Bukan santri namanya jika tak pernah mendengar istilah mayoran atau polokan (makan bersama). Bukan hanya sekedar makan bersama, melainkan menggunakan satu wadah besar yang biasanya disebut dengan talam (piring besar).
Salah satu keunikan yang membedakan tradisi ini dengan sekadar makan bersama adalah ketika seluruh tangan berkumpul menjadi satu dalam satu wadah dan juga duduk yang saling berboncengan alias berdempetan.
Pada dasarnya, mayoran merupakan bentuk ucapan syukur atas tercapainya keberhasilan, seperti lulus ujian atau telah menuntaskan sebuah hafalan. Selain itu, mayoran merupakan metode untuk saling mengakrabkan antara satu santri dan santri lainnya sehingga dapat mempererat persaudaraan dan menambah kerukunan.
Tak hanya di pesantren, beberapa daerah juga mengadakan mayoran ketika memperingati hari besar Islam, seperti maulid nabi dan seusai melaksanakan salat dua hari raya sebagai bentuk syukur.
Tidak sedikit hadis yang menjelaskan anjuran Rasulullah mengenai hal tersebut, salah satunya hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Rasulullah bersabda:
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى الرَّازِيُّ ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ ، قَالَ : حَدَّثَنِي وَحْشِيُّ بْنُ حَرْبٍ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ جَدِّهِ ، أَنَّ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا نَأْكُلُ وَلَا نَشْبَعُ. قَالَ : ” فَلَعَلَّكُمْ تَفْتَرِقُونَ ؟ “. قَالُوا : نَعَمْ. قَالَ : ” فَاجْتَمِعُوا عَلَى طَعَامِكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيهِ “.
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Musa Ar Razi, telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim ia berkata, telah menceritakan kepadaku Wahsyi bin Harb dari Ayahnya dari Kakeknya bahwa para sahabat Nabi Saw berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami makan dan tidak merasa kenyang?” Beliau bersabda, “Kemungkinan kalian makan sendiri-sendiri.” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Hendaklah kalian makan secara bersama-sama, dan sebutlah nama Allah, maka kalian akan diberi berkah padanya.” Abu Daud berkata, “Apabila engkau berada pada sebuah pesta kemudian dihidangkan makan malam, maka janganlah engkau memakannya hingga pemilik rumah mengizinkanmu.”
Sekalipun makan bersama merupakan sunah Rasulullah, hendaknya ketika melakukan hal tersebut tetap memperhatikan adab-adab makan yang telah diajarkan beliau, agar tetap mendapatkan berkahnya makanan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmizi, dijelaskan bahwa berkah makanan terletak di bagian tengah makanan, Rasulullah bersabda:
حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا جَرِيرٌ ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ” الْبَرَكَةُ تَنْزِلُ وَسَطَ الطَّعَامِ، فَكُلُوا مِنْ حَافَتَيْهِ، وَلَا تَأْكُلُوا مِنْ وَسَطِهِ “. هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ إِنَّمَا يُعْرَفُ مِنْ حَدِيثِ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ. وَقَدْ رَوَاهُ شُعْبَةُ، وَالثَّوْرِيُّ عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ. وَفِي الْبَابِ عَنِ ابْنِ عُمَرَ.
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Raja`, telah menceritakan kepada kami Jarir dari Atha` bin As Sa`ib dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas bahwa Nabi ﷺ bersabda, “Barakah itu turun di tengah-tengah makanan, maka mulailah makan dari pinggirnya dan janganlah makan dari tengahnya.” Berkata Abu Isa; Ini merupakan hadits hasan shahih yang hanya kami ketahui dari haditsnya Atha’ bin Sa`ib. Syu’bah dan Ats Tsauri, telah meriwayatkan hadits ini dari Atha’ bin Sa`ib. Hadits semakna juga diriwayatkan dari Ibnu Umar.
Dalam karangannya, Al-Hafiz Abul Ula Muhammad Abdurrahman dalam Tuhfatul Ahwadzi Syarah Jami’ At-Tirmidzi menguraikan beberapa penjelasan mengenai anjuran mengambil makanan dari pinggir. Hal tersebut dikarenakan bagian tengah adalah tempat yang paling adil sehingga berkah makanan lebih berhak (pantas) untuk turun di sana.
Terdapat beberapa pendapat ulama terkait dianjurkannya memakan makanan dari pinggir. Imam Rafi’i dan ulama lainnya berpendapat bahwa hukum memakan bubur dengan menciduknya dari bagian teratas atau mengambilnya dari bagian tengah mangkuk adalah makruh. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud adalah makanan yang tidak mengandung kuah (padat). Namun, dalam hal ini diperbolehkan memakan buah-buahan dari sisi mana saja termasuk dari bagian tengah.
Dimakruhkan pula memakan makanan yang berada di dekat orang lain, dalam artian makanan tersebut tidak dapat dijangkaunya. Berbeda dengan Imam Al-Isnawi yang mengatakan bahwa hukum hal tersebut adalah haram, dengan menukil pendapat Imam Syafi’i dalam kitabnya, Al-Umm. Termasuk pula mengambil makanan dari bagian teratas (dari tumpukan makanan), maka dihukumi berdosa bagi yang melakukannya sedangkan ia mengetahuinya.
Sedangkan Imam Ghazali berpendapat bahwa tidak diperbolehkan memakan raghif (roti kering) dari bagian tengahnya, melainkan memakannya dari bagian sekeliling roti tersebut. Namun, dalam hal ini dikecualikan ketika roti tersebut kecil, maka hendaknya memecahnya menjadi beberapa bagian.
Penerapan hadis tersebut tidak hanya berlaku untuk makan bersama saja, melainkan juga dalam keadaan makan sendiri, seperti memakan makanan yang porsinya besar dan tidak mungkin dihabiskan saat itu juga. Maka tidak sepatutnya memakannya dari bagian tengah terlebih dahulu. Dikecualikan pula di zaman sekarang pada makanan yang berkuah, seperti soto dan bakso yang biasanya harus mengaduknya terlebih dahulu. Wallahu a’lam bisshowab.
Penulis: Yusi Laili
Editor: Zainuddin Sugendal
Baca juga: Erick Thohir: Santri harus jadi Ombak dalam Kebangkitan Ekonomi
Masyaallah Memang dengan makan mayoran makanan terasa jd lbh nikmat dan berkah🥰