sejak dulu agama ini dijual,” jelasnya seperti dikutip dari akun youtube RZM Barokah Cannel, Ahad (23/1/22).
Menurut Gus Baha, sejak dulu agama memiliki prospek yang cerah dalam mendatangkan keuntungan ekonomi. Agama itu bisa menyedot wisata religi, seperti ka’bah yang bisa menarik banyak pengunjung.
Oleh karena itu pula, saat itu gerakan membuat gerakan ka’bah tandingan, perhitungannya juga ekonomi. Ketika Abrahah mau buat ka’bah tandingan perhitungannya juga ekonomi.
Pembesar Yahudi tidak mau iman ke Nabi Muhammad salah satu yang melatarbelakanginya yaitu takut kehilangan pengikut. Ketika tidak memiliki pengikut, secara otomatis penghasilan berkurang.
“Kalau ikut Muhammad, saya anak buah, yang kasih saya siapa. Itu pikiran tikoh Yahudi saat itu. Jadi perhitungannya juga ekonomi,” tegas Gus Baha.
Dikatakan, manusia akan ribet juga kepentingan ekonomi yang didahulukan. Islami datang kan bukan untuk itu tapi memaklumi itu. Inilah hebatnya Nabi Ibrahim ketika berdoa agar keluarganya dicukupi ekonominya agar bisa menyembah Allah dengan tenang. Menyembah Allah tujuan utama.
Demi salat menjaga ekonomi, jangan demi ekonomi meninggalkan salat. Pemikiran inilah yang bagus menurut Islam karena berorientasi menuju Allah.
“Menurut Islam, kita ini ingin anak-anak kami bersujud kepada Allah dan melakukan salat, tapi mereka itu manusia yang ketahanan hidupnya butuh makan. Tolong ekonominya dijaga ya Allah,” katanya menirukan doa Nabi Ibrahim.
Baca Juga: Sufi Makhluk Ekonomi
Hal yang serupa menurut Gus Baha juga terjadi dalam politik. Dulu orang saleh terjun ke politik seperti Kiai Hasyim Asy’ari dan Kiai Ahmad Dahlan untuk menjaga agar menyembah Allah tidak asing dan dilarang.
Andaikan tidak ada orang Islam yang cakap politik terutama yang saleh maka aturan akan dibuat oleh orang yang tidak menghormati salat. Bisa jadi salat dan pengajian dianggap larangan.
Umumnya negara dikelola tergantung yang menjabat. Jika yang menjabat anti salat maka peraturan akan dibuat tidak jauh dari itu. Maksiat dianggap tidak ilegal dan salat dan pengajian malah dianggap ilegal.
“Dari dulu, kiai-kiai itu ya berpolitik, karena tidak ingin negara ini diatur oleh orang yang anti salat. Mulai sebelum kemerdekaan hingga merdeka,” ungkap tokoh asal Rembang ini.
Gus Baha menegaskan, bila kemudian dalam politik ada oknum-oknum dari umat Islam yang melenceng dengan menjual agama demi kepentingan ekonomi maka itu keluar dari tujuan utamanya.
Tujuan besar yaitu menjaga Hak Asasi Manusia (HAM) seperti hak beragama, hak belajar dan beribadah. Tidak bisa dibayangkan bagaimana Indonesia seperti Korea Utara yang kebebasan dibatasi.
Namun, uniknya dulu tidak ada benturan antara tokoh Islam seperti KH Muhammad Hasyim Asy’ari dan Kiai Ahmad Dahlan. Cara dakwahnya berbeda karena menyesuaikan lokasi dakwah. Model politik juga sedikit beda, tapi dulu tidak ada masalah. Yang mempermasalahkan itu tidak tahu masalahnya.
“Berkahnya orang salih berpolitik maka negara ini berkonstitusi secara islami meskipun tidak negara Islam. Kita lunak pada orang yang bermaksiat itu karena ingin mereka kembali baik, bukan membenarkan maksiatnya,” tandas Gus Baha