Puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menjaga diri dari hal-hal yang dapat mengurangi atau bahkan menggugurkan pahala puasa.
Selain menjaga aspek fisik puasa dari hal yang membatalkan seperti tidak makan dan minum, menjaga pahala puasa juga sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini sebagaimana djelaskan Rasulullah dalam hadisnya.
حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ عَنْ أُسَامَةَ عَنْ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَكَمْ مِنْ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al Ahmar dari Usamah dari Sa’id dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Berapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan pahala puasanya selain lapar, dan berapa banyak orang yang salat malam tidak mendapatkan pahala salat malamnya selain bergadang semata.” (HR. Imam Ahmad)
Oleh karena itu, sangat penting untuk menghindari perbuatan yang bisa menggugurkan pahala puasa. Diantaranya seperti berkata kotor, bohong, ghibah dan semacamnya yang termasuk pada maksiat lisan. Dalam hadis dijelaskan
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (مَن لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ والعمل به، فليس لِلَّه حَاجَةٌ في أنْ يَدَعَ طعامَه وشَرَابَه رواه البخاري
Artinya: Dari Abu Hurairah. Nabi Saw bersabda “Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan dengannya, maka Allah tidak membutuhkan usahanya meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR. Al-Bukhari)
Ibnu Qayyum dalam kitabnya Al-Waabil as-Sayyib min al-Kalim at-Tayyib menjelaskan terkait hadis tersebut bahwa Puasa yang sebenarnya adalah puasa anggota tubuh dari dosa, serta puasa perut dari makanan dan minuman. Sebagaimana makanan dan minuman dapat membatalkan dan merusak puasa, demikian pula dosa dapat menghapus pahala dan merusak hasilnya, sehingga menjadikan orang yang berpuasa seolah-olah tidak berpuasa sama sekali.
dalam hadis lain juga dijelaskan
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ رِوَايَةً قَالَ إِذَا أَصْبَحَ أَحَدُكُمْ يَوْمًا صَائِمًا فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ فَإِنْ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ إِنِّي صَائِمٌ
Artinya: “Dari Abu Hurairah -secara riwayat (menukil dan menceritakan hadits dari Nabi)- beliau bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian di suatu hari sedang berpuasa berpuasa, maka janganlah dia berkata-kata kotor dan berbuat kebodohan dan sia-sia. Bila dia dicaci oleh orang lain atau diperangi, maka hendaklah dia mengatakan, “Sesungguhnya saya sedang berpusa.” (HR Muslim)
Selain itu, diantara hal yang bisa menggugurkan pahala puasa adalah melihat sesuatu dengan syahwat. dalam hadis riwayat Imam Ad-Darimi disebutkan
خمسٌ يُفطِرن الصّائِم: الغِيبةُ، والنّمِيمةُ، والكذِبُ، والنّظرُ بِالشّهوةِ، واليمِينُ الكاذِبةُ
Artinya: “Lima hal yang bisa membatalkan pahala orang berpuasa: membicarakan orang lain, mengadu domba, berbohong, melihat dengan syahwat, dan sumpah palsu” (HR Ad-Dailami).
Sehingga, penting untuk mengendalikan diri dari syahwat ketika berpuasa untuk menjaga pahala puasa. Imam Nawawi menjelaskan, pengendalian diri dari syahwat pada bulan Ramadan sangat dianjurkan. Ini merupakan rahasia dan tujuan paling agung dari ibadah puasa. Telah lalu penjelasan bahwa seseorang yang berpuasa menjauhi diri dari ghibah, ucapan buruk, saling caci, saling memaki, dan perkataan lain yang tidak mengandung kebaikan.
Baca juga: Prof Quraish Shihab: Puasa Mendidik Jasmani dan Rohani