tebuireng.co- Bulan Safar termasuk bulan yang dianggap buruk oleh kaum jahiliyah zaman dahulu karena diyakini sebagai bulan sial utamanya pada hari Rabu dalam minggu terakhir di bulan Safar. Sehingga ketika memasuki bulan tersebut mereka biasanya enggan berdagang karena takut rugi atau enggan menikah karena khawatir tidak langgeng.
Diantara kebiasaan kaum jahiliyah di bulan Safar yang mereka anggap sial adalah menjadikan bulan Safar sebagai pengganti bulan Muharram dengan memajukan dan mengakhirkan bulan sesuai keinginan mereka karena mereka berkeyakinan bahwa pelaksanaan umrah pada bulan haji adalah perbuatan keji. Hal tersebut seperti yang disinggung dalam Al-Qur’an surah at-Taubah ayat 37:
اِنَّمَا النَّسِيْۤءُ زِيَادَةٌ فِى الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا يُحِلُّوْنَهٗ عَامًا وَّيُحَرِّمُوْنَهٗ عَامًا لِّيُوَاطِـُٔوْا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللّٰهُ فَيُحِلُّوْا مَا حَرَّمَ اللّٰهُ ۗزُيِّنَ لَهُمْ سُوْۤءُ اَعْمَالِهِمْۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْكٰفِرِيْنَ
Sesungguhnya pengunduran (bulan haram) itu hanya menambah kekafiran. Orang-orang kafir disesatkan dengan (pengunduran) itu, mereka menghalalkannya suatu tahun dan mengharamkannya pada suatu tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang diharamkan Allah, sekaligus mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Setan) dijadikan terasa indah bagi mereka perbuatan-perbuatan buruk mereka. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang orang kafir. (Q. S At Taubah :37)
Hal tersebut kemudian d luruskan dengan hadirnya ajaran agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Nabi mencontohkan sendiri dengan melaksanakan pernikahannya dengan Sayyidah Khadijah Al-Kubra di bulan Safar, Nabi juga menikahkan Sayyidina Ali bin Abi Thalib dengan putrinya Sayyidah Fatimah Az -Zahrah di bulan Safar dan Nabi juga memulai perjalanan Hijrah nya ke Madinah pada bulan Safar. Hal tersebut cukup menjadi bukti yang menandakan bahwa bulan Safar bukanlah bulan sial. Nabi bersabda:
“ لا عدوى ولا طيرة ولا هامة ولا صفر”
“Tidak ada ‘adwa (meyakini bahwa penyakit dapat menular sendiri tanpa takdir Allah), tidak ada thiyarah (menganggap sial karena melihat burung), tidak ada hamah (meyakini bahwa tulang tulang mayit menitis ke burung hantu) dan tidak ada safar (menganggap sial bulan safar).
Syaikh Ibn Mandzhur dalam kitab Lisanul ‘Arab menerangkan dua sebab penamaan bulan Safar. Yang pertama adalah Safar Diambil dari “صفر ” (sufara) yang artinya “kuning”, karena ketika orang Arab hendak menamakan bulan, saat itu cuacanya sangat dingin sehingga permukaan bumi nampak kuning karena rumput yang mati dan daun kering yang berjatuhan maka dinamakanlah bulan tersebut bulan Safar disusul dengan bulan rabi’ yang artinya semi (tumbuhan mulai tumbuh).
Kedua diambil dari kata “صفر” (shifara) yang artinya kosong karena pada bulan tersebut orang Arab banyak keluar untuk berperang sehingga kota Mekah nampak kosong.
Dari uraian di atas bisa kita ambil kesimpulan bahwa bulan safar bukanlah bulan sial karena nabi Muhammad sendiri telah memberikan teladan bagi kita semua.
Dirangkum dari penjelasan habib Ahmad Bafagih tentang bulan Safari.