tebuireng.co- Dr. KH. M. Afifudin Dimyathi., L.c., M.A atau yang akrab disapa Gus Awis merupakan tokoh asal pesantren yang dikenal produktif dalam menulis. Tidak hanya populer di Indonesia saja, beberapa karyanya bahkan sudah banyak yang diterbitkan di Mesir untuk dijadikan sumber referensi dan rujukan khususnya bagi para mahasiswa.
Lahir di Jombang, 7 Mei 1979 dan merupakan putra dari pasangan KH. A. Dimyathi Romly dan Hj. Muflichah. Ayahnya, KH. A. Dimyathi Romly merupakan penyusun istighosah sekaligus Mursyid Thoriqoh Mu’tabaroh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah sedangkan ibunya adalah putri dari KH. Ahmad Marzuki Zahid Langitan.
Gus Awis mengenyam pendidikan formalnya di Indonesia hingga tingkat Aliyah tepatnya di Madrasah Aliyah Keagamaan Negeri (MAKN) Jember dan selesai pada tahun 1997. Berbekal hafalan 5 juz Al-Quran yang di dapat selama aliyah,ia pun berkehendak melanjutkan pendidikannya di luar negeri yakni di Universitas al-Azhar Mesir, Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Ilmu al-Quran.
Namun sebelumnya karena beberapa kendala, setahun setelah lulus Aliyah, ia tidak langsung berangkat ke Mesir namun memilih untuk melanjutkan mondok dan menyelesaikan hafalannya di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran Ngaglik Sleman Yogyakarta yang diasuh oleh KH. Mufid Mas’ud.
Setelah menyelesaikan hafalannya, pada tahun 1998, Gus Awis pun melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Al-Azhar dan lulus pada tahun 2002 kemudian lanjut pendidikan S2 di Sudan tepatnya di Khartoum International Institute for Arabic Language dan lulus pada tahun 2004. Tak hanya sampai di situ, semangat mencari ilmunya dilanjutkan Gus Awis dengan meneruskan pendidikan S3 di Sudan tepatnya di al-Neelain University jurusan Tarbiyah Konsentrasi Kurikulum dan Metodologi Pengajaran Bahasa Arab dan lulus pada pada tahun 2007.
Setelah pulang di Indonesia, Gus Awis menghabiskan waktunya dengan mengajar, menyimak hafalan santri dan menulis buku dan kitab. Saat ini beberapa karyanya yang khusus dikaji oleh para santri di cetak hingga ratusan eksemplar setiap tahun sedangkan karya yang khusus ia tulis untuk para mahasiswa telah banyak terbit dan menjadi referensi belajar baik di dalam maupun di luar negeri.
Inspirasinya dalam menulis banyak ia dapatkan ketika menjadi guru pengajar di beberapa kampus. Objek daripada tulisannya adalah santri dan mahasiswa. Hampir semua karyanya ditulis dengan berbahasa Arab. Sehingga butuh orang yang benar-benar menguasai dan paham bahasa Arab yang bisa membaca serta mengkaji karyanya.
Seperti ketika menjadi dosen Fakultas Tarbiyah, jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA) di Univeritas Sunan Ampel (UINSA) dan mengajar tarjamah Indonesia-Arab, ia pun terinspirasi untuk menulis buku yang berjudul Panduan Praktis Menulis Bahasa Arab untuk memudahkan mahasiswanya belajar terjemah.
Ketika diminta menjadi dosen di UIN Tulungagung untuk mengajar studi Al-Quran. Gus Awis terinspirasi untuk menulis kitab berjudul Mawarid al Bayan fi Ulum al Quran yang menjadi karya pertamanya dalam bidang Al-Quran yang tidak hanya dikhususkan untuk dikaji mahasiswa namun untuk dijadikan kitab kajian untuk para santri di pesantren.
Beberapa karya yang lain adalah kitab Irsyad al-Darisin ila Ijma’ al-Mufassirin, ‘Ilm al-Tafsir: Ushuluh wa Manahijuhu yang ia tulis ketika ia mengajar Manhajut Tafsir. Dan kitab inilah yang menjadi kitab pertama Gus Awis yang terbit di Mesir.
Gus Awis Juga pernah menulis Kitab berjudul al-Syamil fi Balaghat al-Quran yang terbitkan hingga menjadi tiga jilid karena banyaknya keterangan yang termuat dalam kitab tersebut. Kitab yang membahas tentang balaghah pada ayat Al-Quran dengan cukup tebal tersebut ia selesaikan dalam kurun waktu 14 bulan.
Gus Awis memang menyukai hal yang berkaitan dengan Al-Quran semenjak menempuh pendidikan di Aliyah. Baginya berinteraksi dengan Al-Quran menumbuhkan kesan yang sangat asik dan bisa membuat orang menjadi tertarik. Hal tersebut juga ia rasakan ketika menulis karya al-Syamil fi Balaghat al-Quran. Dalam menulis ia merasa sangat dimudahkan dalam mencari berbagai referensi yang berkaitan dengan pembahasannya.
Tak hanya buku atau kitab dengan pembahasan tafsir Al-Quran dan balaghah. Gus Awis juga menulis kitab tentang ushul fikh yang berjudul Jadawil Al Fushul Fi Ilmil Ushul. Penulisan kitab tersebut terispirasi dari situasi pandemi yang membuat putra-putrinya belajar secara online di rumah. Melihat hal tersebut yang menurutnya kurang efisien akhirnya ia menuliskan kitab ushul fikh yakni ringkasan ilmu ushul fikh yang diambil dari berbagai referensi dan kemudian dicetak dan diajarkan pertama kali kepada putra-putrinya.
Di umurnya yang masih berangka 43 tahun, sudah banyak sekali karya Gus Awis yang telah berhasil terbit, dikaji oleh berbagai kalangan dan akhirnya menjadi inspirasi tersendiri bagi dirinya untuk selalu semangat dalam menulis karya baru. Gus Awis merupakan sosok ulama produktif yang bisa dijadikan teladan bagi para pelajar untuk terus berkarya dan memberi manfaat kepada orang banyak.
Baca juga: Peran Besar Perempuan Menurut Gus Awis