tebuireng.co– Setelah kami menelusuri dan mempelajari beberapa hadis terkait dengan ta’un dan wabah dalam sembilan kitab hadis, maka kami merangkum beberapa hal:
Larangan Masuk ke Daerah yang Terkena Ta’un dan Keluar darinya
Terdapat beberapa riwayat tentang larangan memasuki daerah yang terkena ta’un selain juga larangan keluar darinya. Imam Malik dalam Muwatta’nya pada bab ma ja’a fi al-ta’un meriwayatkan dari Sa’ad ibn Abi Waqqas yang bertanya kepada Usamah ibn Zayd tentang apa yang pernah didengar dari Rasul Saw tentang ta’un. Lalu Usamah menjawab, Rasul Saw pernah bersabda: “ta’un adalah siksaan yang dikirimkan pada sekelompok orang dari Bani Israil atau pada orangorang sebelum kalian; jika kalian mendengar ada ta’un pada suatu tempat, janganlah kalian masuk padanya; jika terdapat pada suatu tempat ketika kalian berada di tempat itu, janganlah kalian keluar untuk menghindar darinya”.
Imam Ahmad juga meriwayatkan hadis senada, selain dari Usamah ibn Zayd, juga dari kakek ‘Ikrimah ibn Khalid Makhzumi. Imam Bukhari dalam kitab Sahihnya pada bab hadith al-ghar sebagaimana juga pada bab ma yudhkar fi al-ta’un, juga meriwayatkan hadis dari Usamah ibn Zayd, selain juga dari ‘Aishat Ra yang menjelaskan, “Sesungghnya ta’un merupakan siksaan Allah yang dikirim pada orang yang dikehendaki, dan sesungguhnya Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang mukmin; karena tidak seorangpun yang terkena ta’un kemudian tetap tinggal di tempatnya dengan sabar, berharap rida dari Allah, dan menyadari bahwa tiada musibah yang menimpa kecuali telah ditetapkan Allah padanya, kecuali ia mendapat pahala seperti pahala orang yang mati syahid.”
Imam Muslim dalam kitab Sahihnya juga meriwayatkan hadis yang senada pada bab al-ta’un wa al-tiyarat wa alkahanat wa nahwiha dari Usamah ibn Zayd. Imam Abi Dawud dalam kitab Sunannya pada bab al-khuruj min alta’un juga meriwayatkan hadis yang senada dari ‘Abd al-Rahman ibn ‘Awf. Sebagaimana Imam al-Tirmidi dalam kitab Sunannya pada bab ma ja’a fi karahiyat al-firar min al-ta’un dari Usmah ibn Zayd juga.
Persoalan keluar dari lokasi yang terkena wabah, ‘Iyad dan ulama lainnya mengutip pendapat yang membolehkan dari sekelompok sahabat di antaranya Abu Musa al-Ash’ari, dan Mughirah ibn Shu’bah, juga dari sekelompok tabi’in, di antaranya Aswad ibn Hilal dan Masruq. Al-Tahawi menyatakan, salah satu dasar pendapat ini adalah hadis yang melarang memasuki lokasi yang terkena wabah, dan salah satu sebab larangan itu adalah kekhawatiran terjadi penularan dari orang memasukinya. Jadi, jika hadis itu melarang memasuki lokasi yang terkena wabah, berarti boleh keluar darinya, misalnya untuk berobat. Dan ini merupakan pengecualian dari keumuman larangan keluar untuk menghindar darinya. Namun, masih kata al-Tahawi, argumen pemahaman hadis seperti itu ditolak oleh kelompok yang memakruhkan keluar dari lokasi yang terkena wabah, karena jika larangan keluar itu hanya karena khawatir penularan itu, berarti boleh keluar, padahal sudah terdapat hadis yang melarangnya. Sebagian ulama enegaskan, bahwa larangan itu berstatus tanzih, sehingga hanya dimakruhkan dan tidak diharamkan. Namun sekelompok ulama mengharamkan keluar dari dari lokasi yang terkena wabah berdasarkan lahiriah hadis di atas, dan ini merupakan pendapat yang kuat dalam mazhab Syafii, dan didukung oleh hadis yang mengancam keluar dari lokasi yang terkena wabah, bahwa “… dan orang yang lari darinya seperti orang yang lari dari barisan perang”.
Karena itu, esensi larangan keluar dari dan masuk ke lokasi yang terkena wabah bukan karena kekhawatiran terjadi penularan, tetapi supaya orang yang memasukinya tidak terkena musibah berdasarkan takdir Allah. Dan karenanya, orang yang sengaja keluar dari lokasi wabah dengan maksud menghindar, jelas terkena larangan keluar dari lokasi wabah. Berbeda dengan orang yang keluar untuk hajat yang mendesak dan tidak bermaksud menghindari, jelas tidak termasuk pada larangan keluar. Namun orang yang keluar dengan tujuan rehat (rahat) dari lokasi wabah, selain juga terdapat hajat, inilah persoalan yang diperselisihkan.
Keterkaitan Ta’un dengan Hukuman dari Allah:
Menurut riwayat Ibn Majah dalam kitab Sunannya pada bab al-‘uqubat dari ‘Abd Allah ibn ‘Umar, Rasul Saw bersabda: “Wahai golongan sahabat muhajirin, terdapat lima perkara jika kalian diuji dengannya, dan aku memohon perlindungan dari Allah agar kalian tidak menemuinya: tidaklah perbuatan keji (zina) tampak terangterangan pada suatu kaum, kecuali menyebarlah ta’un pada mereka; tidaklah marak terjadi kelaparan yang tidak pernah terjadi pada nenek moyang mereka dan tidaklah berkurang takaran dan timbangan, kecuali akan ditimpakan paceklik, kesulitan bahan makan, dan kezaliman penguasa; tidaklah terhalang zakat harta mereka, kecuali terhalang turunnya hujan, jika tiada binatang-binatang, mereka tidak akan diberi hujan; tidaklah mereka merusak janji Allah dan RasulNya, kecuali Allah menguasakan musuh dari selain mereka, yang akan mengambil sebagian yang ada di kekuasaan mereka; dan tidaklah para imam menetapkan hukum yang tidak berdasarkan kitab Allah, kecuali Allah menimpakan siksaan di antara mereka.”
Imam Ahmad ibn Hanbal juga meriwayatkan hadis dari Sa’d ibn Malik, Khuzaymah ibn Thabit dan Usamah ibn Zayd, Rasul Saw bersabda: “Ta’un adalah kotoran atau siksaan yang ditimpakan pada suatu kaum, ….”. Imam Ahmad juga meriwayat hadis yang senada dari ‘Aishah Ra, Nabi Saw bersabda: “Ta’un adalah suatu siksaan yang dikirim Allah pada orang dikehendaki, ….”.
Mati Syahid bagi Orang yang Terkena Ta’un
Imam Ahmad mempunyai banyak riwayat hadis, bahwa orang yang meninggal karena terkena ta’un, ia menjadi syahid. Dalam riwayat yang bersumber dari sahabat Anas ibn Malik disebutkan, bahwa orang yang terkena ta’un itu harus beragama Islam. Sebagaimana juga riwayat Imam Bukhari dalam kitab Sahihnya pada bab al-shahadah sab’ siwa al-qatl, dan riwayat Imam Muslim dalam kitab Sahihnya pada bab bayan alshuhada’. Riwayat Jabir ibn ‘Abdullah menjelaskan, bahwa orang yang lari dari tempat yang terkena ta’un sama dengan lari dari barisan perang, dan orang yang tetap sabar tinggal di tempat yang terkena ta’un akan mendapat pahala orang yang mati syahid. Riwayat ‘Utbah ibn ‘Abd Sulami sebagaimana riwayat ‘Abd Allah ibn Qays menjelaskan, bahwa orang yang terkena ta’un termasuk orang-orang yang mati syahid.
Riwayat Aisyah menjelaskan, bahwa ta’un selain menjadi siksa bagi orang yang dikehendaki Allah, juga menjadi rahmat bagi orang-orang mukmin yang tetap tinggal di tempat yang terkena ta’un dengan sabar dan menyadari terhadap musibah dari Allah akan mendapat pahala seperti pahala orang yang mati syahid. Beberapa riwayat Safwan ibn Umayyah menjelaskan, bahwa ta’un termasuk kategori syahid dan tidak membatasi beragama Islam, sebagaimana juga riwayat Imam al-Darimi dalam kitab Sunan-nya pada bab ma yu’add min al-Syuhada’, dan riwayat Imam Nasa’I dalam kitab Sunannya pada bab alshahid.
Ta’un dan Tanda-tanda Hari Kiamat
Dalam hal ini terdapat satu riwayat dari Imam Ibn Majah dari ‘Awf ibn Malik al-Asja’I dalam kitab Sunannya pada bab ashrat al-sa’ah, bahwa di antara tanda kedatangan hari kiamat adalah munculnya penyakit (ta’un) yang Allah meminta persaksian pada anak cucu manusia”.
Doa dan upaya lain ketika terjadi waba’
Menurut riwayat Imam Bukhari dari ‘Aishah dalam kitab Sunannya pada bab karahiyat al-Naby saw an tu’ra al-madinah, sebagaimana juga pada bab man da’a bi raf’ al-waba’ wa al-humma dan bab al-du’a’ bi raf’ al-waba’ wa al-waja’, ketika Rasul Saw tiba di Madinah, Abu Bakar dan Bilal terkena sakit panas. Selain keduanya berdoa melalui sair-sairnya, Rasul juga berdoa: “Allahumma habbib ilayna almadinah ka hubbina makkah aw ashadd, Allahumma barik lana fi sa’ina wa fi muddina wa sahhihha lana wanqul hummaha ila al-juhfah: Ya Allah, jadikan kami mencintai Madinah, sebagaimana kami mencintai Makkah atau lebih darinya; Ya Allah, berkahi sa’ dan mud kami; jadikan Madinah sehat untuk kami, dan alihkan panasnya ke Juhfah”. Imam Muslim juga meriwayatkan hadis dalam kitab Sahihnya pada kitab al-hajj bab al-targhib fi sukna al-madinah.
Oleh: Dr. Khamim, M.Ag. (Dosen Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng)
Baca juga: Protokol Fikih Antivirus