tebuireng.co– Tarekat tasawuf ditandai oleh kemunculan zuhhad (orang-orang zuhud) yang hatinya tidak tergantung pada dunia. Ada sebuah hadits yang meriwayatkan bahwa ketika Islam telah berkembang luas dan kaum muslimin telah memperoleh kemakmuran, sahabat Umar bin Khattab RA berkunjung ke rumah Rasulullah SAW. Ketika Umar telah masuk ke dalamnya, dia tertegun melihat isi rumah Beliau, yang ada hanyalah sebuah meja dan alasnya hanya anyaman daun kurma yang kasar. Sementara ada griba (tempat air) yang menggantung di dinding yang biasa Rasulullah pakai untuk berwudlu. Air mata Umar pun berlinang seketika. “Gerangan apakah yang membuatmu menangis, wahai sahabatku?” tanya Rasulullah.
Umar pun menjawab, “Bagaimana aku tidak menangis, ya Rasulullah? Hanya seperti ini keadaan yang aku dapati di rumah Tuan. Tidak ada perkakas, tidak ada kekayaan, padahal Tuan telah memegang kunci dunia timur dan dunia barat.” Lalu Beliau menjawab, “Wahai Umar, aku ini adalah Rasulullah. Aku bukan seorang kaisar Romawi dan juga bukan Kisra Persia. Mereka hanya mengejar duniawi, sementara aku mengutamakan ukhrowi.” Inilah jalan sufi Rasulullah.
Baca juga: Allah Mengajarkan Manusia Bahasa Lisan dan Bahasa Isyarat
Tarekat atau thariqah mengalami perkembangan dari masa ke masa. Pertama-pertama ia muncul sekitar abad 10 M sebagai jalan yang ditempuh seorang sufi untuk sampai kepada Allah secara fardiyyah (individual). Kemudian pada abad 13 M, metode berkembang dari individual menjadi kolektif. Beberapa orang bersama-sama melakukan muraqabah kepada Allah. Dan sejak abad 15 M, terjadi transisi misi ajaran dari guru atau mursyid kepada para pengikutnya. Pada tahap ini tarekat dikenal dengan organisasi tasawuf yag melestarikan ajaran-ajaran syaikh tertentu. Karena itu pula muncul nama-nama tarekat seperti Tarekat Qadiriyah, Naqsyabandiyah, dan Syadziliyah.
“Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf” ini disusun oleh Sang Kiai Ahli Dokumentasi –begitu Martin van Bruinessen menyebutnya— KH. A. Aziz Masyhuri, pengasuh Pondok Pesantren Al-Aziziyyah Denanyar Jombang. Ia sangat aktif menulis, hingga dalam usia 73 tahun ini telah menghasilkan lebih dari 200 karya buku dan ikhtishar dalam bahasa Indonesia maupun Arab. Ia rajin dalam mengumpulkan keputusan-keputusan Muktamar, Ahkamul Fuqaha’, selain juga pernah menulis 99 Kiai Kharismatik Indonesia dan 99 Kiai Pondok Pesantren Nusantara.
Menurutnya, tarekat secara etimologi berarti jalan. Tarekat sama halnya dengan “madzhab” dalam disiplin Ilmu Fiqh, dan “firqah” dalam Ilmu Kalam. Sedangkan dalam istilah tasawuf, tarekat berarti perjalanan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara menyucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri kepada Tuhan (hlm. 1). Tarekat kemudian dipakai dan dipahami banyak kalangan sebagai suatu bimbingan pribadi dan perilaku yang dilakukan oleh seorang mursyid kepada muridnya.
Fokus pembahasan dalam buku ini adalah golongan zuhhad (orang-orang zuhud). Karena mayoritas manusia lebih terpesona akan dunia (hubbud dunya) dan takut pada kematian (karahiyatul maut). Belajar dari kasus Daulat Bani Umayah yang ketika itu memiliki wilayah yang amat luas, terbentang dari Asia, Afrika Timur, sampai Eropa, namun seketika hancur karena tidak memiliki spiritualitas batiniah. Begitu juga yang dialami oleh Daulat Bani Abbasiyah (hlm. 5).
22 tarekat yang berhasil dihimpun oleh KH. A. Aziz Masyhuri adalah Tarekat Alawiyah, Ahmadiyah Badawiyah, Aidrusiyah, Chisytiyah, Dasuqiyah, Ghazaliyah, Haddadiyah, Idrisiyah, Khalwatiyah, Malamatiyah, Maulawiyah, Naqsyabandiyah, Naqsyabandiyah Haqqaniyah, Qadiriyah, Rifa’iyah, Sammaniyah, Sanusiyah, Suhrawardiyah, Syadziliyah, Syattariyah, dan Tijaniyah. Pengurutan nama-nama tarekat tersebut berdasarkan abjad sebagaimana ensiklopedi pada umumnya. Semua tarekat tersebut termasuk dalam kelompok thariqah mu’tabarah, tarekat yang memiliki sanad yang muttasil (sambung) sampai kepada Rasulullah SAW.
Dalam tradisi tarekat, sebagai organisasi tasawuf, murid-murid biasanya berkumpul di suatu tempat yang disebut ribath, zawiyah, atau khanaqah untuk melakukan latihan-latihan rohani (dzikr Allah) yang materi pokoknya adalah membaca istighfar, membaca shalawat Nabi dan membaca dzikir nafi itsbat dan ism dzat secara bersama di bawah bimbingan guru (mursyid), yang di dalamnya terdapat ajaran-ajaran (’amaliyah), aturan-aturan (adab), kepemimpinan (mursyid), hubungan antara mursyid-murid, wasilah, silsilah, ijazah, suluk, dan ritual seperti baiat atau talqin, khususiyah, haul, dan manaqib (hlm. 8).
Kalangan Nahdiyin, walaupun tidak mengikuti organisasi tarekat tertentu, setidaknya harus memiliki jalan sufi untuk membersihkan hati dari kotoran-kotoran dunia yang kian hari semakin menjalar. Karena orientasi kehidupan yang sebenarnya bukanlah dunia dan harta benda, melainkan kebahagiaan hidup di kehidupan selanjutnya. (pernah dimuat di NU online pada Senin, 23/03/2015 12:02)
Data buku
Judul Buku : Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf
Penulis : KH. A. Aziz Masyhuri
Cetakan : II, Desember 2014
Penerbit : Imtiyaz Surabaya
Tebal : xvii+396 halaman
Peresensi : Hilmi Abdillah, santri Pesantren Tebuireng
Baca juga: Keutamaan dari Nama Nama Allah