Pagi hari terasa cepat sekali berlalu, tiba-tiba sudah menginjak gelap malam dan badan harus segera istirahat untuk aktivitas esok hari lagi. Fenomena umum yang mungkin dialami tiap individu, waktu terasa cepat berganti. Namun, apakah ini normal? Ya, hal ini lumrah terjadi. Meski masih menjadi misteri, sejumlah akademisi berusaha menawarkan teori dan gagasan. Berikut sejumlah faktanya!
Mengapa Waktu Berlalu Begitu Cepat
Mengutip dari webmd.com, ada sebuah studi baru dari Hungaria.
Sejumlah peneliti membagi 138 orang secara merata ke dalam tiga kelompok usia: 4 sampai 5 tahun, 9 sampai 10 tahun, dan orang dewasa berusia 18 tahun ke atas. Setiap orang menonton dua video berdurasi 1 menit. Video-video tersebut terlihat dan terdengar serupa, tapi memiliki perbedaan yang signifikan: Satu video memiliki lebih banyak aksi (seorang petugas polisi menyelamatkan hewan dan menangkap pencuri), sementara video lainnya monoton (tahanan melarikan diri dengan perahu dayung).
Para ilmuwan mengajukan dua pertanyaan kepada orang-orang dalam penelitian ini: “Mana yang lebih lama?”
Kelompok termuda menganggap video yang “banyak peristiwa” lebih panjang, sedangkan sebagian besar anak berusia 9 dan 10 tahun–dan sebagian besar orang dewasa–mengidentifikasi video yang “tidak banyak peristiwa” sebagai video yang lebih panjang.
Tampak sekali, bahwa ada dua perspektif yang berbeda dalam menilai video tersebut. Bagi anak kecil, menonton video yang banyak aksi dan peristiwa terasa lebih lama. Sebaliknya, bagi orang dewasa, menonton video yang monoton berasa lama sekali. Padahal, kedua video punya durasi yang hampir sama.
Di sisi lain, para ilmuwan masih berusaha mengungkap misteri persepsi waktu. Ada yang mengatakan bahwa hal ini terkait dengan berapa lama kita telah hidup–seorang anak berusia 5 tahun merasa satu tahun terasa lama karena itu adalah 20% dari hidup mereka.
Yang lainnya menunjuk pada perubahan dalam otak. Sebuah makalah penelitian tahun 2019 menunjukkan bahwa kemampuan kita untuk memproses informasi visual melambat seiring bertambahnya usia; kita melihat lebih sedikit kesan mental (suatu representasi mental yang merupakan cerminan atau mencerminkan hal yang direpresentasikan) dan waktu terasa semakin cepat.
Hal ini menguatkan argumen dari Prof Adrian Bejan, dari Universitas Duke Amerika:
The reason is that the measurable ‘clock time’ is not the same as the time perceived by the human mind. The ‘mind time’ is a sequence of images, i.e. reflections of nature that are fed by stimuli from sensory organs. The rate at which changes in mental images are perceived decreases with age.
“Alasannya adalah karena ‘waktu jam’ yang dapat diukur tidak sama dengan waktu yang dirasakan oleh pikiran manusia. ‘Waktu pikiran’ adalah rangkaian gambar, yaitu refleksi dari alam yang diberikan oleh rangsangan dari organ-organ indera. Kecepatan perubahan dalam kesan mental yang dirasakan menurun seiring bertambahnya usia.”
Seiring bertambahnya usia, menurutnya, ukuran dan kompleksitas jaringan neuron di otak kita meningkat–sinyal listrik harus melintasi jarak yang lebih jauh sehingga pemrosesan sinyal memerlukan lebih banyak waktu. Selain itu, penuaan menyebabkan saraf kita menumpuk kerusakan yang memberikan hambatan pada aliran sinyal listrik, sehingga memperlambat waktu pemrosesan.
Pendekatan ilmu saraf dan psikologi ini cukup masuk akal dan meyakinkan, tetapi masih butuh penjelasan lainnya. Misalnya, apakah hal ini berhubungan dengan daya ingat manusia?
Lupa terhadap sesuatu, apakah punya konsekuensi yang selalu buruk? Tentu tidak. Namun, secara tidak langsung memang daya ingat manusia akan berpengaruh dalam “kesan mental” meminjam bahasa Prof Adrian di atas.
Tanpa mengingat setiap kejadian setiap hari, kita tidak akan mempunyai beban. Namun, jika tidak sama sekali ada yang diingat, malah menjadi problem, bahkan musibah karena akan sulit menjalani hidup tanpa daya ingat.
Tentu, masih ada perspektif lain dalam mengulik misteri waktu ini. Tidak cukup hanya satu mata pisau saja. Jadi, waktu terasa cepat salah satu faktornya ialah usia yang berhubungan dengan saraf dan perbedaan kesan mental. Pandai-pandailah dalam memanfaatkan waktu. Semoga bermanfaat.
Penulis: M Sutan Alambudi
Editor: Ikhsan Nur Ramadhan
Baca Juga: Frugal Living, Gaya Hidup Bikin Kaya?