tebuireng.co – Mengingat kembali momen haji wada’ sering terjadi ketika melihat para jemaah haji Indonesia tiba kembali di Tanah Air. Proses kepulangan jemaah haji tersebut dilakukan dalam dua gelombang hingga 14 Agustus 2022 mendatang.
Gelombang pertama sendiri telah dimulai sejak Jumat (15/07/2022) lalu, yang terbagi ke dalam beberapa kloter kedatangan. Seperti yang telah diketahui, seusai melaksanakan seluruh rukun ibadah haji, para jemaah akan meninggalkan kota Makkah.
Namun, sebelum kepulangan tersebut, para jemaah akan melakukan thawaf wada’ atau dikenal sebagai thawaf perpisahan dengan kota Makkah yang mulia. Momen kepulangan tersebut tentu mengingatkan kita terhadap sebuah sejarah yang sangat mengharukan.
Di mana tanda-tanda perpisahan dengan Rasulullah telah dirasakan oleh seluruh umat islam pada saat itu. Momen tersebut adalah haji wada’ atau haji perpisahan.
Ketika itu, isak tangis para sahabat tak lagi dapat terbendung. Pasalnya, kesedihan dan keharuan atas peristiwa haji wada’ itu membuat para sahabat merasa takut ditinggalkan oleh Rasulullah. Dalam masa pelaksanaan ibadah haji wada’ itu, Rasulullah menerima wahyu terkait kesempurnaan agama Islam.
Wahyu Allah tersebut disampaikan dalam surat Al-Maidah ayat 3:
اَ لْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَـكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَ تْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَـكُمُ الْاِ سْلَا مَ دِيْنًا ۗ
“Pada hari itu, Aku telah sempurnakan bagimu agamamu dan telah aku lengkapi karunia nikmat-Ku atasmu, serta telah aku ridhai Islam itu menjadi agamamu.” (QS Al-Maidah: 3)
Dengan demikian, maka telah sempurnalah agama Allah, yakni agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Bahkan, pada masa itu, Allah telah memberikan karunia-Nya yang begitu agung kepada Rasul dan seluruh umatnya. Sehingga, dapat mengantarkan perjuangan para pembela kebenaran kepada kesuksesan.
Ketika Rasulullah masih berada di Mina dalam melaksanakan haji wada’ tersebut, Rasul telah merasakan tanda-tanda perpisahan dengan umat yang sangat dicintainya. Kemudian, turunlah surat An-Nashr yang menjadi isyarat berakhirnya tugas Rasulullah.
اِذَا جَآءَ نَصْرُ اللّٰهِ وَا لْفَتْح. وَرَاَ يْتَ النَّا سَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اَفْوَا جًا . فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَا سْتَغْفِرْهُ ۗ اِنَّهٗ كَا نَ تَوَّا بًا
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk ke dalam agama Allah dengan berduyun-duyun, maka bertasbihlah dengan memuji nama Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya ia adalah Maha Penerima Taubat.” (QS An-Nashr: 1-3)
Ayat tersebut menjadi sebuah isyarat adanya perpisahan, yakni ketika berakhirnya perjuangan Nabi melaksanakan risalahnya. Pada saat itu pula, pertolongan Allah begitu menakjubkan. Di mana umat manusia berbondong-bondong masuk islam, sehingga kota Makkah terbuka menjadi wilayah kaum Muslimin.
Sejak saat itu, agama Islam berkembang dengan pesat hingga ke seluruh Jazirah Arab. Kejayaan agama Allah itu tak dapat ditangguhkan lagi. Namun, tak lama kemudian, hari perpisahan umat Islam dengan Rasulullah pun segera tiba.
Mengingat kembali momen haji wada’ yang dihadiri oleh 150.000 jemaah dari seluruh lapisan suku dan masyarakat kabilah Arab itu menyisakan tangis usai Rasulullah menyampaikan pidatonya. Pada peristiwa tersebut Rasulullah menyampaikan firasat akan ajalnya.
أيّهَا النّاس، اسْمَعُوا منّي أُبّينْ لَكُمْ، فَإنّيَ لاَ أَدْرِي، لعَليّ لاَ أَلْقَاكُمْ بَعْدَ عَامي هَذَا، في مَوْقِفي هذا
“Wahai saudara-saudaraku, dengarlah dengan baik kata-kataku ini. Sesungguhnya aku tidak mengetahui, barangkali aku tidak akan berjumpa lagi dengan kalian dalam suasa seperti ini untuk selama-lamanya.”
Seluruh umat Muslim pada saat itu juga bagaikan ditarik dari suasana bahagia ke dalam haru dan kesedihan. Pasalnya, mereka tidak pernah mempersiapkan diri atas kehilangan dan kepulangan Rasulullah kepada pemiliknya.
Kesedihan atas kabar dari Rasulullah tersebut tak mampu menahan isak tangis umatnya. Meski demikian, kesedihan Rasulullah lebih dari apa pun. Dalam suasana tersebut Rasulullah kemudian melanjutkan pidatonya. Di antara isinya adalah sebagai berikut.
إنّ دِمَاءَكُمْ وَأمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَليكُمْ حَرَامٌ إلى أنْ تَلْقَوْا رَبَّكُمْ، كَحُرمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا في شَهْرِ كُمْ هَذَا في بَلَدِكُم هَذَا وإنكم ستلقون ربكم فيسألكم عن أعمالكم وقد بلغت ، فَمَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ أَمَانةٌ فليؤُدِّها إلى مَنْ ائْتمَنَهُ عَلَيها
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya darah dan hartamu haram bagimu satu dengan yang lain, kecuali dengan jalan yang sah, sampai kamu sekalian berjumpa dengan Allah.
Sebagaimana keharaman atasmu pada harimu ini, pada bulanmu ini, dan di negerimu ini. Kamu semua akan berjumpa dengan Allah, kamu semua akan diminyai pertanggungjawaban tentang amal perbuatanmu.
Saksikanlah bahwa aku telah menyampaikan hal itu kepadamu. Siapa yang menyimpan amanat seorang dari kalian hendaklah amanat itu ditunaikan kepada yang mengamanatkannya,”
Pidatonya tersebut mengisyaratkan bahwa ia sebenarnya tak menginginkan umatnya terjerumus sepeninggalnya kelak. Oleh karena itu, bahkan pada masa-masa terakhirnya, Rasulullah masih terus mengingatkan umatnya agar senantiasa ingat kepada Allah dalam melakukan segala hal.
Maka, sudah sepatutnya, momen thawaf wada’ bagi para jemaah haji menjadi saat-saat yang mengharukan, karena akan meninggalkan Makkah tercinta dan telah selesai menunaikan panggilan Allah.
Oleh: Dinna