Benarlah apa yang dikatakan para penulis andal itu bahwa untuk menjadi pembicara yang hebat, maka harus banyak mendengarkan, dan penulis yang hebat selalu terlahir dari pembaca yang lahap. Membaca dan menulis merupakan dua aktivitas yang tidak bisa dipisahkan, kata As Laksana kita boleh tidak menjadi penulis asal jangan sampai tidak menjadi pembaca, karena dengan membaca hidup akan menjadi berkualitas dan bermakna.
Kata Andy F Noya “Semiskin apa pun kita kalau kita baca akan mendorong kita lebih maju, akan men-drive kita untuk paling tidak mendekati dari mimpi yang kita bangun dari kecil dulu.” Hal ini menandakan betapa dahsyatnya proses “membaca”, membaca adalah sumber kehidupan akal dan pikiran, dengan membaca seolah membuka cakrawala untuk menyongsong masa depan cerah.
Kalau kita mengingat sejarah kejayaan Fir’aun misalnya, ia tidak hanya serta merta membangun kekuasaannya dengan kekuatan militer, tapi juga dibangun dengan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses membaca.
Dalam sejarah tercatat, pada saat berkuasa, dia memiliki perpustakaan pribadi dengan koleksi sejumlah 20.000 buku. Ini suatu bukti bahwa pengetahuan adalah kekuatan, tapi membaca melebihi kekuatan itu sendiri, sebagaimana dikatakan Jim Kwik “knowladge is power and reading is super power”.
Begitupun, peristiwa dahsyat yang pernah dialami Nabi Muhammad Saw, yakni lahir dari proses membaca yang menerima perintah “iqra’!” dengan tubuh menggigil dan nafas tersengal. Malaikat Jibril “menekan” beliau agar konsentrasinya terpusat. Justru di gua Hira’ Mekah yang hening, bukan di tengah hiru-pikuk pasar Syiria atau sahut teriakan di gelanggang pacuan kuda.
Bahkan orang-orang sukses, yang menguasai teknologi masa kini mereka semua berangkat dari proses membaca. Misalnya, CEO Facebook Mark Zuckerberg membaca buku karya ilmuan Islam, Ibnu Khaldun yang berjudul Muqaddimah.
Elon Musk menghabiskan 10 jam sehari untuk membaca buku dan rata-rata semua yang dibacanya adalah novel fiksi ilmiah. Bill Gates membaca sedikitnya 50 buku dalam setahun. Ketika pergi liburan pun, dia selalu membawa satu tas jinjing berisi buku.
Dengan demikian, tidak bisa diragukan lagi bahwa orang-orang hebat selalu terlahir dari proses membaca yang lahap, bagi mereka “membaca” bukan hanya sebagai kebutuhan tapi lebih pada sebuah kewajiban untuk menjadi manusia yang berkualitas, karena kualitas hidup seseorang tidak terlepas dari proses membaca yang mereka ulang-ulang setiap hari.
*Oleh: Umar Faruk Fazhay, CEO-Co Founder Ashufa Institute
Baca juga: Merenungi Ungkapan Menulis Bekerja untuk Keabadian