tebuireng.co-Nahdlatul Ulama merupakan organisasi keislaman yang didirikan oleh KH Hasyim Asy’ari dan ulama lainnya. Pencapaian yang luar biasa dari NU ketika mampu mempertahankan eksitensinya di era globalisasi sampai memasuki usia satu abad.
Hal ini tentu tidak terlepas dari peran para pemimpin NU. Pada suatu kesempatan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( PBNU) KH. Yahya Cholil Staquf dikenal juga dengan sapaan Gus Yahya memberi pesan bahwa “Jadi NU itu seluruh bangsa dan ndak (tidak) boleh digunakan sebagai senjata untuk kompetisi politik. Karena kalau kita biarkan terus-terus begini, ini tidak sehat,” ujarnya di Kantor PBNU, Jakarta, Senin (23/5/2022).
Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan bagi masyarakat NU apakah penyataan Gus Yahya ini tidak bertentangan dengan kenyataan bahwa ada sebagian pengurus NU sudah terjun ke politik?.
Dikutib dari tempo.com, Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siradj memantik polemik tersendiri. “Jadi PKB adalah NU, NU adalah PKB, harus kita dengungkan itu, ga boleh surut, ga boleh kendor,” katanya di Hotel Grand Sahid, Jakarta Pusat, Senin, 30 Januari 2023, saat Sarasehan Nasional Satu Abad NU.
Ini merupakan awal dari penyataan Gus Yahya akan penolakan NU untuk dijadikan pedang politik dalam pemilu.
Gus yahya mengungkapkan pada acara Satu Meja yang disiarkan langsung oleh kompas TV “NU ini bertanggung jawab untuk memelihara supaya prinsip-prinsip negara bangsa ini tetap terjaga,” tuturnya dengan mantab.
Penjelasan Gus Yahya tersebut mampu menangkis pemikiran masyarakat NU, tentang keberadaan NU yang menolak adanya partai politik di lingkungan NU.
Tentu hal ini bertujuan untuk tetap menjaga kestabilitasan NU di era gempuran politik yang memanas. Gus Yahya berharap NU menjadi suatu organisasi keislaman yang netral terhadap politik dan mampu menjaga ukhuwah Aswaja dengan damai.
Dikutib dari kompas.com, ketua PBNU tersebut menerangkan “Pokoknya jangan pakai atas nama NU lah,” pungkas Gus Yahya di kantor PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (4/1/2023).
Seharusnya NU menjadi sisi netral tidak boleh ada politik yang mencampuri. Meskipun ada partai politik yang pernah dibentuk pada tempo dahulu, tentu hal itu tidak dapat menjadikan NU sebagai senjata dalam pemilu yang akan datang sehingga berdampak terhadap keutuhan NU.
Baca juga: Seratus Tahun NU, Lalu Apa?