Manusia makhluk apakah? Di hadapan para jemaat sholat Jum’at, KH. Musta’in Syafi’i selaku khatib di masjid Pesantren Tebuireng pernah menyampaikan bahwa Tuhan menurunkan Adam A.S. ke bumi dan membekalinya ilmu pengetahuan dalam rangka menjadi khalifah yang tugas pokoknya adalah me-manage bumi. Kendati demikian, protes massa dari penduduk langit bukan berarti tak ada, dinamika itu terekam abadi dalam QS. Al-Baqarah: 30-34.
Malaikat yang menganggap bahwa dirinya makhluk suci dan taat beribadah mengatakan: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan mensucikan-Mu? Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Syahdan, Adam pun diturunkan ke Bumi terpisah dengan Hawa. Tak lama waktu berlalu, Adam dan Hawa kembali jumpa dan membuat suatu ikatan kekeluargaan dan lantas beranak pinak. Satu komunitas manusia beradab pertama ada di bumi. Tetapi protes malaikat bukanlah tanpa alasan, bukan omong kosong belaka. Malapetaka pun terjadi, kasus pertumpahan darah pertama tersebar luas begitu cepat dan lantas mengguncang hingga ke sudut pelosok bumi. Pembunuhan yang dilakukan oleh keturunan Adam karena tak terima atas perjodohan yang dianggapnya tak adil.
Penyimpangan berlangsung dan tak mudah untuk dibendung dan pemusnahan manusia oleh manusia lain semakin dirasa ketika kita mengingat saat di mana suatu teori ilmu pengetahuan menjadi pengalaman kolektif suatu bangsa, yang tak niscaya kemudian dilembagakan dan di sana ideologi menjadi panglima. Kerumitan demi kerumitan pun berangsur-angsur menyeret dunia ke dalam konflik global. Maka konfrontasi antar bangsa tak lagi dapat dihindari dan terjadilah Perang Dunia yang membawa kerusakan sempurna.
Keadaan lain yang juga memprihatinkan adalah hal yang tak sepenuhnya kita sadari tentang bagaimana hubungan manusia dengan alam –di mana ada semacam kesan yang kuat namun tak terkatakan– bahwa alam adalah obyek dan manusia sebagai subyek. Paradigma itu kemudian mempunyai konsekuensi pada hubungan yang disharmoni antara alam dan manusia. Contoh klise, mungkin, yaitu kemarahan alam ketika ekploitasi yang berlebihan padanya tanpa mempertimbangkan implikasi destruktif darinya dalam jangka panjang. Maka menjadi suatu keniscayaan bahwa ketidakstabilan alam berakibat buruk pada kehidupan manusia itu sendiri.
Di masa yang lain misalkan, pidato ilmiah yang disampaikan Bambang Sugiharto pada tahun 2004 yang kemudian dimuculkan kembali pada 9 Juni 2020 dalam bentuk tulisan yang berjudul: Masih Perlukah Sains, Filsafat, dan Agama? dalam buku Polemik Sains: Sebuah Diskursus Pemikiran, Januari 2021.
Ia berkisah: saat ilmu pengetahuan dan teknologi sudah semakin maju, ketika Moseum of American History diminta mengadakan pameran perkembangan sains di Amerika, para penyandang dananya sebetulnya berharap melihat kecanggihan pencapaian-pencapaian mutakhir di bidang sains.
Namun yang mereka dapatkan persis kebalikannya: deretan bencana akibat kiprah dunia ilmu dan teknologi, yaitu perusakan lingkungan yang parah, senjata pemusnah masal, peracunan makan oleh berbagai zat kimia, robotisasi yang mengancam buruh pabrik, ketidakadilan sosial, berbagai eksperimen tak bermoral , dan sebagainya.
Lantas kita pun ingat kalimat (tanya) yang diucapkan para malaikat (kepada Tuhan) sebelum Adam ditahbiskan sebagai khalifah di bumi. Pernahkah kita bertanya dari mana para malaikat itu tahu bahwa bangsa kita adalah makhluk yang akan membuat kerusakan dan pertumpahan darah? Adakah Tuhan menyebutkan kisi-kisi dan bocoran persoalan pada mereka -makhluk suci itu- layaknya ujian atau cerdas cermat?
Kita belum pernah dapat jawaban tentang apa dan bagaimana para malaikat itu tahu. Tetapi sepanjang kita membaca kalam Tuhan, di sana dinyatakan: Manusia secara hakikat adalah makhluk yang bodoh, lemah, lagi dzalim. Tiada satupun ayat mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang bertabiat baik. Kecuali ia adalah makhluk dengan bentuk terbaik dalam penciptaannya dan derajat tinggi bagi ia yang beriman serta berilmu, dan Adam adalah makhluk yang beriman dan dalam mengemban tugasnya menjadi khalifah, ia adalah yang dibekali ilmu pengetahuan.
Penulis: Sri Wahyudiono Sukiman
Editor: Thowiroh
Baca juga: Pentingnya Manusia Merencanakan Masa Depan