Tradisi Lebaran Mandura di Kota Palu merupakan salah satu kekayaan budaya lokal yang unik dan sarat makna. Tradisi ini dilaksanakan oleh masyarakat suku Kaili, suku asli yang mendiami wilayah Sulawesi Tengah, khususnya di Kota Palu dan sekitarnya.
Istilah “Mandura” berasal dari bahasa Kaili yang berarti berkunjung atau bersilaturahmi. Tradisi ini dilakukan sepekan setelah hari raya idul fitri. Selain untuk silaturahmi, lebaran ini juga menjadi momen hari raya bagi orang yang melaksanakan puasa 6 hari di bulan Syawal.
Lebaran Mandura biasa biasanya ditandai dengan sholat berjamaah dan makan makan bersama setelahnya
Selain itu, tradisi ini biasanya juga dimeriahkan dengan pawai mandura, pawai obor serta makanan khas masyarakat Suku Kaili yang disajikan saat lebaran Mandura yakni uta dada ikan, uta dada ayam, palumara daging, kalopa, putu dan duo.
Dalam perayaan lebaran Mandura di tahun 2025, Menteri Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Abdul Kadir Karding yang turut serta hadir untuk membuka acara mengungkapkan bahwa saratnya makna yang terkandung dalam tradisi lebaran Mandura ini tidak cukup untuk diperkenalkan dalam skala lokal akan tetapi harus juga menjagkau hingga skala internasional.
“Insyaallah, di tahun berikutnya kegiatan ini akan kita buat lebih meriah, tidak hanya di Kota Palu saja, melainkan sampai dikenal secara nasional bahkan internasional,” ujarnya dalam acara pembukaan lebaran Mandura yang dilaksanakan di kawasan Tugu Mandura, Kelurahan Baru, Jalan Cokroaminoto, Kota Palu, Minggu (6/4/25).
Lebaran Mandura bukan hanya bentuk perayaan keagamaan, tetapi juga perwujudan nilai-nilai budaya yang menjunjung tinggi kebersamaan, saling menghargai, dan solidaritas sosial.
Di tengah perkembangan zaman, tradisi ini tetap bertahan dan terus dijaga secara turun temurun dari zaman Sayyidil Habib Idrus bin Salim Al-Jufri
Keberlanjutan tradisi Mandura menunjukkan bahwa kearifan lokal memiliki kekuatan untuk bertahan di tengah modernitas. Bagi masyarakat Palu, Mandura bukan hanya ritual tahunan, melainkan cermin kehidupan yang harmonis dan gotong royong, yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Baca juga: 2 Hari Raya Islam diakui UNESCO sebagai Hari Besar Keagamaan