Perjalanan ke tempat wisata di Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang yang memiliki udara sejuk tidak ada salah mampir untuk salat di Masjid Al-Hidayah, Dusun Mutersari, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang.
Masjid yang berukuran kurang lebih 17×16 meter ini memiliki bangunan yang megah dan dingin dengan dilengkapi AC. Kamar mandi pun bersih dengan dilengkapi tempat wudu di sisi baratnya.
Berjarak sekitar 10 KM dari Pesantren Tebuireng, Masjid Al-Hidayah berada di sisi jalan utama penghubung antara Kecamatan Bareng dan Kecamatan Wonosalam.
Masjid ini memiliki keunikan tersendiri karena berdiri kokoh di samping Gereja Kristen Jawi Wetan Jemaat Mutersari. Bahkan, gereja dan masjid tersebut tidak memiliki tembok pemisah. Dinding masjid sekaligus tembok gereja.
Menurut wakil takmir Masjid Al-Hidayah Muli Handoyo, masjid dan gereja ini sebagai lambang kerukunan umat beragama di Dusun Mutersari khususnya, dan Kabupaten Jombang pada umumnya.
“Masjid ini awalnya sebuah musala panggung berbahan bambu, didirikan di atas tanah pribadi warga bernama Miskunadi. Kini anaknya, Kholil takmir Masjid Al-Hidayah, cuma lagi kerja di luar kota,” jelasnya kepada tim tebuireng.co pada Sabtu (09/11/2024).
Sejarah Pendirian Masjid Al-Hidayah
Ia menceritakan, Masjid Al-Hidayah didirikan sekitar tahun 1967 dan Gereja Kristen Jawi Wetan didirikan sekitar 1914. Sejak saat itu tidak ada masalah atau konflik di masyarakat karena masalah perbedaan agama.
Awal pendirian masjid ini, katanya, untuk kepentingan ibadah masyarakat sekitar yang belum memiliki tempat beribah. Miskunadi, yang dikenal tekun beribadah, berinisiatif mendirikan tempat salat di atas tanahnya.
Lambat laun berjalan, Miskunadi mengembangkan bangunan untuk dijadikan masjid yang sedikit lebih layak. Diawali dengan bangunan setengah tembok, agar masjid lebih kokoh saat dipakai beribadah umat Islam.
“Ahli waris berembuk dan mewakafkan tanah untuk masjid. Status tanah yang awalnya milik pribadi, kini oleh ahli waris Kunadi, sudah diwaqofkan ke Masyarakat,” cerita Handoyo.
Bentuk Kerukunan Umat Beragama di Dusun Mutersari
Kerukunan umat beragama masyarakat Dusun Mutersari, Desa Ngrimbi menurut penuturan Handoyo diwujudkan dalam bentuk saling membantu ketika ada acara seperti Idul Fitri. Begitu juga saat ada Natal, pengurus gereja mengundang tokoh Islam dan masyarakat sekitar ketika waktu ramah tamah.
“Tidak ada masalah, sangat rukun, hari raya lebaran orang Islam seperti Idul Fitri, salat jum’at dan Idul Adha mereka ikut bantu. Islam kirim makanan ke agama lain. Begitu juga saat umat non Islam ketika ada acara, agama lain ikut jaga parkir dan memberikan makanan juga,” ungkapnya.
Pria yang juga ketua Ranting Nahdlatul Ulama (NU) Ngrimbi ini menambahkan, saat ini jama’ah Masjid Al-Hidayah ketika salat Jum’at sekitar 150-200 orang. Bahkan ketika Idul Fitri jama’ah bisa sampai ke depan rumah warga.
Tak jarang juga umat selain Islam ikut mengizinkan halaman rumahnya dipakai untuk sekedar parkir atau kegiatan lainnya.
“Bahkan beberapa agama selain Islam juga ikut ngecor ketika bangun masjid. Masyarakat di sini saling memahami, saling menghargai, semisal kalau ada acara di gereja, pengeras suara di masjid dikurangi volumenya atau pengeras suara dalam,” ujarnya.
Kerukunan umat beragama di Dusun Mutersari juga mulai dipupuk sejak dini oleh generasi tua. Hal tersebut guna menjaga keberlangsungan kerukunan umat beragama Dusun Mutersari. Bahkan segenap tokoh masyarakat Dusun Mutersari tersebut kini sudah mencanangkan dusun mereka menjadi komunitas toleransi.
“Generasi tua terus memberitahu kepada generasi muda agar terus merawat kerukunan yang sudah berlangsung sejak lama. Sikap toleransi ini perlu dibina dan dipupuk setiap hari. Kita dibina sejak kecil. Terbiasa hidup berbeda-beda,” katanya.
Gereja Jawi Wetan Sering Dipakai Acara Bersama
Aktivis Gusdurian Jombang, Aan Anshori menuturkan tingkat kerukunan umat beragama dan etnis di Jombang terbilang bagus, terutama muslim dan selain muslim. Ada sekitar 110 gereja Katolik dan Protestan di Jombang, semua bisa melaksanakan ibadah secara baik.
Data Pusat Statistik Kabupaten Jombang, di Kecamatan Bareng jumlah penduduk sekitar 98.364 orang, 94.938 merupakan Muslim, 3.341 memeluk Kristen Protestan, Katolik sebanyak 67 orang, Hindu sebanyak 7 orang, Budha sebanyak 8 orang, Konghucu berjumlah satu orang dan aliran kepercayaan dua orang
Tentu ada beberapa kejadian yang mewarnai keruknan umat beragama di Jombang seperti penolakan HKBP di Jombang ditolak, tapi dengan semangat
“Pendeta di Mutersari sudah seperti adik saya, saya juga pernah bertemu dengan pengurus masjid karena beberapa kegiatan,” ungkapnya
Aan juga menambahkan, komunitasnya sering membuat acara Bersama di Gereja Jawi Wetan Mutersari. Salah satu kegiatan tersebut yaitu buka bersama lintas agama yang dihadiri oleh istri KH Abdurrahman Wahid, Nyai Sinta Nuriyah Wahid dan puluhan orang.
Selain buka bersama, masyarakat juga melakukan dialog bersama Nyai Sinta dengan masyarakat tentang pentingnya memaknai semangat kebersamaan. Indonesia berdiri karena kebinekaan dan persatuan antar identitas.
“Saat itu saya ketua panitia, Gus Dur telah mewariskan pondasi kebinekaan yang kokoh. Warisan ini, dijaga Bu Sinta dan harus dipelihara setiap orang, khususnya orang Jombang,” ungkapnya.
Selain acara tersebut, untuk merukunkan umat umat beragama ada juga acara sedekah sampah dan botol plastik. Aktor penggerak utama dari kegiatan ini yaitu Pesantren Mamba’ul Al-Hikam Diwek.
Para santri, masyarakat sekitar, dan jama’ah gereja diajarkan cara mengelola sampah plastik dan botol dengan baik. Karena demi keberlangsungan kehidupan di muka bumi.
“Kami pernah memfasilitasi Pesantren Mamba’ul Hikam untuk melakukan gerakan peduli lingkungan di gereja Mutersari yang dipimpin Ning Ika, mereka fokus di lingkungan
Gusdurian Jombang juga aktif menggerakkan para tokoh dan masyarakat untuk hidup bersama dalam kerukunan. Dikatakan Aan Anshori, ia dan Kepala Desa Ngrimbi, Samsul memiliki sudut pandang yang sama tentang kerukunan umat beragama. Karena sama-sama alumni pesantren.
Ia berharap, kehidupan masyarakat di Ngrimbi bisa menginspirasi berbagai kehidupan masyarakat di berbagai daerah dalam membangun kerukunan umat beragama. Terutama terkait kekompakan pembesar agama dalam membimbing masyarakat.
“Dusun Mutersari menjadi percontohan toleransi. Pemimpin dan tokoh masyarakat harus mencontohkan perilaku hidup toleransi, lewat kegiatan bersama dan sikap sehari-hari. Ini yang dicontohkan Gus Dur,” tutup Aan.
Penulis: Syarif Abdurrahman
Editor: Thowiroh