tebuireng.co– Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) didirikan atas dasar keterpicuan akademis yang selama ini tidak tertampung di lingkungan pesantren. Orang-orang yang duduk secara aktif di struktural NU merasa punya tanggung jawab untuk memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat terutama di tingkatan Perguruan Tinggi. Makanya ia ingin mengembangkan itu sebagai pengembangan keperguaruan untuk mengikat hubungan antara kiai dan masyarakat umum. Hampir meniru dengan perspektifnya Muhammadiyah dalam pengembangannya, tapi lagi-lagi yang sering terjadi di dalam lembaga yang didirikan oleh PBNU adalah penguasaan lembaga itu oleh sebagian orang yang berada di dalam tubuh NU sendiri.
Contoh sederhana saja, di hampir semua RSI yang ada di bawah naungan NU itu bukan milik stuktural NU tapi milik pribadi, pengeloaannya yang milik NU tapi timbal baliknya menjadi milik individu. Di Muhammadiyah tidak, Muhammdiyah benar-benar saat berpindah tangan secara kekuasaan berarti Lembaga yang berada di bawah Muhammadiyah sudah tidak boleh diatur kecuali oleh pihak yang memegang kekuasaan struktural tersebut. Kelemahannya yang mencolok di lembaga yang didirikan NU disitu.
Problemnya yang muncul adalah apa ini menambah aset khazanah perguaruan tinggi NU, apa justru saling terjadi adu pangsa pasar di dalam lingkungan NU. Kalau perguruan tinggi pesantren, jelas bidikan utamanya mengayomi santri-santri senior untuk dikader menjadi santri-santri yang siap dipakai di lingkungan pesantren itu sendiri. Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng misalnya, ia adalah lembaga setingkat perguruan tinggi yang secara fungsional diperuntukkan untuk mengkader santri-santri senior yang nantinya bisa menjadi pembina santri atau pengurus-pengurus harian di pesantren, sehingga wacana keilmuannya tidak putus di tengah jalan.
Sebetulnya perguruan tinggi pesantren yang lain juga banyak yang punya fokus demikian. Namun untuk saat ini, belum ditemukan perguruan tinggi pesantren yang prototype-nya sama seperti Universitas Darul Ulum (UNDAR) dulu, yaitu perguruan tinggi yang memang muncul dari tangan pesantren yang pangsa pasarnya justru banyak dari luar pesantren dan menjadi perguruan tinggi yang bisa bersaing dengan perguruan tinggi ternama lainnya baik swasta maupun negeri.
Kenapa? Karena Universitas Darul Ulum, lulusannya itu bisa tercantum di berbagai lembaga yang punya koneksi dengan KH. Mustain Romli, menteri-menteri saat itu di bawah tangan beliau sehingga lulusan Universitas Darul Ulum dibutuhkan di berbagai bidang. Pada tahun delapan puluhan sampai Sembilan puluhan, hampir tidak ada yang sebesar Universitas Darul Ulum Jombang yang dimiliki oleh pesantren terutama fakultas tekniknya.
Perguruan tinggi pesantren saat ini memang kebanyakan diorientasikan pada bagaimana supaya santri tidak memiliki kejenuhan keilmuannya, maka disediakan lembaga perguruan tinggi di dalam lingkungan pesantren yang kemudian membuat santri tetap bisa tinggal di dalam pondok dan masih bisa membimbing adik-adiknya, hal ini juga supaya tidak terjadi keterputusan santri kepada almamaternya.
Memang secara struktur akedemik tidak ada bahwa perguruan tinggi pesantren itu milik organisasi struktural NU, namun NU sendiri adalah semacam paguyupan para kiai, NU adalah organisasi persaudaraannya para kiai. Jadi apapun milik kiai pesantren, itu berhak diklaim sebagai bagian dari NU, tidak ada masalah jika NU mengklaim apa yang dimiliki oleh kiai pesantren adalah bagian dari NU, karena memang akar pendirian NU itu sendiri adalah dari para kiai.
Jadi seluruh aset pesantren itu sama dengan aset NU secara nonstruktural karena lahirnya NU itu adalah dibidani dan dikembangkan dan dihidupi oleh para kiai. Jadi bukan NU yang menghidupi kiai tapi kiai yang menghidupi NU, bukan NU yang menyumbang perguruan tinggi pesantren tapi perguruan tinggi pesantrenlah yang menyumbang khazanah untuk NU. Inilah yang dikatakan sebagai “biologi pesantren” yaitu matarantai antar pesantren dan NU yang terus berkesinambungan sehingga selalu menjadi pelaku sejarah.
Sturktural organisasi NU memang tidak pernah mendirikan Pesantren, tapi hampir seluruh pesantren yang dimiliki kiai diklaim sebagai pesantren NU. Dan kiai-kiai NU pun merasa bangga diklaim sebagai miliknya NU. Padahal banyak dari para kiai pesantren tidak memiliki hubungan secara struktural organisasi NU dan itulah yang menjadi kelebihan organisasi NU yang tidak dimiliki organisasi apapun di Indonesia.
Contoh sederhananya saja; kiai kampung yang tidak menjadi struktural NU banyak yang ditokohkan di masyarakat karena dia lahir dari keluarga NU sehingga kemudian secara sosial budaya dia adalah sebagai bagian dari NU, maka ada acara apapun yang berkenaan dengan NU pasti dia menyumbang untuk NU. Karena dia adalah NU yang tidak secara struktural tapi secara nonstruktural atau secara sosial budaya. Dan jumlah kiai yang seperti itu banyak sekali, hampir semua kiai-kiai yang berada di lingkungan pesantren salaf tidak dicantumkan dalam struktural NU terkadang juga hanya dicantumkan saja, tapi tidak pernah hadir dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian NU. Hal semacam itu tidak ada masalah bagi para kiai, karena NU adalah paguyupan para kiai.
Motivasi Utama UNU
Nah! Universitas Nahdlatul Ulama, yang sekarang sudah mulai rembuk di masyarakat menjadi angin segar tersendiri dimana nantinya ia bisa merangkul mahasiswa dari berbagai lapisan masyarakat baik yang pernah mengenyam pendidikan pesantren atau non pesantren. Tinggal nanti apakah PBNU mampu membuktikan Universitas NU ini sebagai universitas yang mapan, baik mapan secara akademik universitas, pengelolaan kurikulum, sarana prasarana, termasuk juga dosennya dll. Karena UNU sendiri adalah lembaga yang berada di bawah SK PBNU atas usulan Kiai Said Agil Siradj. Jadi kalau ini berlanjut, maka UNU bisa mengalami perkembangan dan prospek kedepannya.
Kalau yang melatarbelakangi ide UNU ini adalah salah satunya menangkal paham-paham transnasional, itu juga bisa dipahami, karena secara akademik, teman-teman yang terjangkit ekstrimisme mayoritas berada dilingkungan universitas-universitas umum yang tidak dijangkau oleh pesantren, maka kemudian hadirnya UNU ini sebenarnya menjadi sebuah alternatif untuk menawarkan kembali, nilai akademis pesantren tapi dikemas dengan bentuk universitas terbuka. Dia adalah sebuah universitas, sudah bukan lagi sebuah STAI.
Kalau STAI konsentrasinya mungkin hanya pada pendidikan, hukum Islam, Ahwal Al-Syakhsiyyah dsb, tapi kalau sudah berbentuk universitas maka bidang eksakta akan masuk, termasuk pula kedokteran, teknik, sosial politik, dll. Disitulah peluangnya orang-orang akademis NU bisa terakomodir untuk bisa memberikan perisai terhadap teman-teman yang karakter disitu.
Membendung Alih Individu
Sesungguhnya kalau Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) ini didandani dan dikembangkan secara konsiten dengan ke-NU-anya maka akan menjadi lembaga yang mapan dan luar biasa. Namun biasanya yang menjadi penyakit di kalangan NU adalah lagi-lagi sifat individualistiknya. Seperti yang sering terjadi di Rumah Sakit-Rumah Sakit NU. Nyaris tidak ada tata Kelola pihak struktural NU di sana.
Misalnya, apakah ketua NU Jombang punya wewenang yang besar di dalam mengatur roda regulasi keuangan maupun keberlangsungan RSNU Jombang, dalam asumsi penulis, tidak yakin akan dilibatkan sejauh itu. Kalau itu yang terjadi maka apa bedanya nanti dengan UNU?. Nah, itulah yang selama ini sering menjadi penghambat utama di setiap lembaga yang berada di bawah naungan NU. Seandainya mau terbuka betul ide dasarnya seperti yang disampaikan Kiai Said Aqil, maka tidak akan terjadi istilah “diramut dewe-dewe.”
Kalau PBNU bisa konsisten dan bisa membendung alih individu para pengurusnya maka kedepannya NU bisa memiliki universitas yang memang betul-betul terkelola dengan baik dan memiliki aset yang bisa diandalkan. Maka dalam pemberdiriannya, sebagai langkah awal, UNU harus di AD/ART-kan di dalam PBNU, bahwa UNU adalah dibidani dilahirkan dan dibesarkan oleh struktur fungsional keorganisasian PBNU.
Oleh: Dr. KH. Farid Zaini, Lc. M.HI, dosen Ma’had ‘Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng, Pengasuh Ponpes Al-Muna- waroh Ngemplak Diwek Jombang.
Baca juga: Perguruan Tinggi Pesantren Terus Berbenah