“Bila perbedaan adalah rahmat, maka kemufakatan adalah azab”, demikianlah sanggahan Ishaq Al-Maushili dan Umar bin Bahr Al-Jahidh terhadap validitas nisbat hadis “ikhtilāfu ummatī raḥmatun”. Berbeda dengan keduanya, Imam Nawawi memberikan pernyataan bahwa tidak mesti kebalikan dari rahmat adalah azab. Ia memberikan contoh kasus dari QS. Al-Qashash: 73, “wa min raḥmatihi ja’ala lakum al-laila wa an-nahāra li taskunū fih wa litabtaghū min faḍlih”, bahwa Allah SWT menciptakan petang sebagai rahmat untuk beristirahat dan siang guna meraih anugerahNya.
Imam An-Nawawi mengajarkan kita bahwa dalam memikirkan sesuatu itu tidak seharusnya hanya hitam putih, tidak harus berlawanan positif dan negatif. Ada kompleksitas latar belakang yang perlu menjadi pertimbangan penting sehingga melahirkan pandangan baik dan lebih baik, selain hanya benar dan salah. Dalam banyak kasus fikih, hukum sering kali berubah-ubah sesuai illat yang mengiiringi. Makan dan minum berhukum mubah (boleh) dapat berubah menjadi wajib, makruh, dan haram; nikah pun demikian, dari berhukum boleh bisa naik menjadi sunah, wajib, turun menjadi makruh dan haram.
Probablitas perubahan-perubahan hukum semacam itu juga kita alami hari-hari ini dalam momen 17 Agustusan. Banyak perlombaan yang diselenggarakan, dari tingkat usia PAUD hingga ibu-ibu rumah tangga. Ada yang menang, menangan, kalah, ngalah, atau hanya sekadar having fun, tim penggembira yang asal ikutan. Justru probablitas perubahan status hukum semacam ini meletakkan manusia pada status khalqiyah-nya, karakter dasar dari bani Adam. Bahwa mereka adalah makhluk yang berpikir dengan mempertimbangkan kondisi yang mengitari satu persoalan, tidak stagnan.
Selaras dengan keniscayaan berproses untuk mengasah ketajaman berpikir, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari mendorong para santrinya untuk terus belajar. Orang bodoh adalah mereka yang berhenti belajar. Motivasi tersebut tiada lain guna menempatkan manusia pada posisi khalqiyah-nya, sebagai insan yang berpikir. Dengan pribadi yang terus berproses dalam pengembangan dan pengasahan diri, ada harapan tidak hanya hitam putih dalam menyikapi suatu masalah yang sedang dihadapi. Ketajaman dalam menyelesaikan probablitas hukum semakin tajam dan tepat sasaran.
Dari pernyataan Hadratussyaikh tersebut, seakan mengafirmasi semua lembaga pendidikan dengan kapasitas dan spesialisasinya masing-masing; semuanya bernilai baik dan menuju lebih baik. Perbedaan kapasitas dan penilaian lembaga pendidikan tentu juga mengalami probablitas perubahan status. Yang tidak baik adalah lembaga pendidikan yang berhenti berproses dalam mengembangkan diri.
Karena perbedaan-perbedaan spesialiasi lembaga pendidikan dan kapasitasnya yang memiliki probablitas perubahan status, maka pelajar atau calon pelajar tidak seharusnya mendapat tuntutan memasuki lembaga pendidikan tertentu, harus memasuki kursus tertentu, mendapatkan tekanan dengan berbagai alasan. Yang terpenting bagi mereka adalah kenyamanan dalam proses belajar, menikmati momen-momen belajar, menyadari tahapan-tahapan perubahan keilmuan yang mereka dapatkan. Bukankah, moge (motor gedhe) yang dipandang mentereng tidak selalu nampak elok dikendarai oleh tubuh cungkring? Cincin emas 24 karat dengan size 16 digunakan oleh jari manis yang berukuran 18? Kecocokan dan keserasian juga menjadi pertimbangan selain berharga dan bernilai.
Kayangan, 19 Agustus 2023