tebuireng.co – Sebutan Ahlul Bait adalah sebutan yang ditujukan pada keluarga Nabi yang diketahui adalah golongan manusia suci dan terhormat. Menurut Imam Hanafi dan Imam Hanbali, Ahlul Bait adalah keluarga keturunan al-‘Abbas, ‘Ali, Ja’far, ‘Aqil bin Abi Tholib dan al-Harits bin Abdul Mutthollib. Menurut Imam Syafi’i yang termasuk Ahlul Bait adalah Bani Hasyim dan Bani al-Mutthollib, Sedangkan menurut Imam Maliki, Ahlul Bait itu adalah Bani Hasyim saja. Adapun Bani al-Mutthollib saudara Hasyim bukan termasuk Ahlul Bait. Para Ahlul Bait haram hukumnya menerima harta zakat. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, ia berkata, “Al-Hasan bin Ali RA pernah mengambil sebiji kurma yang berasal dari zakat, lalu dia memasukkan kedalam mulutnya, maka Rasulullah saw bersabda, kekh! kekh Muntahkan! Tidakkah kau tahu bahwa zakat itu tidak halal bagi kita?” (HR Muslim).
Baca Juga: Hadhrotur Rasul, Nabi Muhammad adalah Rasulur Rahim
Lantas Mengapa Ahlul Bait Tidak Boleh Menerima Zakat?
Pertama, zakat adalah bagian dari harta yang kotor. Mengingat tujuan daripada disyariatkannya mengeluarkan zakat adalah untuk membersihkan harta (zakat maal) dan untuk membersihkan raga (zakat fitri) dan tidak sepantasnya keluarga Rasul yang mulia menerima bagian yang kotor, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits:
ان هذه الصدقات انما هي اوساخ الناس وانها لا تحل لمحمد ولا لال محمد
Artinya: “Sesungguhnya sedekah (zakat) itu berasal dari kotoran harta manusia dan ia tidak dihalalkan bagi Muhammad dan keluarga Muhammad.” (HR. Muslim).
Kedua, Ahlul Bait sudah tercukupi dengan seperlima bagian harta dari ghanimah. Ahlul bait berhak menerima seperlima dari ghanimah (harta rampasan perang) dan hal tersebut sudah mampu mencukupi kebutuhan Ahlul Bait Sebagaimana yang tercantum dalam Surah Al-Anfal ayat 41:
وَاعْلَمُوْٓا اَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِّنْ شَيْءٍ فَاَنَّ لِلّٰهِ خُمُسَهٗ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ اِنْ كُنْتُمْ اٰمَنْتُمْ بِاللّٰهِ وَمَآ اَنْزَلْنَا عَلٰى عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعٰنِۗ وَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Artinya : “Dan ketahuilah, sesungguhnya segala yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak yatim, orang miskin dan Ibnu Sabil, (demikian) jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu pada hari bertemunya dua pasukan. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Ketiga, kedudukan penerima sedekah (zakat) lebih rendah dari pemberi. Karena memberian zakat ditujukan pada orang orang yang membutuhkan, lemah dan tidak mampu, sedangkan keluarga Rasul adalah orang-orang mulia dan mempunyai kedudukan yang lebih utama daripada manusia lainnya. Berbeda dengan hadiah yang dalam pemberiannya adalah karena unsur mengagungkan atau sebagai bentuk apresiasi. Dalam hadits disebutkan:
عن ابي هريرة رضي الله عنه ان النبي صلى الله عليه وسلم كان اذا اوتي بطعام سأل عنه فان قيل هدية اكل منها وان قيل صدقة لم يأكل منها.
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwasannya Nabi SAW apabila diberi makanan, beliau menanyakannya. Apabila dijawab hadiah, beliau memakan sebagiannya. Apabila dijawab sedekah (zakat), maka beliau tidak memakannya”.
Demikian penjelasan tentang hukum haramnya Ahlul Bait untuk menerima zakat. Wallahu a’lam bisshowab
*Oleh: Thowiroh, Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng.