Shalawat Seribu Rebana Kabupaten Jombang didirikan pada saat menjelang peringatan 100 hari meninggalnya mantan Presiden ke-4 K.H. Abdurrahman Wahid atau dikenal dengan Gus Dur. Hal itu bermula dari pertemuan para kiyai yang merasa galau terkait tidak adanya peringatan wafatnya Gus Dur di kabupaten Jombang selain di Pesantren Tebuireng.
Inilah yang membuat prihatin sejumlah tokoh, di mana menurut penuturan Rajiful Mamduh dalam ulasannya membuat para kiai di kabupaten Jombang termasuk pengasih PP Fallahul Muhibbin, KH Nur Hadi (Mbah Bolong), Ustad H Chalimi Sumbermulyo Jogoroto dan Gus Latif mendiskusikan untuk mengadakan acara besar menyambut 100 hari wafatnya Gus Dur, akhirnya muncullah ide untuk mengadakan pembacaan shalawat bersama.
Namun masih belum ada tema atau nama yang bisa mengemas acara pembacaan shalawat bersama tersebut, akhirnya muncullah usulan dari Rjiful Mamduh yang merupakan salah satu wartawan Jawa Pos Radar Jombang untuk menamai pergelaran tersebut dengan Shalawat Seribu Rebana, ia mengusulkan nama tersebut terinspirasi semasa kuliah dan nyantri di kota Malang. Ia pernah melihat pentas shalawat kolosal di salah satu pasar di kota tersebut. Mereka berkumpul bershalawat bahkan juga ada drigen yang memandu sambil membawa stick layaknya orkstra.
Setelah terbentuk agenda acara Shalawat Seribu Rabana tersebut, mereka melakukan setidaknya empat kali gladi bersih. Pertama pada Rabu (24/3/2010) di pondok Kiai Abdul Hadi di Watugaluh. Lalu gladi bersih kedua pada Jumat (26/3/2010) juga di PP Fallahul Muhibbin Watugaluh. Kemudian gladi bersih ketiga dilaksanakan di Mushalla Pendopo Kabupaten Jombang sehari menjelang tampil. Gladi bersih terakhir dilaksanakan pada hari Ahad sore atau dua jam sebelum tampil di alun-alun Jombang.
Hujan terus mengguyur selama acara itu. Walaupum begitu, baik jama’ah yang hadir maupun anggota grup shalawat yang tampil tetap khusyu’ dan tak sedikitpun beranjak dari tempat duduknya. Acara itu pun dinilai sukses besar. Hingga muncul keinginan untuk merutinkan Salawat Seribu Rebana tersebut.
Keinginan itu pun langsung ditindaklanjuti dengan rapat pada Selasa, 11 Mei 2010 untuk membentuk struktur kepengurusan Shalawat Seribu Rebana. Semua yang hadir saat itu sepakat mengangkat KH. Abdul Hadi atau Mbah Bolong sebagai pengasuh serta ustad Muhajirin Bongkot Peterongan sebagai ketua jam’iyah. Rapat itu juga sepakat untuk membuat rutinan Shalawat Seribu Rebana tiap hari Sabtu malam Ahad Wage. Rutinan edisi pertama itu juga sukses dan terus berlanjut hingga sekarang.
Pelaksanaan acara Shalawat Seribu Rebana tersebut bergantian dari satu desa ke desa lain atau dari kecamatan satu ke kecamatan yang lain se kota Jombang. Dalam setiap acara biasanya dihadiri sekitar kurang lebih 600 jama’ah laki-laki dan perempuan serta kurang lebih 150 – 200 pengurus dan anggota penabuh Shalawat Seribu Rebana.
Oleh: Haris Sandi, Siswa SMK IT Tebuireng III KM 9 Petalongan