tebuireng.co – KH. Mukhlas Hasyim MA, atau yang lebih dikenal dikalangan santri dengan panggilan Abah Mukhlas. Beliau lahir di Brebes pada 7 Oktober 1963. Abah Mukhlas merupakan alim ulama besar di Jawa Tengah yang memilih mengabdikan dan menyibukan diri kepada ilmu dengan mengajar para santri di Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Sirampog yang terletak di sekitar kaki Gunung Slamet. Menantu dari almaghfurlah KH. Masruri Mughni seorang alim besar dan salah satu santri kesayangan KH. Fatah Hasyim Tambakberas ini seorang kiai yang keilmuannya sangat matang, baik dalam kajian turats atau klasik sampai kajian kontemporer, dan menjadi rujukan para kiai di Brebes apabila terdapas musykil dalam suatu permasalahan hukum baik di bidang fikih,tafsir,akidah yang sukar untuk menemukan jawaban yang tepat. sosok kiai kharismatik dan berwibawa mampu mencetak santri yang cinta terhadap ilmu buah dari pengabdian beliau pada ilmu dan agama ini.
Seorang Kiai yang Alim dan Ahli Tafsir
Kealiman KH. Mukhlas Hasyim dalam ilmu-ilmu keislaman tidak dapat diragukan lagi, yang mana tersimpulkan dalam 3 aspek keilmuan: ilmu lughoh, ilmu ushuludin dan ilmu syariah. Menurut penuturan Kiai Muhaimain, bahwa Abah Mukhlas Hasyim termasuk kiai yang langka dizaman sekarang ini, beliau tidak hanya hafal Qur’an namun juga hafal setafsir-tafsirnya mulai dari tafsir klasik seperti tafsir Ibnu Katsir sampai tafsir kontemporer seperti tafsir Al-Maroghi. Disamping kesibukannya mengajar para santri dari mulai Subuh sampai tengah malam, Abah Mukhlas selalu menyempatkan waktu untuk membaca baik memuroja’ah maupun membaca buku atau kitab yang baru minimal 3 jam beliau khususkan diisi untuk muroja’ah dalam sehari.
Baca Juga: Tafsir Pemikiran Kebangsaan dan Keislaman Hadratussyaikh
Kiai yang ‘Almukhafdhotu ala Qodim Sholih wal Akhdu bil Jadid Aslah’
Abah Mukhlas sosok yang sangat menjaga tradisi lama pesantren di Jawa terutama dalam sistem pembelajaran sorogan dan bandongan yang menggunakan metode makna Jawa, tidak ada makna yang terlewatkan sampai ta’aluq pada huruf jer pun tak luput dari pemaknaan Jawa beliau. Beliau sangat menuntun santrinya agar bisa membaca kitab dengan metode makna Jawa (utawi iki iku) karena disamping menjaga tradisi lama terdapat keberkahan sendiri dengan metode ini banyak santri dapat memahami kitab dengan sangat detail, saat sorogan dengan beliau pun jika ada makna yang terlewatkan atau bahkan salah beliau akan sangat marah. Abah Mukhlas menyadari bahwa zaman yang saat ini para santrinya hidup berbeda dengan zaman beliau dulu maka dari abah selalu menyampaikan agar santri tidak buta dengan kemajuan zaman dan apapun yang sedang terjadi saat ini mulai dari situasi perekonomian, politik bahkan isu-isu yang terjadi dibelahan dunia lain santri harus mengetahuinya. Pernah suatu saat ada alumni yang sedang menempuh pendidikan di Tunisia datang sowan ke beliau saat itu alumni tersebut dibikin kaget karena abah lebih mengetahui apa yang sedang terjadi di negara sana, dari situlah para santri istifadah bahwa ulama sekaliber beliau tak pernah lekang oleh perkembangan zaman tetapi juga tidak meninggalkan tradisi ulama jawa terdahulu.
Mencetak Santri yang Cinta Ilmu
Abah Mukhlas sadar bahwa santrinya kelak tidak semuanya akan berkarir dalam satu bidang, tidak semuanya akan menjadi ulama. Maka dari itu, Abah Mukhlas selalu mendidik santrinya agar kiat mengaji, menghormati kitab-kitab ulama, dan sangat keras jika ada santri yang meremehkan ilmu. Suatu ketika saat pengajian Tafsir Jalalain di masjid, ada beberapa santri yang lalu lalang lewati depan masjid. Sontak abah langsung marah seraya berucap, “ini itu majelis ilmu, ilmu itu mulia, maka hormati ini yang sedang mengaji.” Tidak lain karena abah ingin mencetak santri yang cinta pada ilmu. Maka tidak heran banyak santri beliau walaupun sudah berkarir di berbagai bidang tetap mempunyai ghiroh cinta pada ilmu yang kuat.
Kegiatan Membaca sebagai Hiburan
Kegiatan membaca sudah menjadi kewajiban beliau. Saking cintanya membaca, Abah Mukhlas Hasyim lebih memilih tidur sendiri di kamar yang juga menjadi perpustakaan pribadi beliau. Kegilaan dalam membaca ini terinspirasi dari guru beliau sewaktu menempuh pendidikan pesantren di Leler, yaitu Abah Hisyam. Saking seringnya Abah Hisyam membaca, sampai keluar darah dari kedua matanya. Hal inilah yang menjadikan Abah Mukhlas menjadi Kiai yang tak pernah bosan membaca. Ketika ada alumni yang telah menyelesaikan studi di Mesir datang sowan membawakan buku baru, abah sangat senang karena buku dan kitab kontemporer pun beliau baca.
Beliau sudah tiada, namun semangat dalam khidmah kepada ilmu dan menjaga tradisi keilmuan di tanah Jawa akan selalu di wariskan kepada santri-santrinya. Dari beliau kita belajar bahwa seberapun luasnya ilmu seseorang, maka dia tidak mudah puas karena ilmu itu jauh lebih luas lagi dari yang ia miliki.
*Oleh: Badar, Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng.