tebuireng.co – Melihat Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) dari Tebuireng penting dilakukan karena pada 2021 akan ada muktamar. Saat ini NU ramai dibahas oleh berbagai kalangan karena akan menyelenggarakan muktamar ke-34 di Lampung pada bulan Desember 2021.
Bicara tentang NU tidak lengkap rasanya tidak merujuk ke pendirinya, KH M Hasyim Asy’ari dan keturunan Kiai M Hasyim Asy’ari
Bahkan ada keyakinan sebagian pengurus NU jika ingin lancar mengemban amanah maka harus sowan ke makam KH M Hasyim Asy’ari di Pesantren Tebuireng.
Pesantren Tebuireng dan NU merupakan buah karya Hadratussyaikh Hasyim Asyari, keduanya tidak dapat dipisahkan, sebab NU lahir di Pesantren Tebuireng dan Pesantren Tebuireng adalah NU.
Keduanya merupakan anak kandung Kiai Hasyim, tapi pewarisannya bukanlah orang yang sama. Sebab Pesantren Tebuireng diwariskan kepada anak biologis Kiai Hasyim.
Sedangkan NU sendiri diwariskan kepada anak ideologis Hadratussyaikh Hasyim Asyari. Sehingga pertarungan di NU cukup hangat setiap muktamar. Inilah pentingnya melihat kembali nasihat dari kaca mata keturunan KH Hasyim Asy’ari.
Cucu Hadratussyaikh yang juga kepala Pondok Tebuireng Putri KH Fahmi Hadziq mengatakan dalam menjaga dan melestarikan NU, ia memegang dua dawuh kakeknya yang sampai saat ini selalu jadikan pegangan.
Pertama, dawuh Kiai Hasyim yaitu “Siapa yang mau mengurus NU, saya anggap itu santriku, siapa yang jadi santriku saya doakan khusnul khotimah beserta anak cucunya“
Gus Fahmi menegaskan lagi bahwa yang dimaksud mengurusi NU adalah berkhidmat dan berkomitmen kepada NU meski tidak menjadi pengurus yang tersrtruktur.
Cara tersebut dengan menghidupkan amaliyah NU dan lain-lainnya. Dalam hal ini mengurusi NU tidak terbatas pada mereka yang telah menjadi pengurus dan dilantik secara resmi.
Kedua yang menjadi pegangan Gus Fahmi adalah dawuh KH Sholahuddin Wahid yaitu “Berilah NU manfaat bukan memanfaatkan NU“. Nasehat ini bisa jadi kacamata dalam melihat muktamar NU. Tidak saling menjatuhkan.
Melihat akhir akhir ini tidak jarang orang mengurus NU demi mengejar target tertentu sehingga NU seakan dijadikan kendaraan untuk mengantarkan mereka kepada target mereka sendiri.
Dalam hal ini sudah sangat bertolak belakang dari maksud dawuh KH M Hasyim ataupun Pengasuh Pesantren Tebuireng (2006-2020) KH Solahuddin Wahid.
Oleh karena itu, momentum muktamar NU merupakan pijakan awal untuk membawa NU kembali difokuskan, tidak hanya dalam hal politik yang dalam tanda kutip terlalu mengurusi hal radikalisme sehingga ekonomi, pendidikan dan kesehatan menjadi terbengkalai.
Saat ini, melihat fakta mencari rumah sakit NU di setiap kabupaten sangat sulit sekali. Terlalu banyak waktu habis dalam politik praktis.
Padahal ketika berkhidmat kepada NU jangan melihat siapa ketuanya, tapi lihatlah muassisnya yaitu KH M Hasyim Asy’ari supaya hati bisa tenang.
Sebab diakui menjadi santrinya KH Hasyim jauh lebih penting daripada formalitas sebagai penguru NU itu sendiri. Inilah pentingnya melihat muktamar dari kacamata Tebuireng.
Oleh: Thowiroh (Ma’had Aly Hasyim Asy’ari)