Mendamaikan sufi dan salafi, Ustaz Arrazy Hasyim mengusung manhaj islah dengan fokus mencari titik temu dan persamaan antara keduanya daripada terus menonjolkan perbedaan.
“Oleh sebab itu, jangan berdiskusi masalah fiqh antara antara sufi dan salafi. Tidak akan ketemu. Karena titik temunya ada pada ushul dan akhlak,” jelasnya.
Buya Arrazy Hasyim banyak bicara bab akidah di channel resminya Ribath Nauraniyah. Setiap orang yang ingin mengetahui pemikiran Arrazy Hasyim tentang mendamaikan sufi dan salafi bisa mengunjungi akun ini.
Menurut Arrazy Hasyim, hubungan antara salafi dan sufi memang sering dikenal bertentangan. Perdebatan antara keduanya terus terjadi baik di forum publik maupun dunia maya. Tak jarang perbedaan tersebut menimbulkan konflik dalam dunia Islam.
Salafi dikaitkan dengan pendekatan Islam yang puritan sehingga sering mengkritik praktik ibadah kaum sufi. Sementara sufi yang lebih mengedepankan pendekatan keruhanian, menilai salafi itu keras dan gemar menghakimi sesama muslim dengan cap bid’ah bahkan sesat.
Tajamnya pertentangan antara keduanya ternyata membuat banyak perselisihan yang tidak produktif dan berujung ke persekusi. Besar harapan agar keduanya bersatu dalam kerangka muslim bersaudara.
“Mau sampai kapan terus berselisih? Kita sama-sama Islam. Allah berfirman, sungguh hanya orang-orang yang beriman yang bersaudara, maka ishlahkanlah antara dua orang saudaramu (yang berselisih). Takutlah kepada Allah agar kamu dirahmati,” ujar Ustaz Arrazy Hasyim sambil mengutip Al-Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 10.
Peraih gelar doktor dengan disertasi Teologi Muslim Puritan: Ekspansi Ajaran Salafi itu menjelaskan, salafi adalah muslim pengikut manhaj generasi salaf. Salafi indentik dengan Hanbali tapi tidak terikat dengan mazhab tertentu.
“Salafi banyak merujuk dalam akidah dan fikih kepada pembaharuan dua imam yakni Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Penganut 3 ushul tauhid yakni uluhiyah, rububiyah, dan asma’ wa shifat,” imbuhnya.
Baca Juga: Trilogi Tauhid Salafi
Sementara, kata Arrazy Hasyim, sufi adalah pengikut ajaran keruhanian generasi salaf, mengikuti manhaj Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dalam hal aqidah (sifat 20 dan lain-lain).
“Sufi mewajibkan ikut mazhab dalam fikih dan mengikuti tarekat-tarekat yang bersanad atau bersilsilah terhubung kepada ulama salafus shalih,” beber Ustaz Arrazy.
Ustadz Arrazy menyampaikan, dalam beberapa hal terjadi salah paham antara keduanya karena perbedaan istilah maupun sebutan padahal barangnya tetap sama. “Jika sufi mengadakan maulid nabi, coba diganti dengan istilah kajian sirah nabi. Salafi juga bakal ikut bukan? Sebutannya berbeda tapi isinya sama,” ucapnya.
Ia menambahkan, dalam sufi ada istilah tasawuf, maka pada salafi ada istilah tazkiyatunnafs. Soal bid’ah, sufi mengatakan ada bid’ah hasanah dan bid’ah dhalalah.
“Sedangkan salafi juga membagi bid’ah kepada bid’ah lughawiyah dan bid’ah sayyi’ah. Ini diterangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya. Lagi-lagi istilahnya berbeda, tapi barangnya sama,” tutur Ustaz Arrazy.
Agar manhaj islah atau mendamaikan sufi dan salafi dapat terwujud, menurut Ustaz Arrazy, tidak boleh menisbatkan sifat kepada suatu kelompok yang sebenarnya bukan sifat mereka. Di sisi lain, keduanya juga harus sadar bahwa yang suci itu adalah teks, sedangkan pemahaman manusia tidaklah suci.
“Jangan pemahaman manusia ditahbiskan kepada Allah dan rasul-Nya, sehingga terjadi pembenaran mutlak dan menyalahkan yang lain,” tegasnya Buya Arrazy Hasyim.
Ia juga optimis salafi dan sufi bisa bersatu. Keteladanan generasi awal sangat memungkinkan bersatunya salafi dan sufi. Antara Abdullah Ibnu Umar dan Abdullah ibnu Abbas. Antara lbnu Taimiyah dan Fudhail bin Iyad.
Salafi dan sufi bisa bersatu dengan syarat keduanya sama-sama berilmu. Persatuan hanya ada pada orang yang berilmu, tidak pada mereka yang kurang maupun tidak berilmu. Karena dulu, ulama salafi dan sufi saling berguru.
Jangan sampai kesempurnaan Islam tertutup oleh kesempitan pemikiran. Energi umat seharusnya disalurkan untuk memerangi aliran sesat yang mulai banyak berkembang. Bukan bermusuhan sesama Islam. “Oleh karena itu hindari kalimat tidak produktif yang merusak ukhuwah dan persatuan umat. Tetap berukhuwwah meskipun berbeda. Mari berlapang dada terhadap perbedaan selagi ada dalil,” tandas Arrazy Hasyim.