Meneladani Umar bin Abdul Aziz dalam kejujuran adalah sebuah keputusan yang bijak dan tepat. Ada yang mengatakan Umar bin Abdul Aziz adalah pemimpin terbaik pasca era Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali.
Berabad-abad yang lalu, berdiri sebuah negara yang terbentang di sepanjang Jazirah Arab. Negara tersebut memiliki seorang pemimpin yang terkenal dari Dinasti Umayyah, yakni Umar bin Abdul Aziz. Negara tersebut juga dikenal karena kekayaannya yang melimpah. Inilah alasan meneladani Umar bin Abdul Aziz.
Meski begitu, Umar bin Abdul Aziz sebagai seorang pemimpin, justru memilih untuk hidup dengan sangat sederhana. Tak sedikit pun ia menyentuh kekayaan negara tersebut untuk keperluan pribadinya. Bahkan, suatu ketika, Umar Abdul Aziz teramat menginginkan buah apel untuk dimakannya.
Mendengar hal tersebut, salah seorang keluarga sang Khalifah dengan segera mendatanginya demi mempersembahkan butiran-butiran apel untuknya. Alih-alih memakannya, Umar bin Abdul Aziz justru mengembalikan apel yang berbau harum itu seraya mengucapkan terima kasih.
Menyaksikan hal itu, Amr bin Muhajir bertanya, “wahai Amirul Mukminin, orang yang memberikan apel ini adalah sepupumu sendiri, orang yang masih sangat dekat kekerabatannya denganmu. Bukankah dulu Rasulullah SAW juga mau menerima hadiah?” tanya Amr.
Dengan tegas Umar menjawab, “sesungguhnya, hadiah yang diberikan kepada Rasulullah itu adalah benar-benar hadiah. Sedangkan yang diberikan kepadaku ini adalah suap,”
Sementara itu, dalam sebuah riwayat yang lain, dikisahkan seorang pelayan mendatangi keluarga Khalifah Umar bin Abdul Aziz ketika tengah makan siang. Pelayan itu diminta untuk ikut makan. Namun, sang pelayan justru terkejut melihat pemandangan makan siang itu.
Pasalnya, ia melihat bahwa menu yang dihidangkan di atas meja makan seorang khalifah bukanlah sepotong daging, melainkan kacang adas. Pemandangan meja makan yang tak berbeda dengan makanan orang miskin.
Pelayan tersebut meneteskan air mata seraya bertanya, “apa ini memang benar makanan yang dimakan oleh seorang khalifah setiap harinya?”
“Wahai anakku, inilah makanan tuanmu, Amirul Mukminin, setiap harinya,” jawab Fatimah, istri Umar bin Abdul Aziz.
Kisah tersebut menunjukkan suatu bentuk integritas seorang pemimpin yang semestinya. Kejujuran dalam menjalankan kepemimpinan menjadi faktor utama dalam meraih kenikmatan Allah SWT. Sudah seharusnya kita mengambil hikmah dari kisah Umar bin Abdul Aziz ini.
Hidup dalam kesederhanaan meski berada di antara lautan emas. Memilih untuk hidup seperti kebanyakan rakyat lainnya, daripada hidup mewah dengan uang negara. Kisah ini dikutip dari buku sejarah Daulah Umayyah dan Abbasiyah yang ditulis oleh Dr. Ali Muhammad As-Shalabi.
Kisah yang sederhana akan tetapi penuh hikmah ini semoga menjadi teladan bagi para pemimpin kita saat ini. Wallahu A’lam.
Oleh: Dinna