Makna di balik ibadah haji bagi Muslim sangatlah besar dan banyak. Ibadah haji dan umrah jadi ibadah primadona umat Islam karena bisa ziarah ke makam Rasulullah. Berikut khutbah Jum’at tentang haji
الْحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْاٰنِ:
وَاَذِّنْ فِى النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالًا وَّعَلٰى كُلِّ ضَامِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍۙ (الحج: ٢٧)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Takwa adalah sebaik-baik bekal untuk meraih kebahagiaan abadi di akhirat.
Oleh karena itu, khatib mengawali khutbah yang singkat ini dengan wasiat takwa. Marilah kita semua selalu meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala dengan melaksanakan semua kewajiban dan meninggalkan segenap larangan.
Alhamdulillah kita telah memasuki bulan Dzulhijjah, bulan di mana salah satu pilar agama Islam dilakukan, yakni ibadah haji. Di mana dalam ritual yang dilakukan di tanah suci Makkah itu mengandung makna yang teramat sangat baik bagi umat muslim.
Selain dari mengandung syarat rukun dan ketentuan syariat, secara historis asal muasal tiap dari aktivitas ibadah haji perlu kita resapi bersama sebagai ibroh yang tentunya sangat bermanfaat bagi kita.
Yang pertama dari beberapa rukun ibadah haji adalah ihram baik secara zona waktu atau zona wilayah. Arti ihram ialah niat untuk log-in/masuk dalam ibadah haji, dinamakan demikian karena dengannya seseorang akan dilarang/diharamkan untuk melakukan berbagai hal.
فَمِنْهَا الْإِحْرَام وَهُوَ عبارَة عَن نِيَّة الدُّخُول فِي حج أَو عمْرَة قَالَه النَّوَوِيّ وَزَاد ابْن الرّفْعَة أَو فِيمَا يصلح لَهما أَو لأَحَدهمَا وَهُوَ الْإِحْرَام الْمُطلق وَسمي إحراماً لِأَنَّهُ يمْنَع من الْمُحرمَات
[تقي الدين الحصني ,كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار
Salah satu dari beberapa larangan yang ada adalah larangan memakai parfum dan pakaian modis (berjahit) dan hanya diperbolehkan mengenakan pakaian ihram.
Apabila kita cermati di balik makna lahir dari ihram, hikmah di balik disyariatkan adanya ritual ini tak lain adalah guna menanggalkan segala atribut duniawi, gelar, pangkat, jabatan, bahkan status sosial apapun yang menjadikan seseorang tinggi hati dan sombong sebagai mana ditegaskan oleh al-Ghazali dalam magnum opusnya Ihya Ulumuddin:
والثاني اجتنات زي المترفين المتكبرين حج رسول الله صلى الله عليه وسلم على راحلة وكان تحته رحل رث وقطيفة خلقة قيمتها أربعة دراهم
[أبو حامد الغزالي ,إحياء علوم الدين ,1/263]
Artinya: “(Hikmah) kedua adalah guna menjauhi segala atribut perhiasan bagi seorang yang terlalu bermewah-mewah serta menyombongkan dirinya. (oleh karenanya) Rasulullah Saw melakukan ibadah haji dengan bersama rombongan dengan kondisi yang sederhana beralaskan permadani lusuh yang hanya bernilai empat dirham.”
Bukan tanpa alasan setiap apa yang dilakukan oleh junjungan besar umat Islam, baginda Nabi Muhammad Saw tentunya mengandung makna tuntunan bagi umat pengikutnya.
Hal demikian mempertegas bahwa hakikat dari berihram adalah melepas atribut duniawi agar tidak tersisa dalam hati rasa sombong di setiap pelaksananya. Inilah makna di balik haji bagi umat Muslim.
Meski adanya beberapa faktor yang menjadikan kita belum berkesempatan berangkat haji, tapi kondisi demikian hendaknya tidak mencegah kita untuk senantiasa menjalankan ihram secara hakiki yaitu dengan mengesampingkan status sosial guna terus mengintrospeksi diri dari berbagai penyakit hati.
Ada pula ibadah wukuf di mana dalam prakteknya adalah dengan berdiam sejenak di hamparan tanah Arafah setelah waktu lengsernya matahari yang bertepatan pada tanggal 09 Dzulhijjah.
Pada waktu ini banyak sekali anjuran agama untuk memperbanyak berdoa serta melakukan ibadah yang lainnya.
Hikmah yang dapat kita ambil dalam rukun haji yang berupa wukuf ini adalah d imana hendaknya seorang muslim berhenti sejenak dari kebisingan duniawi hiruk-pikuk yang tidak memuat nilai ibadah guna lebih mendekatkan diri kepada Allah baik dengan kita memperbanyak berdoa atau bisa juga dengan melakukan ritual ibadah lainnya.
Tak hanya sekedar melakukan ibadah namun juga hendaknya kita memilih tempat terbaik yang semakna dengan tempat mulia tanah Arafah.
Melanjut pada ibadah Romyul Jumroh, dimana secara peristiwa historis adanya ibadah ini bermula dari melemparnya nabi Ibrahim as, pada syaitan saat dibisiki untuk enggan melaksanakan kewajibannya dalam menjalankan perintah Allah, (menyembelih putranya Ismail As) sikap yang diambil Ibrahim kala itu ialah dengan melemparinya dengan batu.
عن ابن عباس رضي الله عنهما رفعه إلى النبي ‘ قال :” لما أتى إبراهيم خليل الله المناسك عرض له الشيطان عند جمرة العقبة فرماه بسبع حصيات حتى ساخ في الأرض ، ثم عرض له عند الجمرة الثانية فرماه بسبع حصيات حتى ساخ في الأرض ، ثم عرض له عند الجمرة الثالثة فرماه بسبع حصيات حتى ساخ في الأرض ” قال ابن عباس : الشيطان ترجمون ، وملة أبيكم إبراهيم تتبعون
Dari Ibnu Abbas radhiyallallahu’anhuma, beliau menisbatkan pernyataan ini kepada Nabi, “Ketika Ibrahim kekasih Allah melakukan ibadah haji, tiba-tiba Iblis menampakkan diri di hadapannya di jumrah ’Aqobah. Lalu Ibrahim melempari setan itu dengan tujuh kerikil, hingga iblis itupun masuk ke tanah . Iblis itu menampakkan dirinya kembali di jumrah yang kedua. Lalu Ibrahim melempari setan itu kembali dengan tujuh kerikil, hingga iblis itupun masuk ke tanah. Kemudian Iblis menampakkan dirinya kembali di jumrah ketiga. Lalu Ibrahim pun melempari setan itu dengan tujuh kerikil, hingga iblis itu masuk ke tanah“.
Hal demikian sebenarnya merupakan teladan untuk kita semua yang mana hendaknya kita juga melempar jauh-jauh setiap hasutan dan cuitan dari pihak-pihak yang merongrong kesatuan bangsa dan keutuhan negara, lebih-lebih dimasa seperti ini.
Hikmah demikian telah dijelaskan al-Ghazali sebagaimana berikut
وأما رمي الجمار فاقصد به الانقياد للأمر إظهاراً للرق والعبودية وانتهاضاً لمجرد الامتثال من غير حظ للعقل والنفس فيه ثم اقصد به التشبه بإبراهيم عليه السلام حيث عرض له إبليس لعنه الله تعالى في ذلك الموضع ليدخل على حجه شبهة أو يفتنه بمعصية فأمره الله عز وجل أن يرميه بالحجارة طرداً له وقطعاً لأمله
[أبو حامد الغزالي ,إحياء علوم الدين ,1/270]
Artinya: “Adapun dalam melempar jumroh maka hendaknya bertujuan untuk tunduk dan patuh terhadap perintah Allah dengan menampakkan ketidak berdayaan diri kita serta dengan semangat hanya murni untuk melaksanakan perintah tanpa mempedulikan nalar serta nafsu. Kemudian juga hendaknya kita niat untuk mengikuti nabi Ibrahim as dengan seakan-akan menjadikan sasaran lemparan kita adalah Syaitan yang terlaknat yang telah menyampaikan fitnah untuk melakukan maksiat sehingga akhirnya Allah memerintahkan Ibrahim untuk melemparinya dengan batu sebagai pemutus tindakan tersebut.”
Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah SWT.
Dari peristiwa tersebut mampu kita pahami bersama bahwa hikmah agung dalam disyariatkan adanya melempar jumroh adalah agar seseorang dalam menjalankan perintah -baik perintah syara’ atau perintah Negara- hendaknya ia melempar jauh-jauh segala hasutan serta bisikan-bisikan yang mengarah pada bentuk pelanggaran atau penyimpangan terhadap aturan yang telah berlaku.
Sebagaimana ramai di media sosial ataupun beberapa aksi sosial di mana banyak sekali oknum yang justru merongrong kesatuan republik Indonesia. Hal ini harus tegas kita lempar jauh.
Oleh karenanya sekali lagi saya mengingatkan diri saya sendiri serta mengajak kepada para jamaah agar setidaknya meski dalam kondisi kita yang belum berkesempatan melaksanakan ibadah haji pada tahun ini, setidaknya kita masih memiliki kesempatan untuk melaksanakan kandungan hikmah yang terdapat dalam tiap-tiap rukun atau ibadah dalam rangkaian ibadah haji di kehidupan kita sehari-hari.
Dan semoga harapan kita bersama secepatnya kita mampu melaksanakan rukun Islam yang kelima ini genap dengan segala hikmah yang terkandung didalamnya. Amin
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Sumber: Lirboyo