tebuireng.co – Al-Qur’an adalah penawar dari berbagai penyakit hati, kemusyrikan dan kemunafikan. Al-Qur’an juga rahmat bagi umat muslim. Menghafal Al-Qur’an menurut pendapat mayoritas ulama hukumya fardhu kifayah.
Penghafal al-Qur’an sudah ada sejak zaman nabi atau sejak diturunkannya wahyu pertama sebelum terjadi pengkodifikasian al-Qur’an di zaman khalifah Utsman bin Affan. Tujuan dari adanya penghafal Al-Qur’an adalah agar terjaga dari penggantian dan pengubahan Al-Qur’an.
Pada zaman ini sudah banyak Al-Qur’an dilombakan, dengan tujuan salah satu cara untuk mempopulerkan Al-Qur’an di kalangan masyarakat luas. Selain itu, begitu banyak lembaga pendidikan tinggi yang menawarkan jalur beasiswa untuk para calon mahasiswa yang hafal Al-Qur’an. Bahkan jurusan kedokteran pun, jurusan yang tergolong mengeluarkan biaya ratusan juta per-mahasiswanya membuka jalur beasiswa bagi yang hafal Al-Qur’an.
Hal tersebut adalah sebuah kemajuan yang sangat bagus dalam dunia pendidikan, namun tidak bisa dipungkiri juga kalau banyak orang yang justru menjadi salah niat. Dari yang awalnya menghafal al-Qur’an karena menjaga kalam Allah dan mengharap ridho-Nya berubah menjadi menghafal al-Qur’an karena ingin mendapatkan beasiswa.
Siapa yang tidak ingin mendapatkan beasiswa? Sebagai seorang yang berprestasi pasti ingin mendapatkannya. Namun bagaimana jika Al-Qur’anlah yang menjadi taruhannya?
Niat adalah keinginan yang berada di dalam hati. Di dalam Islam, niat akan membuahkan suatu kebaikan bagi yang mengerjakannya apabila ditujukan hanya kepada Allah SWT. Islam telah mengajarkan bahwa sebelum melakukan apapun harus menata niat yang semata-mata untuk medapat barakah dari Allah SWT.
Zaman sekarang, lebih banyak orang melakukan sesuatu karena ada imbalannya yang bersifat keduniawian. Padahal sudah ada warning di dalam al-Qur’an, tepatnya dalam surah Al-Qashash, ayat 79:
قَالَ الَّذينَ يُرِيدُونَ الحَيوةُ الدُّنيَاَ يَلَيْتَ لَنَا مِثلَ مَا اُوتِيَ قَارُونَ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
Artinya: Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”.
Orang orang yang tertarik dengan hal-hal duniawi disamakan dengan Qorun, yang sifatnya sangat di benci oleh Allah SWT. Padahal seharusnya seorang penghafal al-Qur’an memiliki sifat seorang mukmin yang shalih yang menganggap pahala dari Allah lebih baik dari pada imbalan dunia.
Sebagaimana lanjutan firman Allah dalam surah Al-Qashash ayat 80:
وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلا يُلَقَّاهَا إِلا الصَّابِرُونَ
Artinya: Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu, “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar.”
Perkataan orang-orang yang berilmu tersebut adalah untuk menanggapi perkataan orang-orang yang menginginkan kehidupan seperti kehidupan Qarun yang tertipu oleh kehidupan dunia.
Sebagai tambahan, Al-Qur’an pada ayat-ayat pembukanya diawali dengan ayat:
الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ
Artinya: “mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka,”.
Dari ayat ini kita bisa memahami bahwa kita sebagai orang muslim harus lebih mengedepankan sifat memberi dari apa yang telah dianugerahkan Allah kepada kita, dan meminimalisir sifat meminta apalagi menggunakan perangkat agama dengan tujuan sebagai tameng mendapatkan fasilitas dunia.
Maka jika mendapatkan beasiswa karena menghafal Al-Qur’an, kita harus berkeyakinan itu adalah barokahnya Al-Qur’an. Sehingga kita menghafalkan Al- Qur’an benar benar lillahi taala, karena tidak semua orang dapat kesempatan menghafalkannya, tidak semua orang bisa menghafalkannya.
Mampu menghafal Al-Qur’an adalah anugrah dari Allah SWT. Maka kita harus bertanya kembali pada diri kita masing-masing. Apakah niat kita sudah benar? Apakah tujuan menghafal al-Quran kita sudah lillahi ta’ala? Maka jangan pernah kita mempermainkan niat dengan Al-Qur’an, sebab siksa orang yang mempermainkan al-Qur’an begitu pedih.
Oleh: Alyssa Q, Mahasiswi Mahad Aly Hasyim Asy’ari.