tebuireng.co – Beberapa hari belakangan muncul kelucuan yang seolah berhasil sukses ‘balas dendam’ terhadap salah satu statemen KH Abdurrahman Wahid yang berisi seloroh: “Film anak-anak ya untuk anak-anak, film dewasa ya untuk orang dewasa, film PKI ya khusus untuk orang PKI.” Statemen itu dituliskan oleh akun di medsos atas nama Mustofa Nahrawardaya. Lalu ia memberi caption, ” Film Si Buta dari Goa Hantu, untuk siapa?” Sepintas lalu, tampak sangat gagah dan seakan berhasil menyerang balik statemen Bapak Bangsa Indonesia.
Patut diduga kuat bahwa maksud penulisnya ialah ‘membalikkan’ statemen Mbah Wali karena beliau mengalami kondisi pandangan terbatas. Jadi, patut diduga bahwa Film Si Buta dari Goa Hantu, untuk siapa? Harapannya tentu saja akan dijawab: ya untuk Si Buta.
Padahal, jika kita pernah belajar ilmu dasar-dasar logika yang sangat sederhana saja, kita akan segera ngakak karena menemukan kesalahan berlogika sangat mendasar di sana.
Jika dilihat dari logika kalimat secara umum saja, kita akan tahu bahwa statemen Mbah Wali jelas sekali sangat umum. Jadi, tidak bisa dipatahkan dengan spesifikasi yang tidak nyambung dari Mustofa Nahrawardaya.
Lalu, jika kita simak kalimat Mbah Wali, di sana tampak sekali bahwa kalimat itu memunculkan genre film. Lalu dilabrak oleh Mustofa dengan menyebutkan judul film. Jelas sebuah kesalahan fatal.
Genre film tentu sebanding dengan genre film juga. Adapun judul film tentunya sebanding dengan judul film. Bukan dicampuraduk sedemikian rupa.
“…Film anak-anak ya untuk anak-anak, film dewasa ya untuk orang dewasa, film PKI ya khusus untuk PKI…” jelas sekali tidak sebanding dengan stateman ” Film Si Buta dari Goa Hantu, untuk siapa?”.
Sebab, statemen Mustofa Nahrawardaya itu menjadi lucu ketika dipertanyakan judul yang sebanding: Spiderman, Superman, atau Satria Madangkara, untuk siapa?
Tentu sangat bodoh jika jawabannya: Film spiderman ya untuk manusia laba-laba dan seterusnya. Hehehe. Sampai di sini sudah jelas cacat berfikirnya, bukan?
Belum lagi jika kita tingkatkan pada analisis yang lebih lanjut. Ada Logical Fallacy yang ia tabrak sekaligus. Beberapa diantaranya ialah:
Pertama, Logical Fallacy: Ad Hominem yakni kesalahan berfikir yang terjadi karena menyerang pribadi seseorang yang sebenarnya tidak nyambung dengan statemen yang diungkapkan Mbah Wali Gus Dur.
Baca Juga: Belajar Zuhud dari Gus Dur
Kedua, Logical Fallacy: Slippery Slope yakni kesalahan berfikir yang terjadi karena asumsi sebab akibat yang salah. Sehingga jelas ngawur sekali dan tidak pada tempatnya ditembakkan kepada Presiden Republik Indonesia 1999-2001 ini.
Ketiga, Logical Fallacy: Red Herring yakni kesalahan berfikir yang diakibatkan karena percobaan pengalihan perhatian yang tidak pada tempatnya. Diharapkan akan mengubah isi pembicaraan. Kalau anak gaul masa kini mengatakan: ngeles.
Baru dilihat dari sudut pandang itu saja sudah tampak sekali Mustofa sudah kehilangan logika berfikirnya dan patut diduga kuat menghalalkan segala cara untuk menjatuhkan seseorang.
Dia sungguh tahu bahwa keluarga, murid dan pecinta Mbah Wali Gus Dur pasti akan memaafkan dan merangkulnya jika kelak statemennya meledak dan menimbulkan kemarahan publik.
Yuk Mas Mustofa, lek ndang sowan ke ndalem Ciganjur, pasti aman kok. Titip salam ya buat Mbah Nyai Shinta dan keluarga besar di sana.
Oleh: Shuniyya Ruhama
Murid Mbah Wali Gus Dur